Perlindungan nasabah dalam berinvestasi

Kamis, 07 November 2013 - 10:39 WIB
Perlindungan nasabah dalam berinvestasi
Perlindungan nasabah dalam berinvestasi
A A A
KETIKA Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memanggil seorang pendakwah pada pertengahan Juli lalu, publik tentu terkejut. Selama ini ustaz itu tak pernah bersinggungan dengan otoritas keuangan, apalagi terkait pasar modal.

Keterkejutan itu tentu beralasan karena seolah-olah sang tokoh “dicurigai” melakukan kesalahan. Terlebih, jika publik belum memahami bahwa OJK sebenarnya berkepentingan menjaga kepentingan konsumen dalam melakukan investasi yang sedang dikembangkan ustaz. Ini sesuai amanat UU OJK Pasal 4 huruf C yakni memastikan keseluruhan kegiatan di dalam sistem jasa keuangan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat secara seimbang dengan pertumbuhan lembaga dan industri sektor jasa keuangan baik bank maupun nonbank.

Kisah tokoh tersebut hanyalah sebagian dari puluhan investasi tak berizin dan tidak ada yang bertanggung jawab dalam pengawasan. Jika ada penyimpangan yang dilakukan, para investor akan sulit untuk memperoleh dananya kembali. Yang menarik adalah ada investasi bodong terjadi berulang dan banyak masyarakat yang dirugikan, namun ternyata masih saja publik belum memahami sehingga menjadi korban.

OJK hingga Juni menerima laporan ada 40 entitas tak berizin, tetapi nekat menarik investasi masyarakat. Kita tentu ingat kasus produk investasi emas yang diterbitkan oleh PT Golden Traders Indonesia (GTI) Syariah awal tahun ini. Penipuan bermotif investasi emas ini mengakibatkan nilai kerugian nasabah Rp10 triliun. Kasus lain yang cukup fenomenal adalah penipuan oleh PT Qurnia Subur Alam Raya (QSAR). Peristiwa pada 1998–2003 ini menarik korban sekelas tokoh nasional.

Modal percaya dan pemahaman
Masyarakat harus mengerti bahwa investasi bukan sekadar kepercayaan. Penting dipahami bahwa setiap perusahaan yang menghimpun dana publik dan menawarkan keuntungan (return) mesti mengantongi aspek legalitas untuk menjamin kepentingan mereka sendiri. Ketidakmengertian mengenai pentingnya aspek hukum itu umumnya terjadi karena dua alasan; kurangnya pemahaman masyarakat atas produk investasi dan sosialisasi pengelolaan investasi yang belum maksimal.

Hingga saat ini tingkat pengetahuan masyarakat Indonesia dalam keuangan masih rendah. Survei literasi internasional yang pernah dilakukan VISA di 28 negara menempatkan Indonesia di peringkat bawah dengan skor 21,7. Sebagai perbandingan, negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia sudah mempunyai skor di atas 40. Catatan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga semakin mempertegas kerawanan itu.

Dari seribuan aduan yang masuk ke YLKI sepanjang 2009-2010, sebanyak 234 aduan adalah keluhan dari sektor keuangan. Karena itu, OJK semakin terus mempertegas upaya melindungi konsumen, terutama sejak dibentuk pada Juli tahun lalu berdasarkan UU No 21/2011 sebagai gabungan wewenang Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

Sejauh mana radar perlindungan OJK menyentuh konsumen? Utamanya adalah konsumen industri keuangan yakni perbankan, pasar modal, pemegang polis asuransi, peserta dana pensiun, serta nasabah lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lain. Tugas perlindungan konsumen OJK ini juga sesuai amanat Pasal 4 Huruf C UU itu yakni mencegah kerugian konsumen (Pasal 28), melayani pengaduan konsumen (Pasal 29), dan pembelaan hukum (Pasal 30).

Beragamnya inovasi produk keuangan saat ini mendorong beberapa negara meletakkan perlindungan konsumen sebagai salah satu prioritas sektor keuangan. Apalagi, kejahatan keuangan makin variatif, sedangkan tingkat pemahaman publik masih rendah. Padahal perkembangan investasi juga akan mengikuti perkembangan pola pikir manusia. Makin berkembang peradaban, kreativitas manusia makin berkembang dan mendorong penciptaan baru dari produk-produk investasi.

Misalnya sebelum tabungan dan deposito dikenal luas, masyarakat baru mengandalkan investasi emas. Lalu muncul kreasi investasi saham, reksa dana, kontrak pengelolaan dana (KPD), ETF (exchange traded fund), dan produk-produk lain pada masa mendatang yang tentu membutuhkan keseimbangan regulasi.

Aturan perlindungan konsumen
Karena itu, keberadaan OJK sebagai pengatur dan pengawasan jasa keuangan pun menjadi keniscayaan. Baru-baru ini OJK merilis peraturan mengenai perlindungan konsumen keuangan (POJK No 1/ POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan) yang akan menjadi pedoman bagi lembaga keuangan dan masyarakat. Bagi masyarakat, peraturan ini menjadi patokan karena publik bisa mengetahui industri keuangan apa saja yang masuk dalam pengawasan OJK, jenis pengaduan seperti apa yang bisa disampaikan, serta apa saja tahapan pengaduan dan persyaratannya.

Kehadiran peraturan ini juga akan mengatasi beberapa permasalahan antara konsumen dan institusi keuangan di antaranya informasi yang asimetris, perlakuan tidak adil dan tidak etis, rendahnya kualitas layanan, penggunaan data pribadi konsumen, serta kurang efektifnya penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa. Tapi, kehadiran regulasi baru ini juga menegaskan OJK bukan seperti Lembaga Penjamin Simpanan dalam industri perbankan.

OJK tidak mengganti kerugian investor, tapi hanya memfasilitasi pengaduan yang dilakukan melalui mediasi. OJK tidak berpihak dan hanya mempertemukan dua belah pihak untuk bersepakat dan OJK mengawasi pelaksanaan akta kesepakatan yang ditandatangani. Bagaimana dengan industri? Lembaga jasa keuangan akan diuntungkan karena saat ini sebagian sudah menerapkan standar jasa keuangan yang baik, sebagian lagi belum.

Dengan standardisasi, OJK akan memastikan perlakuan yang tepat untuk konsumen, membangun kepercayaan pada industri (market confidence), dan di sisi lain menyaring industri dari tindak kejahatan keuangan (financial crimes). Industri keuangan yang baik akan tumbuh dan terlindungi. Konsumen yang cukup melek finansial akibat tingkat literasi keuangan tinggi pun akan leluasa berinvestasi di produk pilihan mereka.

Pertumbuhan industri jasa keuangan akan naik seiring tingkat literasi keuangan masyarakat. Regulasi itu diharapkan menciptakan keseimbangan dalam sektor jasa keuangan. Lembaga keuangan tumbuh lebih baik dan konsumen pun terlindungi sehingga tidak ada buruk sangka dari industri dan konsumen berinvestasi dengan aman.

AVILIANI
Dosen Perbanas Institute
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3446 seconds (0.1#10.140)