Penguatan Teknologi dalam Ekonomi
A
A
A
CAPAIAN ekonomi nasional dalam satu dekade telah mendorong upaya pergeseran orientasi ekonomi masa depan.
Menguatnya fundamental ekonomi dan semakin kokohnya struktur ekonomi nasional merupakan stimulus untuk mendorong akselerasi produktivitas nasional. Setelah berhasil memperkuat struktur ekonomi dan daya beli domestik selama 10 tahun terakhir, ekonomi nasional dihadapkan pada tantangan lima tahun berikutnya. Yaitu menjadi negara yang lebih berdaya saing, produktif dan bernilai tambah di setiap aktivitas perekonomian. Periode lima tahun ke depan (2014-2019) merupakan momentum pembangunan ekonomi yang ketiga pasca-Reformasi.
Momentum pertama yakni pada periode 1999-2004, di mana penataan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan dilakukan untuk mewujudkan tata kehidupan bernegara secara demokratis, good-governance dan lebih partisipatif. Orientasi kebijakan pembangungan pada periode ini diarahkan melalui rancang bangun kelembagaan ekonomi dan instrumen regulasi yang mengaturnya.
Momentum selanjutnya adalah momentum kedua atau periode 2004-2014 yang dijalankan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan dua agenda nasional yaitu menjalankan produk kelembagaan pasca-Reformasi dan penguatan ekonomi domestik. Pada periode ini, sejumlah kemajuan signifikan berhasil diwujudkan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat terjaga positif, stabil dan berkesinambungan di tengah krisis ekonomi global yang banyak menggerus ekonomi negara-negara lain.
Bahkan pada periode ini, ekonomi nasional menjadi salah satu ekonomi di dunia yang dipandang berhasil mengelola ekonominya sehingga mampu meminimalkan risiko global akibat sejumlah krisis ekonomi dunia. Positifnya kinerja ekonomi nasional di periode ini dipertegas dengan naiknya peringkat investasi Indonesia ke zona investment grade oleh S&P, Fitch, Moodys, dan R&I; serta bergabungnya Indonesia dalam kelompok G-20. Bahkan beberapa waktu lalu, Bank Dunia merilis data yang menunjukkan ekonomi Indonesia di peringkat 10 dunia berdasarkan gross domestic product purchasing power power parity (GDP-PPP) bersamasamadengan Amerika Serikat, China, India, Jepang, Jerman, Rusia, Brasil, Prancis, dan Inggris.
Momentum ketiga yakni periode lima tahun ke depan 2014-2019, momentum di mana pembangunan dan peningkatan ekonomi nasional masuk ke fase berikutnya yaitu ekonomi bernilai-tambah (value added economy). Dalam value added economy peran teknologi sangatlah penting dan strategis. Sistem ekonomi perlu memberikan ruang lebih besar bagi pengembangan dan pemanfaatan teknologi dalam sistem produksi nasional. Tingkat utilisasi dan intensitas teknologi merupakan penggerak ekonomi-ekonomi modern saat ini.
Teknologi tidak hanya hadir sebagai pembaharu dalam globalisasi tetapi juga telah mendorong kemajuan peradaban, efisiensi penggunaan faktor produksi, produktivitas, dan tentunya berkorelasi positif dengan tingkat kesejahteraan. McKinsey pada Mei 2013 merilis laporan bagaimana teknologi telah mengubah banyak hal dalam keseharian manusia di dunia saat ini. Dalam laporannya, perkembangan teknologi telah mengubah hampir seluruh aktivitas manusia di dunia. Tidak hanya itu, teknologi telah mendorong efek ekonomi yang besar baik bagi individu, kelompok/perusahaan, komunitas, negara, bahkan dunia.
Difusi dampaknya pun tersebar hampir di seluruh sektor mulai kesehatan, produksi, manufaktur, pendidikan, administrasi pemerintahan, dan sebagainya. Kemajuan teknologi berhubungan linear dengan perkembangan ekonomi dan daya saing suatu bangsa. McKinsey memberi ilustrasi bagaimana multiplier effect dari kemajuan teknologi cloud saat ini dapat meningkatkan produktivitas perusahaan-perusahaan global saat ini. Atau bagaimana advanced robotic yang mampu mereformulasi biaya tenaga kerja global di masa mendatang.
