Menjembatani kewirausahaan dan UKM

Rabu, 06 November 2013 - 12:08 WIB
Menjembatani kewirausahaan dan UKM
Menjembatani kewirausahaan dan UKM
A A A
BEBERAPA hari lalu Wakil Presiden Boediono mengumumkan paket kebijakan kemudahan berusaha yang akan dilaksanakan dan dipantau oleh UKP4 (Unit Kerja Presiden Bidang Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal).

Paket ini secara bertahap sedang dikerjakan dan diharapkan selesai pada bulan Februari 2014. Kadin (Kamar Dagang dan Industri) menyambut baik paket itu sebagai angin segar pendorong semangat kewirausahaan. Bicara soal semangat kewirausahaan, saya teringat pada kesepakatan yang dibuat anggota APEC (Asia- Pacific Economic Cooperation) pada bulan September 2013 di Bali. Dari sana tampak isu kewirausahaan dan UKM akan menjadi fokus diskusi dan kebijakan negara-negara Asia-Pasifik dalam tahun-tahun mendatang.

Pada 5 September 2014, China akan menjadi tuan rumah pertemuan menterimenteri UKM se-Asia-Pasifik dengan subtema: pengembangan kapasitas inovasi bagi UKM, pengembangan suasana kondusif bagi inovasi oleh UKM, dan peningkatan jumlah UKM melalui inovasi. Seiring dengan itu, Amerika Serikat dan Australia akan mengembangkan rangkaian workshop sejak awal tahun 2014 untuk membahas tantangan UKM untuk masuk ke rantai produksi global.

Dari Indonesia sendiri diajukan perhatian bagi UKM dalam (a) kewirausahaan dan inovasi, (b) akses keuangan, (c) akses ke pasar internasional menggunakan teknologi informasi, dan (d) partisipasi perempuan serta orang muda dalam berusaha. Di Indonesia, penanganan kewirausahaan dan UKM tergolong lamban. Delegasi Indonesia di APEC bahkan mengaku “tertinggal” dalam hal persiapan negosiasi di APEC karena datadata seputar UKM di Indonesia sangat sedikit, tidak jelas metodologinya, dan lebih banyak yang sifatnya komentar-komentar saja.

Padahal, delegasi dari negara-negara lain berbekal riset yang lengkap. Ada salah kaprah dalam benak rata-rata orang Indonesia mengenai penanganan kewirausahaan dan UKM. Rata-rata melihat UKM sekadar sebagai kelompok usaha yang perlu diberi perhatian khusus dan dibantu, apalagi kalau dibicarakan dalam konteks internasional, yang ada lebih banyak mindernya. Lebih jauh, kita bahkan cenderung mengasihani UKM sehingga ketika kita bicara soal kebijakan terhadap UKM, arah wacananya berputar pada soal pemberian uang yang sifatnya tak ubahnya donasi, penyelenggaraan pameran, dan pemberlakuan sejumlah pengecualian.

Kita perlu hati-hati betul supaya tidak kalah langkah dengan negara-negara lain dalam hal penanganan wirausaha dan UKM. Di Uni Eropa (UE), berdasarkan data dari European Commission 2005, dorongan untuk berwirausaha di sana rata-rata 30% dengan sekitar 40 dari 1.000 orang di Eropa bekerja di UKM sehingga UKM menyumbang tak kurang dari67% lapangan kerja dengan rata-rata nilai tambah (value added) 57,9%. Dalam perdagangan antarnegara anggota UE, UKM menyumbang 2,9% total produk.

Jerman yang saat ini ekonominya paling kuat di Eropa ternyata 99,5% perusahaannya terdiri atas UKM dan mempekerjakan lebih dari 60% tenaga kerja! Di Asia, kita bisa tengok Korea Selatan. Dari data Small and Medium Business Administration (pengelola UKM di sana), pada tahun 2011, 99,9% dari perusahaan yang dibentuk orang Korea Selatan adalah UKM. Jumlah ini meningkat terus dibandingkan tahuntahun sebelumnya dan saat ini menyumbang 86,9% lapangan kerja.

