UU Ormas hidupkan paradigma orde baru
A
A
A
Sindonews.com - Pengaturan dalam pasal-pasal Undang-Undang (UU) Organisasi Masyarakat (Ormas), telah menunjukkan paradigma, dimana masyarakat sipil dipandang sebagai ancaman terhadap negara dan pemerintah sehingga terbentuklah aturan itu.
Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Indriaswati Dyah Saptaningrum. Menurutnya, pandangan ini sangat jelas bertentangan dengan realitas dan kontribusi nyata masyarakat sipil yang ditunjukkan semenjak proses transisi politik 1998.
“Paradigma yang dikukuhkan melalui keputusan DPR mengesahkan RUU ini jelas menghidupkan kembali paradigma yang sama yang berlaku pada masa orde baru,” tegas Indriaswati, di Jakarta, Rabu (3/7/2013).
Dia menjelaskan, padahal pasal-pasal yang diatur dalam UU Ormas itu jelas telah diatur oleh berbagai undang-undang lain. Kecuali pasal-pasal yang berisi pengetatan kontrol dan peningkatan sanksi pidana dan sanksi hukum lain.
"Melalui pengaturan ini, masyarakat sipil tak hanya akan berhadapan dengan alat represi negara melainkan juga gugatan dari pihak ketiga melalui sanksi perdata. Pasal-pasal ini jelas bermasalah karena tidak dirumuskan secara rigid dan tegas sehingga bersifat intepretatif dan lentur," ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pasal-pasal ini menambah panjang daftar ketetuan represif yang senada di berbagai undang-undang seperti UU ITE, Intelijen, dan Penanganan Konflik Sosial.
"Ketentuan tersebut jelas merupakan ancaman nyata bagi organisasi masyarakat yang bekerja untuk membongkar kasus korupsi, pelanggaran HAM, dan kekerasan oleh perangkat negara," pungkasnya.
Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Indriaswati Dyah Saptaningrum. Menurutnya, pandangan ini sangat jelas bertentangan dengan realitas dan kontribusi nyata masyarakat sipil yang ditunjukkan semenjak proses transisi politik 1998.
“Paradigma yang dikukuhkan melalui keputusan DPR mengesahkan RUU ini jelas menghidupkan kembali paradigma yang sama yang berlaku pada masa orde baru,” tegas Indriaswati, di Jakarta, Rabu (3/7/2013).
Dia menjelaskan, padahal pasal-pasal yang diatur dalam UU Ormas itu jelas telah diatur oleh berbagai undang-undang lain. Kecuali pasal-pasal yang berisi pengetatan kontrol dan peningkatan sanksi pidana dan sanksi hukum lain.
"Melalui pengaturan ini, masyarakat sipil tak hanya akan berhadapan dengan alat represi negara melainkan juga gugatan dari pihak ketiga melalui sanksi perdata. Pasal-pasal ini jelas bermasalah karena tidak dirumuskan secara rigid dan tegas sehingga bersifat intepretatif dan lentur," ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pasal-pasal ini menambah panjang daftar ketetuan represif yang senada di berbagai undang-undang seperti UU ITE, Intelijen, dan Penanganan Konflik Sosial.
"Ketentuan tersebut jelas merupakan ancaman nyata bagi organisasi masyarakat yang bekerja untuk membongkar kasus korupsi, pelanggaran HAM, dan kekerasan oleh perangkat negara," pungkasnya.
(maf)