Negara yang memiliki utilisasi dan intensitas teknologi yang tinggi dapat menghasilkan output ekonomi (dan tentunya daya saing) yang lebih baik dibanding negara yang tidak/belum mengintegrasikan teknologi. Maka tidak heran negara-negara yang menempati peringkat atas daya saing global yang dikeluarkan oleh World Economic Forum merupakan negara-negara dengan intensitas penggunaan teknologi dan R&D yang tinggi seperti Finlandia, Swiss, Jerman, Amerika Serikat (AS), Jepang, Hong Kong, Taiwan, dan lain sebagainya.
Negara-negara ini dikelompokkan sebagai innovation-driven economies yang tidak lain adalah ekonomi bernilai tambah tinggi. Bagi Indonesia, sepanjang periode 2009-2014, pemerintah telah mendorong kebijakan industrialisasi dan hilirisasi yang diharapkan akan menjadi mesin untuk mendorong produktivitas dan daya saing nasional. Industrialisasi dan hilirisasi diarahkan untuk menghasilkan barang-barang bernilai tambah yang memiliki keuunggulan daya saing di tingkat global. Namun industrialisasi dan hilirisasi bukanlah kebijakan tunggal yang berdiri sendiri.
Berbasis pengalaman di negara-negara berbasis teknologi/inovasi, kebijakan industrialisasi kerapkali diikuti oleh rangkaian kebijakan lainnya sebagai satu kesatuan. Untuk periode lima tahun berikutnya (2014-2019), Indonesia setidaknya membutuhkan akselerasi pembangunan industrialisasi dan hilirisasi melalui beberapa rangkaian kebijakan: diharapkan lebih mengakselerasi dengan melakukan serangkaian kebijakan: Pertama, optimalisasi lembaga-lembaga penelitian seperti LIPI, BATAN, Puspitek Serpong, universitas, lembaga penelitian dan pengembangan di bawah kementerian dan lembaga untuk lebih terlibat lebih aktif dalam sistem produksi nasional.
Hal ini dapat dilakukan melalui sejumlah program kerja sama pemanfaatan hasil riset dan penelitian baik dengan administrasi pemerintahan, BUMN dan yang terpenting dunia usaha. Sinergi lembaga penelitian dengan dunia usaha dapat dilakukan melalui memperbayak konsep science-park di kawasan industri. Kedua, insentif fiskal dapat menjadi kebijakan untuk memberikan ruang pengembangan dan pemanfaatan teknologi dalam sistem produksi perusahaan di Indonesia.
Pemberian keringanan pajak bagi perusahaan yang memiliki porsi alokasi anggaran R&D dapat menjadi salah satu kebijakan. Ketiga, Kementerian BUMN dapat dijadikan salah satu motor bagi pengembangan dan pemanfaatan teknologi melalui penugasan sejumlah persentase anggaran untuk R&D. Selain itu juga, pemanfaatan dana CSR juga dapat diberikan muatan bagi pendanaan aktivitas kreatif dan inovatif yang memiliki kandungan teknologi solutif bagi sejumlah tantangan sosial dan lingkungan hidup.
Keempat, kerja sama antara Kementerian Riset dan Teknologi dengan kementerian lainnya seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian UKM dan Koperasi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, perlu terus diintensifkan. Menjadikan Kementerian Riset dan Teknologi untuk meningkatkan pemanfaatan dan pengembangan teknologi bagi sistem birokrasi, daya saing produk nasional serta produktivitas ekonomi domestik.
Dan kelima, penggunaan dan pemanfaatan teknologi hasil putra-putri Indonesia perlu menjadi gerakan nasional. Melalui hal ini diharapkan dapat lebih mendorong dan menggairahkan pengembangan dan pemanfaatan teknologi nasional. Budaya-berteknologi bagi masyarakat Indonesia perlu dikembangluaskan. Sehingga masyarakat tidak hanya menjadi pihak yang hanya mengonsumsi teknologi saja, melainkan juga mampu mengembangkan dan menggunakan teknologi bagi aktivitas-aktivitas yang produktif.
Melalui optimalisasi potensi pengembangan teknologi dan utilisasinya bagi aktivitas produksi, akan semakin terbuka lebar kesempatan bagi Indonesia untuk dapat menjadi ekonomi berbasis inovasi atau ekonomi bernilai tambah tinggi sejajar dengan negara-negara maju lainnya.
Dengan kelima kebijakan di atas, periode pembangunan lima tahun berikutnya yakni 2014-2019 akan menjadi tonggak baru pembangunan nasional untuk membawa ekonomi selangkah lebih maju lagi, menuju ekonomi yang lebih kompetitif dan berdaya saing.
