Komunikasi terkoordinasi pascakenaikan harga BBM

Rabu, 26 Juni 2013 - 07:19 WIB
Komunikasi terkoordinasi...
Komunikasi terkoordinasi pascakenaikan harga BBM
A A A
Setelah harga bahan bakar minyak (BBM) naik, yang harus dikoordinasikan pemerintah seharusnya adalah ada komunikasi terbuka kepada publik.

Selama ini pemerintah hampir tak pernah terbuka soal berapa sesungguhnya biaya produksi dan distribusi BBM hingga menciptakan harga jual ke konsumen yang mereka istilahkan dengan harga keekonomian.

Pemerintah juga dianggap malas menjawab mengapa setiap tahun impor minyak dan impor BBM kita terus bertambah, yang ikut menyebabkan anggaran negara ini membengkak.

Jangan sampai pemerintah berjalan dengan kebijakannya sendiri dan masyarakat pun berusaha berkreasi dengan pemahaman mereka sendiri sehingga dua elemen yang harusnya menyatu dan saling mendukung ini akhirnya berjalan sendiri-sendiri dan saling tidak memahami.

Padahal komunikasi harus terkoordinasi, pemerintah seharusnya bukan hanya memasang iklan besar-besaran di berbagai media tentang pentingnya kenaikan BBM demi kelangsungan bangsa atau membentuk crisis center untuk menjamin stabilitas harga kebutuhan pokok.

Namun, yang lebih penting lagi, pemerintah seharusnya membentuk pusat komunikasi yang bertujuan tersedianya informasi terbuka tentang kenaikan harga BBM agar masyarakat memahami dan ada persamaan persepsi tentang kenaikan harga BBM.

Dengan begitu, masyarakat tak mudah bergolak dengan aksi demo atau melakukan penimbunan BBM. Kesimpangsiuran informasi akan mengakibatkan kegelisahan bagi masyarakat.

Kesimpangsiuran dan tak ada koordinasi komunikasi dari pemerintah dan para menterinya yang berbeda-beda dalam memberi informasi membuat masyarakat kebingungan yang akhirnya bereaksiataubertindaksesuaipemahamannya masing-masing. Maka yang terjadi sebelum harga BBM naik, harga segala kebutuhan pokok yang ada di pasar sudah merangkak naik.

Para sopir angkutan umum seperti Metromini dan Kopaja sudah menaikkan tarifkepada para penumpangwalau aturan kenaikan tarif resmi belum diberlakukan oleh Pemerintah Provisi DKI Jakarta dan Organda.

Kondisi ini membuat rakyat semakin gigit jari dan mahasiswa serta kaum buruh melakukan aksi demo untuk menentang kenaikan harga BBM. Demo yang terjadi bukan hanya di Jakarta, bahkan hampir di seluruh Indonesia. Mereka menyerukan ingin menggulingkan pemerintahan SBY yang dianggap tidak bisa mengurus negara dan hanya membuat kebijakan yang membuat rakyat semakin sengsara.

Demo yang dilakukan mahasiswa awalnya demo damai. Karena dirasa tidak ada tanggapan berarti dari pemerintah, mahasiswa mulai bertindak anarkistis dengan merusak fasilitas umum, bahkan menyerang polisi. Ketika harga BBM akhirnya dinaikkan, demo kian meluas.

Tak mengejutkan kalau menurut hasil survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI), 79,21 persen rakyat tak setuju harga BBM dinaikkan. Ini tentu menjadi pekerjaan yang berat bagi pemerintah agar rakyat tak bergolak terus.

Sayangnya, pemerintah dianggap hanya fokus pada Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang nyatanya tak mampu meredam kegelisahan masyarakat.

Perlu koordinasi komunikasi

Koordinasi komunikasi antara pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan karena teori coordinated management of meaning (CMM), yang dikembangkan oleh Barnett dan Vernon Cronen, menyatakan bahwa orang cenderung membuat interpretasi dan bertindak berdasarkan aturan-aturan sendiri.

Individu-individu dalam situasi sosial pertama-tama ingin memahami apa yang sedang terjadi dan menerapkan aturan-aturan untuk mengetahui segala sesuatu.

Mereka kemudian bertindak atas dasar pemahaman mereka dengan menggunakan aturan-aturan untuk memutuskan jenis tindakan apa yang sesuai.

Secara umum teori ini merujuk bagaimana individu-individu menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dan bagaimana aturanaturan tersebut terjalin dalam sebuah dialog di mana makna senantiasa dikoordinasikan.

Aturan-aturan memberi kita sebuah rasa bagaimana interpretasi dan tindakan tampak logis atau sesuai dalam situasi tertentu. Rasa ini disebut dengan daya logika karena orang berperilaku dengan cara yang konsisten dengan aturan-aturan mereka. Aturan-aturan memberikan sebuahdaya logikauntukbertindak dengan cara-cara tertentu.

Ada empat jenis daya logika yang bekerja dalam komunikasi, pertama prefigurative (contoh terdahulu) atau daya kausal, sebuah perkaitan pendahuluan dengan tindakan di mana individu- individu memandang dirinya berada di tengah tekanan untuk berperilaku dengan cara tertentu akibat ada kondisikondisi pendahuluan.

Jika individu berpikir bahwa sedang didorong untuk melakukan sesuatu, daya prefigurativesedang bermain di sana. Misalnya pemerintah mengatakan kepada rakyatnya bahwa harga BBM harus naik.

Kalau tidak naik, anggaran negara akan membengkak karena habis untuk subsidi. Selanjutnya adalah daya praktis adalah sebuah perkaitan tindakan dengan konsekuensi di mana pemerintah berperilaku dengan cara tertentu untuk mencapai suatu kondisi pada masa depan.

Misalnya pemerintah sangat percaya bahwa kalau harga BBM tidak naik, anggaran negara akan jeblok dan negara bisa bangkrut. Kemudian daya logika ketiga adalah kontekstual. Daya kontekstual adalah tekanan dan konteks.

Di sini pemerintah percaya bahwa tindakan atau interpretasi adalah bagian alamiah dari konteks. Misalnya pemerintah menganggap bahwa rakyat adalah bagian dari pemerintah sehinggaharusmematuhisegala aturan yang dibuatnya.

Akhirnya daya implikatif, tekanan untuk menjalin transformasi atau mengubah konteks dengan cara tertentu. Daya implikatif pemerintah diharuskan memainkan peranan misalnya jika kenaikan harga BBM dianggap bertentangan dengan keinginan rakyatnya.

Seharusnya pemerintah mengubah konteks sesuai harapan rakyatnya. Jadi menurut teori tersebut, seharusnya pemerintah memahami betul harapan masyarakat kalau ingin ada komunikasi yang terkoordinasi.

Masalah mendasar dalam komunikasi adalah ketika seorang individu memasuki sebuah interaksi, orang itu tidak mempunyaicara untukmengetahui persis aturan-aturan apa yang akan digunakan partisipan lainnya.

Karena itu, tugas utama dalam semua komunikasi adalah mencapaikomunikasidankemudian mempertahankan bentuk koordinasi.

Para komunikator tidakperlumenafsirkanbahwaapa yang sedang terjadi bisa diterima. Begitu pula pada peristiwa kenaikan harga BBM, seharusnya pemerintah jangan terlalu memaksakan pesan-pesannya harus bisa diterima oleh rakyat banyak.

HADIONO AFDJANI
Dekan FIKOM
Universitas Budi Luhur, Jakarta,
Doktor Ilmu Komunikasi UNPAD
(lns)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0696 seconds (0.1#10.140)