Hak Prerogatif Itu Simpel

Sabtu, 25 Oktober 2014 - 19:08 WIB
Hak Prerogatif Itu Simpel
Hak Prerogatif Itu Simpel
A A A
Selain banyak yang memuji, banyak juga yang menyayangkan Presiden Jokowi meminta rekam jejak calon menteri yang akan diangkat dalam kabinetnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) sehingga memperlambat pelantikan kabinet yang akan dipimpinnya.

Mereka yang menyayangkan dan mengkritik langkah Jokowi itu mengatakan bahwa pengangkatan menteri merupakan hak prerogatif Presiden yang bisa langsung dilakukan tanpa harus meminta catatan atau opini dari KPK dan PPATK. Bahkan ada yang kemudian menyatakan, atas langkahnya itu Jokowi telah mengurangi energi hak prerogatifnya, lebih-lebih setelah ada pernyataan keras dari Ketua KPK Abraham Samad bahwa calon menteri yang diberi kode stabilo merah dan kuning tidak boleh diangkat menjadi menteri.

Terlepas dari pernyataan Abraham Samad yang mungkin berlebihan karena berpretensi mengintervensi hak prerogatif Presiden, bagi banyak orang, termasuk saya, langkah Presiden Jokowi meminta rekam jejak, bahkan opini, kepada KPK dan PPATK, itu bukan hanya diperbolehkan, tetapi patut diapresiasi dengan diberi nilai tinggi.

Secara yuridis-konstitusional tidak ada larangan sama sekali bagi Presiden untuk meminta catatan atau opini dari siapapun untuk menggunakan hak prerogatifnya mengangkat menteri, termasuk memintanya dari KPK dan PPATK. Bahkan secara substantif meminta atau tak meminta opini merupakan bagian dari hak prerogatif juga.

Arti hak prerogatif itu simpel saja, yakni hak untuk menetapkan atau memutuskan sendiri tentang sesuatu tanpa boleh diintervensi atau dicampuri oleh siapa pun. Yang terpenting dari hak prerogatif adalah produknya, yang berbentuk keputusan atau ketetapan, itu dibuat atas hak dan kewenangan sendiri tanpa dicampuri pihak lain. Soal bahanbahan untuk membuat keputusan atau ketetapan itu menghimpun bahan dari orang lain tentu boleh saja. Meminta bahan atau informasi dari istri, tetangga, atau kepala kampung yang bersangkutan sekali pun boleh; apalagi meminta dari KPK dan PPATK.

Bagi sebagian besar masyarakat langkah Presiden Jokowi meminta rekam jejak dari KPK dan PPATK merupakan langkah yang bukan saja boleh, tetapi juga sangat positif dan patut diapresiasi. Langkah itu harus dipandang sebagai komitmen tinggi dari Presiden untuk membentuk pemerintahan yang bersih dari bau-bau korupsi. Tantangan Indonesia yang paling besar saat ini adalah pemberantasan korupsi dan dalam memeranginya harus dipimpin oleh pemerintah yang bersih dari korupsi.

Upaya memberantas korupsi harus dilandasi sikap dan pilihan politik untuk tidak toleran sedikit pun terhadap korupsi. Akan menjadi omong kosong siapa pun yang berbusa-busa mengatakan akan memerangi korupsi jika masih punya sikap toleran sekecil apa pun terhadap korupsi. Dalam konteks inilah kita harus memberi acungan jempol kepada Jokowi karena telah memulai langkah pemerintahannya dengan membersihkan dulu tubuh kabinetnya dari kuman-kuman korupsi.

Banyak yang berharap agar langkah Jokowi untuk membersihkan tubuh pemerintahan dari korupsi ini dapat dilakukan juga dalam penentuan pejabatpejabat lain, seperti calon kepala daerah atau para pejabat eselon I dan II. Artinya, ada harapan yang sangat besar agar langkah Jokowi ini dijadikan semacam manual untuk pengangkatan pejabat; kalau perlu ditulis di dalam peraturan perundang- undangan.

Langkah seperti ini bukan hanya bermanfaat untuk jangka pendek dalam penentuan pejabat pada periode tertentu tetapi sekaligus bisa bermanfaat bagi perang terhadap korupsi untuk jangka panjang. Sebab dengan manual seperti ini, siapa pun yang ingin kariernya bagus dan lancar, sejak awal sudah harus menjauhi korupsi agar kelak tak terhalang ketika akan menaiki tanga-tangga karier.

Kita memaklumi, permintaan record dari KPK dan PPATK itu sebenarnya juga merupakan upaya Jokowi untuk menyiasati tekanan politik yang harus dihadapi, misalnya, sodoran nama-nama calon menteri dari parpol-parpol yang sebenarnya resisten di mata publik karena diragukan kredibilitasnya. Dengan itu Jokowi bisa mengatakan tak bisa mengangkat Si Anu karena menurut catatan KPK dan PPATK tidak bagus. Di sini terlihat kecerdikan Jokowi.

Kalau pada akhirnya Jokowi berhasil membentuk kabinet yang bersih dari orang-orang korup atau berbau korup, pertanyaan dan kekecewaan publik atas "sedikit" terlambatnya pembentukan kabinet akan langsung terobati. Kemelesetan jadwal-jadwal yang telah dijanjikannya, seperti dicatat di bawah ini pun, akan dimaklumi.

Hanya beberapa hari setelah dipastikan menang sebagai Presiden melalui putusan Mahkamah Konstitusi Jokowi langsung membentuk Tim dan Rumah Transisi. Dari Tim dan Rumah itulah lahir konsepkonsep pembaruan dan janjijanji teknis. Misalnya, kabinet akan diumumkan sekitar September agar setelah dilantik bisa langsung bekerja tanpa membuang waktu untuk belajar lagi. Tapi kemudian yang berhasil diumumkan hanya perubahan nama-nama kementerian dan pengelompokannya yang itu pun masih berubahubah, terutama jumlahnya. Katanya, nama-nama menteri akan diumumkan sebelum pelantikan Presiden tetapi ini pun diumumkan diundur ke sore hari atau sehari setelah pelantikan. Setelah itu masih mundur dan mundur lagi.

Pertanyaan dan kekecewaan publik atas kelambanan langkahlangkah pembentukan kabinet itu akan langsung sirna jika akhirnya Jokowi bisa mengumumkan kabinet yang terdiri dari orang-orang bersih. Publik akan mengatakan, Jokowi hanya menunda soal teknis untuk menjaga dan menjamin masalah yang prinsip. Publik akan kembali menyambut dengan gembira dan gempita sambil mengatakan,"Tak salah rakyat memilih Jokowi."

MOH MAHFUD MD
Guru Besar Hukum Konstitusi

SABTU 25 OKTOBER 2014
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8240 seconds (0.1#10.140)