PROF FIRMANZAH PhD
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
Menguatnya fundamental ekonomi dan semakin kokohnya struktur ekonomi nasional merupakan stimulus untuk mendorong akselerasi produktivitas nasional. Setelah berhasil memperkuat struktur ekonomi dan daya beli domestik selama 10 tahun terakhir, ekonomi nasional dihadapkan pada tantangan lima tahun berikutnya. Yaitu menjadi negara yang lebih berdaya saing, produktif dan bernilai tambah di setiap aktivitas perekonomian. Periode lima tahun ke depan (2014-2019) merupakan momentum pembangunan ekonomi yang ketiga pasca-Reformasi.
Momentum pertama yakni pada periode 1999-2004, di mana penataan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan dilakukan untuk mewujudkan tata kehidupan bernegara secara demokratis, good-governance dan lebih partisipatif. Orientasi kebijakan pembangungan pada periode ini diarahkan melalui rancang bangun kelembagaan ekonomi dan instrumen regulasi yang mengaturnya.
Momentum selanjutnya adalah momentum kedua atau periode 2004-2014 yang dijalankan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan dua agenda nasional yaitu menjalankan produk kelembagaan pasca-Reformasi dan penguatan ekonomi domestik. Pada periode ini, sejumlah kemajuan signifikan berhasil diwujudkan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat terjaga positif, stabil dan berkesinambungan di tengah krisis ekonomi global yang banyak menggerus ekonomi negara-negara lain.
Bahkan pada periode ini, ekonomi nasional menjadi salah satu ekonomi di dunia yang dipandang berhasil mengelola ekonominya sehingga mampu meminimalkan risiko global akibat sejumlah krisis ekonomi dunia. Positifnya kinerja ekonomi nasional di periode ini dipertegas dengan naiknya peringkat investasi Indonesia ke zona investment grade oleh S&P, Fitch, Moodys, dan R&I; serta bergabungnya Indonesia dalam kelompok G-20. Bahkan beberapa waktu lalu, Bank Dunia merilis data yang menunjukkan ekonomi Indonesia di peringkat 10 dunia berdasarkan gross domestic product purchasing power power parity (GDP-PPP) bersamasamadengan Amerika Serikat, China, India, Jepang, Jerman, Rusia, Brasil, Prancis, dan Inggris.
Momentum ketiga yakni periode lima tahun ke depan 2014-2019, momentum di mana pembangunan dan peningkatan ekonomi nasional masuk ke fase berikutnya yaitu ekonomi bernilai-tambah (value added economy). Dalam value added economy peran teknologi sangatlah penting dan strategis. Sistem ekonomi perlu memberikan ruang lebih besar bagi pengembangan dan pemanfaatan teknologi dalam sistem produksi nasional. Tingkat utilisasi dan intensitas teknologi merupakan penggerak ekonomi-ekonomi modern saat ini.
Teknologi tidak hanya hadir sebagai pembaharu dalam globalisasi tetapi juga telah mendorong kemajuan peradaban, efisiensi penggunaan faktor produksi, produktivitas, dan tentunya berkorelasi positif dengan tingkat kesejahteraan. McKinsey pada Mei 2013 merilis laporan bagaimana teknologi telah mengubah banyak hal dalam keseharian manusia di dunia saat ini. Dalam laporannya, perkembangan teknologi telah mengubah hampir seluruh aktivitas manusia di dunia. Tidak hanya itu, teknologi telah mendorong efek ekonomi yang besar baik bagi individu, kelompok/perusahaan, komunitas, negara, bahkan dunia.
Difusi dampaknya pun tersebar hampir di seluruh sektor mulai kesehatan, produksi, manufaktur, pendidikan, administrasi pemerintahan, dan sebagainya. Kemajuan teknologi berhubungan linear dengan perkembangan ekonomi dan daya saing suatu bangsa. McKinsey memberi ilustrasi bagaimana multiplier effect dari kemajuan teknologi cloud saat ini dapat meningkatkan produktivitas perusahaan-perusahaan global saat ini. Atau bagaimana advanced robotic yang mampu mereformulasi biaya tenaga kerja global di masa mendatang.
