Indonesia dan APEC 2013
A
A
A
Pertemuan APEC 2013 akan digelar di Bali, Indonesia, Oktober mendatang. Ini kedua kalinya Indonesia menjadi tuan rumah dari pertemuan APEC.
Pertama kali Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan APEC adalah pada 1994. Tema besar yang diusung Indonesia dalam pertemuan APEC 2013 adalah “Resilient Asia Pacific, Engine of Global Growth”. Dengan tema itu Indonesia harus bisa membuat gravitas dunia “bergerak” ke Bali.
Bobot Strategis APEC
Hasil observasi komposisi anggota APEC ditemukan bobot strategis APEC. Yang dimaksud dengan bobot strategis di sini secara sederhana adalah resources yang dimiliki anggota APEC dan dapat dimanfaatkan secara sendiri maupun bersama- sama untuk kepentingan jangka panjang mereka. Dari 21 anggota APEC, empat di antaranya negara yang dianggap sebagai ekonomi terbesardiduniayaituAmerikaSerikat, China, Jepang, dan Rusia. Mereka ini sumber investasi, finansial, danteknologi.
Delapan di antaranya anggota G-20 yaitu AmerikaSerikat, Kanada, Jepang, Korea Selatan, China, Australia, Rusia, dan Indonesia. Tujuh di antaranya anggota ASEAN yaitu Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina, Brunei Darusallam, dan Vietnam. Mereka pasar menggiurkan. Delapan di antaranya negara tujuan investasi para investor global yaitu China, Korea Selatan, Thailand, Peru, Malaysia, Chile, Rusia, dan Indonesia.
Tujuh di antara mitra strategis Indonesia yaitu Amerika Serikat, China, Rusia, Australia, Korea Selatan, Jepang, dan Vietnam. Melalui APEC, Indonesia dapat memperkuat jaringan bilateralnya. Empat di antaranya negara besar di Asia-Pasifik yaitu Amerika Serikat, China, Jepang, dan Rusia. Mereka ini dianggap memiliki kapabilitas menjaga perdamaian dan keamanan kawasan, suatu kapabilitas yang tidak dimiliki anggota APEC lainnya.
Bobot strategis APEC lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah keberadaan empat negara yang memiliki sumber energi terbesar dunia (minyak, batu bara, dan gas alam) yaitu Amerika Serikat, Rusia, Kanada, dan China. Mereka berperan sebagai pemasok sumber pembangunan industri.
Dalam APEC juga ditemukan lima kawasan yang masingmasing memiliki nilai strategis untuk mereka secara sendirisendiri maupun kolektif yaitu Asia Tenggara, Amerika Utara, Amerika Latin, Asia Timur, Pasifik Barat Daya, dan Eropa Timur. Dengan memahami bobot strategis APEC, dapat diketahui ke arah mana APEC akan bergerak.
Perspektif Geoekonomi
Jika dilihat dari perspektif ekonomi, tampak bahwa anggota inti APEC berasal dari tiga kawasan yaitu Asia Timur, Asia Tenggara, dan Amerika Utara. Tiga kawasan ini masing-masing memiliki ekonomi kunci (key economies) yang dalam praktikknya saling bergantung dan saling bersaing. Dalam konteks APEC, para ekonomi itu memang berperan sebagai mesin pertumbuhan global dalam pencapaian tujuantujuan APEC.
Namun, “resilient” itu menjadi tidak memiliki efek terhadap kawasan Asia-Pasifik jika misalnya ekonomi kunci itu justru malah saling bersaing dan mengabaikan kepentingan bersama APEC. Dalam geoekonomi berlaku “trade follows the flag”. Jika misalnya anggota APEC ternyata lebih mengedepankan keunggulan atau kelebihannya dari bobot strategis di atas, Asia- Pasifik bukan hanya akan menjadi rawan terhadap konflik-konflik bilateral, dan karena itu tidak lagi memiliki “resilient”, tetapi juga Asia-Pasifik dipastikan akan kehilangan perannya sebagai “engine of global growth”.
Samuel Huntington (1993) pernah mengajukan hipotesis bahwa konflik utama yang melibatkan Amerika Serikat dan negara-negara besar lain akan lebih banyak terjadi dalam bidang ekonomi daripada bidangbidang lain. Hipotesis Huntington itu bisa menjadi kenyataan jika anggota APEC gagal mencegah forum itu menjadi ajang konflik antara negara dan ekonomi terbesar di dunia. Konsekuensinya, Asia-Pasifik akan terfragmentasi dan tidak lagi “resilient”.
Perspektif Geopolitik
Tema yang diusung oleh Indonesia dalam pertemuan APEC 2013 yaitu “Resilient Asia- Pacific: The Engine of Global Growth” memang kelihatan seksi karena dua alasan. Pertama, tema itu sebuah pengakuan bahwa kawasan Asia- Pasifik merupakan 60% dari kegiatan perdagangan dunia dan penggerak pertumbuhan dunia.