Di China, UKM menyumbang lebih dari 60% pendapatan negara, bahkan investasi mereka untuk aset tidak bergerak kini lebih besar daripada aset yang dimiliki BUMN. UKM di China dikenal gesit karena melaju dengan mengembangkan UKM berorientasi teknologi dan membuka ruang usaha di pusat keuangan seperti Beijing dan Shenzhen. Ini baru sekelumit contoh tentang betapa kita memandang remeh UKM, padahal di negara-negara lain UKM-lah yang membawa kejayaan ekonomi di banyak negara besar.

Kuncinya satu: pembinaan yang tepat dan menyeluruh, termasuk agar segenap kegiatan dan transaksi mereka tercatat. Pembinaan yang tepat membutuhkan, pertama-tama, pengelola yang kredibel dan terus beradaptasi dengan waktu; tak henti menyerap pelajaran dari pelaku UKM di Tanah Air dan berbagai penjuru dunia. Jika pengelolanya setara dengan kementerian, ada tantangan dalam hal adaptasi karena stafnya biasanya banyak, tetapi merupakan pegawai negeri yang cenderung cepat menciptakan zona aman bagi diri sendiri.

Di Korea Selatan, urusan UKM pernah dikelola Kementerian Perdagangan, Industri dan Energi sebelum akhirnya “dikeluarkan” sebagai badan terpisah yang punya kantorkantor dinas di provinsi. Konstruksi kantor Small and Medium Business Administration di Korea Selatan tadi diselaraskan dengan gerak dirjen-dirjen di Kantor Bappenas Korea. Kedua, program untuk UKM harus sensitif pada kelompok UKM yang punya inovasi berdaya jual tinggi sehingga kelompok ini harus dibantu dengan program paten dan sertifikasi (agar produknya diakui bermutu di tingkat internasional).

Di Malaysia, ada program 1- InnoCERT untuk mendorong UKM di sana masuk ke industri high-tech yang terdepan dalam hal inovasi. Bukan cuma dana yang digelontorkan, tetapi juga pendampingan dalam pengembangan inovasi, proses,dan model bisnis. Ketiga, UKM membutuhkan pendampingan penelitian. UKM punya kelebihan dalam hal kepekaan dan fleksibilitas dalam mengubah bentuk atau jenis produk sesuai dengan permintaan pasar, bahkan mereka bisa menciptakan pasar baru jika punya akses untuk melakukan survei pasar dan memengaruhi gaya hidup konsumennya.

Untuk itu mereka perlu dibantu dalam eksperimen dan pembuatan sistem produksi massal, termasuk juga teknik marketing. Di sini perlunya UKM didekatkan dengan perguruan tinggi dan sekolah kejuruan. Keempat, UKM membutuhkan jaminan hukum akan keberpihakan pemerintah. Korea Selatan termasuk yang cukup maju dalam hal ragam jaminan hukum yang secara khusus dirancang untuk melindungi UKM. Bagi mereka, UKM adalah cikal bakal konglomerasi sehingga perlu dilindungi sampai kuat bertarung sendiri dalam sistem pasar.

Untuk itu, mereka punya UU yang mendukung pembelian produk UKM oleh pemerintah dan membantu komputerisasi (sistem automatisasi) di UKM, UU yang membantu survei kebutuhan SDM di UKM termasuk untuk kerjasama dengan universitas, UU yang mendukung kelompok berkebutuhan khusus (cacat) untuk membuat UKM, dan masih banyak lagi.

Singkatnya, langkah pemerintah yang dicanangkan Wapres untuk menyederhanakan proses perizinan usaha, memberikan pelayanan 1 pintu, membuat sistem pelaporan pajak secara online, mempermudah tata cara balik nama kepemilikan tanah, pendirian bangunan, penyambungan layanan air minum dan telepon, kemudahan fasilitas kredit, memang patut diapresiasi.

Tapi ini baru awal. Harus ada sistem yang lebih berpihak lagi pada UKM dan khusus dirancang untuk membesarkan UKM dan membuatnya menjadi usaha resmi dan tercatat.

DINNA WISNU, PhD
Co-Founder & Direktur Pascasarjana Bidang Diplomasi, Universitas Paramadina
@dinnawisnu
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4772 seconds (0.1#10.140)