Negara yang memiliki utilisasi dan intensitas teknologi yang tinggi dapat menghasilkan output ekonomi (dan tentunya daya saing) yang lebih baik dibanding negara yang tidak/belum mengintegrasikan teknologi. Maka tidak heran negara-negara yang menempati peringkat atas daya saing global yang dikeluarkan oleh World Economic Forum merupakan negara-negara dengan intensitas penggunaan teknologi dan R&D yang tinggi seperti Finlandia, Swiss, Jerman, Amerika Serikat (AS), Jepang, Hong Kong, Taiwan, dan lain sebagainya.
Negara-negara ini dikelompokkan sebagai innovation-driven economies yang tidak lain adalah ekonomi bernilai tambah tinggi. Bagi Indonesia, sepanjang periode 2009-2014, pemerintah telah mendorong kebijakan industrialisasi dan hilirisasi yang diharapkan akan menjadi mesin untuk mendorong produktivitas dan daya saing nasional. Industrialisasi dan hilirisasi diarahkan untuk menghasilkan barang-barang bernilai tambah yang memiliki keuunggulan daya saing di tingkat global. Namun industrialisasi dan hilirisasi bukanlah kebijakan tunggal yang berdiri sendiri.
Berbasis pengalaman di negara-negara berbasis teknologi/inovasi, kebijakan industrialisasi kerapkali diikuti oleh rangkaian kebijakan lainnya sebagai satu kesatuan. Untuk periode lima tahun berikutnya (2014-2019), Indonesia setidaknya membutuhkan akselerasi pembangunan industrialisasi dan hilirisasi melalui beberapa rangkaian kebijakan: diharapkan lebih mengakselerasi dengan melakukan serangkaian kebijakan: Pertama, optimalisasi lembaga-lembaga penelitian seperti LIPI, BATAN, Puspitek Serpong, universitas, lembaga penelitian dan pengembangan di bawah kementerian dan lembaga untuk lebih terlibat lebih aktif dalam sistem produksi nasional.
Hal ini dapat dilakukan melalui sejumlah program kerja sama pemanfaatan hasil riset dan penelitian baik dengan administrasi pemerintahan, BUMN dan yang terpenting dunia usaha. Sinergi lembaga penelitian dengan dunia usaha dapat dilakukan melalui memperbayak konsep science-park di kawasan industri. Kedua, insentif fiskal dapat menjadi kebijakan untuk memberikan ruang pengembangan dan pemanfaatan teknologi dalam sistem produksi perusahaan di Indonesia.
Pemberian keringanan pajak bagi perusahaan yang memiliki porsi alokasi anggaran R&D dapat menjadi salah satu kebijakan. Ketiga, Kementerian BUMN dapat dijadikan salah satu motor bagi pengembangan dan pemanfaatan teknologi melalui penugasan sejumlah persentase anggaran untuk R&D. Selain itu juga, pemanfaatan dana CSR juga dapat diberikan muatan bagi pendanaan aktivitas kreatif dan inovatif yang memiliki kandungan teknologi solutif bagi sejumlah tantangan sosial dan lingkungan hidup.
Keempat, kerja sama antara Kementerian Riset dan Teknologi dengan kementerian lainnya seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian UKM dan Koperasi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, perlu terus diintensifkan. Menjadikan Kementerian Riset dan Teknologi untuk meningkatkan pemanfaatan dan pengembangan teknologi bagi sistem birokrasi, daya saing produk nasional serta produktivitas ekonomi domestik.
Dan kelima, penggunaan dan pemanfaatan teknologi hasil putra-putri Indonesia perlu menjadi gerakan nasional. Melalui hal ini diharapkan dapat lebih mendorong dan menggairahkan pengembangan dan pemanfaatan teknologi nasional. Budaya-berteknologi bagi masyarakat Indonesia perlu dikembangluaskan. Sehingga masyarakat tidak hanya menjadi pihak yang hanya mengonsumsi teknologi saja, melainkan juga mampu mengembangkan dan menggunakan teknologi bagi aktivitas-aktivitas yang produktif.
Melalui optimalisasi potensi pengembangan teknologi dan utilisasinya bagi aktivitas produksi, akan semakin terbuka lebar kesempatan bagi Indonesia untuk dapat menjadi ekonomi berbasis inovasi atau ekonomi bernilai tambah tinggi sejajar dengan negara-negara maju lainnya.
Dengan kelima kebijakan di atas, periode pembangunan lima tahun berikutnya yakni 2014-2019 akan menjadi tonggak baru pembangunan nasional untuk membawa ekonomi selangkah lebih maju lagi, menuju ekonomi yang lebih kompetitif dan berdaya saing.
PROF FIRMANZAH PhD
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
(hyk)