Terlalu andalkan pencitraan, Jokowi effect gagal
A
A
A
Sindonews.com - Calon presiden (capres) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Joko Widodo selama ini dinilai hanya mengandalkan pencitraan melalui liputan dalam berbagai kegiatan.
Hal ini menjadi salah satu penyebab PDIP tidak mencapai target perolehan suara, meskipun Gubernur DKI Jakarta yang biasa disapa Jokowi itu bergabung bersama partai berlambang kepala banteng itu.
"Jokowi kurang melakukan komunikasi dengan rakyat. Blusukan hanya jadi ajang pencitraan. datang hanya untuk salaman, foto-foto, basa-basi sebentar kemudian masuk televisi. Komunikasi yang dilakukan terlihat tulus dan empati tetapi kering karena publik membaca ada motif lain yang tersembunyi," ujar pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Kali Jaga, Iswandi Syahputra, Kamis (10/4/2014).
Dia berpendapat, Jokowi kurang mahir menangkis sejumlah kritik yang ditujukan ke dirinya. Mulai dari persoalan janji urus Jakarta hingga persoalan mobil Esemka ketika menjadi Wali Kota Solo. "Terhadap serangan tersebut Jokowi hanya menjawab aku rapopo. Jawaban tersebut memang menjadi populer tetapi kontra produktif karena tidak menjawab substansi berbagai tuduhan yang diarahkan padanya," tukasnya.
Maka itu dia menyarankan, jika Jokowi tetap ingin menjadi presiden ketimbang Gubernur DKI Jakarta, sebaiknya Jokowi lebih meningkatkan komunikasi dengan rakyat dan memaparkan visi misinya. “Rakyat sepertinya masih bingung dengan visi dan misi Jokowi sebagai capres. Dalam sejarah, Soekarno itu juga suka blusukan, tapi saat bertemu dengan rakyat Soekarno mampu memberi harapan karena menyampaikan visinya tentang Indonesia merdeka," imbuhnya.
Hal ini menjadi salah satu penyebab PDIP tidak mencapai target perolehan suara, meskipun Gubernur DKI Jakarta yang biasa disapa Jokowi itu bergabung bersama partai berlambang kepala banteng itu.
"Jokowi kurang melakukan komunikasi dengan rakyat. Blusukan hanya jadi ajang pencitraan. datang hanya untuk salaman, foto-foto, basa-basi sebentar kemudian masuk televisi. Komunikasi yang dilakukan terlihat tulus dan empati tetapi kering karena publik membaca ada motif lain yang tersembunyi," ujar pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Kali Jaga, Iswandi Syahputra, Kamis (10/4/2014).
Dia berpendapat, Jokowi kurang mahir menangkis sejumlah kritik yang ditujukan ke dirinya. Mulai dari persoalan janji urus Jakarta hingga persoalan mobil Esemka ketika menjadi Wali Kota Solo. "Terhadap serangan tersebut Jokowi hanya menjawab aku rapopo. Jawaban tersebut memang menjadi populer tetapi kontra produktif karena tidak menjawab substansi berbagai tuduhan yang diarahkan padanya," tukasnya.
Maka itu dia menyarankan, jika Jokowi tetap ingin menjadi presiden ketimbang Gubernur DKI Jakarta, sebaiknya Jokowi lebih meningkatkan komunikasi dengan rakyat dan memaparkan visi misinya. “Rakyat sepertinya masih bingung dengan visi dan misi Jokowi sebagai capres. Dalam sejarah, Soekarno itu juga suka blusukan, tapi saat bertemu dengan rakyat Soekarno mampu memberi harapan karena menyampaikan visinya tentang Indonesia merdeka," imbuhnya.
(kur)