Kedua, kawasan Asia- Pasifik memiliki sesuatu yang dibutuhkan oleh hampir semua bagian di dunia yaitu termasuk, tetapi tidak terbatas pada investasi, finansial, teknologi, dan teknologi. Namun, jika saja ada negara besar yang karena tuntutan geopolitiknya mengharuskannya mengambil kebijakan politik unilateral yang malah bertentangan dengan kepentingan anggota APEC,
Niat Indonesia untuk membuat kawasan Asia- Pasifik memiliki ketangguhan dan menjadi mesin pertumbuhan global sulit menjadi kenyataan. Dengan kata lain, bukan tidak mungkin APEC akan berubah menjadi forum yang didominasi negara-negara besar tersebut dan APEC akan digiring ke arah pemenuhan kepentingan-kepentingan geopolitik mereka.
Perspektif Geostrategi
Dalam konteks ini, geostrategi dipandang sebagai kebijakan luar negeri negaranegara anggota APEC tertentu untuk memproyeksikan kekuatan ekonomi maupun diplomatik pada salah satu dari kawasan-kawasan dari mana anggota APEC berasal. Akibatnya mereka harus fokus hanya pada bidang politik atau ekonomi atau militer di kawasankawasan tertentu.
Jika saja anggota APEC memperlihatkan indikasi ke arah itu, kemungkinan APEC menjadi forum kompetisi sumber daya (resources) lebih besar daripada menjadi forum untuk membangun kerja sama dalam eksplorasi sumber daya. Akibatnya, kohesivitas APEC akan terongrong dan berada di bawah kendali geostrategi negara-negara dari kawasan tertentu. Makna geostrategi dari tema yang diusung oleh Indonesia yaitu “Resilient Asia-Pacific: The Engine of Global Growth” adalah bahwa gagasan Resilient Asia-Pacificmengandung pesan upaya bersama anggota APEC untuk membuat Asia-Pasifik memiliki ketangguhan terhadap guncangan-guncangan ekonomi.
Tetapi, misi APEC semacam itu tidak akan memiliki efek praktis jika kawasan dari mana anggota APEC berasal tidak mampu menjaga daya tahan mereka sendiri dan ini bisa menggerogoti ketangguhan kawasan Asia-Pasifik. Misi “Engine of Global Growth” memberi kesan ada harapan bahwa kawasan Asia-Pasifik akan menjadi mesin pertumbuhan global.
Dari perspektif geostrategi, pencapaian misi semacam itu akan ditentukan oleh kemampuan anggota APEC menjaga stabilitas kawasan dari kemungkinan guncangan-guncangan ekonomi dan politik. Bobot strategis APEC seperti dijelaskan di atas membawa konsekuensi positif maupun negatif terhadap profil APEC. Karena itu, realisasi program-program APEC 2103 di bawah tema di atas mungkin saja bisa tidak jalan jika Indonesia sebagai “promotor” tidak maksimal dalam menggerakkan “capital” yang dimiliki APEC untuk mencapai tiga sasaran di atas.
Meskipun kini Indonesia menjadi ketua APEC dan tema APEC 2013 itu cukup bagus, Indonesia tidak bisa menghindari dari kemungkinan kegagalan pelaksanaan hasilhasil pertemuan APEC itu akibat persinggungan kepentingan-kepentingan geoekonomi, geopolitik, dan geostrategi dari anggota APEC , khususnya negara- negara besar. Ini test case terbesar yang akan dihadapi Indonesia dalam posisinya sebagai ketua APEC 2013.
BANTARTO BANDORO
Pengajar pada Fakultas Strategi Pertahanan,
Universitas Pertahanan Indonesia
Pertama kali Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan APEC adalah pada 1994. Tema besar yang diusung Indonesia dalam pertemuan APEC 2013 adalah “Resilient Asia Pacific, Engine of Global Growth”. Dengan tema itu Indonesia harus bisa membuat gravitas dunia “bergerak” ke Bali.
Bobot Strategis APEC
Hasil observasi komposisi anggota APEC ditemukan bobot strategis APEC. Yang dimaksud dengan bobot strategis di sini secara sederhana adalah resources yang dimiliki anggota APEC dan dapat dimanfaatkan secara sendiri maupun bersama- sama untuk kepentingan jangka panjang mereka. Dari 21 anggota APEC, empat di antaranya negara yang dianggap sebagai ekonomi terbesardiduniayaituAmerikaSerikat, China, Jepang, dan Rusia. Mereka ini sumber investasi, finansial, danteknologi.
Delapan di antaranya anggota G-20 yaitu AmerikaSerikat, Kanada, Jepang, Korea Selatan, China, Australia, Rusia, dan Indonesia. Tujuh di antaranya anggota ASEAN yaitu Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina, Brunei Darusallam, dan Vietnam. Mereka pasar menggiurkan. Delapan di antaranya negara tujuan investasi para investor global yaitu China, Korea Selatan, Thailand, Peru, Malaysia, Chile, Rusia, dan Indonesia.
Tujuh di antara mitra strategis Indonesia yaitu Amerika Serikat, China, Rusia, Australia, Korea Selatan, Jepang, dan Vietnam. Melalui APEC, Indonesia dapat memperkuat jaringan bilateralnya. Empat di antaranya negara besar di Asia-Pasifik yaitu Amerika Serikat, China, Jepang, dan Rusia. Mereka ini dianggap memiliki kapabilitas menjaga perdamaian dan keamanan kawasan, suatu kapabilitas yang tidak dimiliki anggota APEC lainnya.
Bobot strategis APEC lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah keberadaan empat negara yang memiliki sumber energi terbesar dunia (minyak, batu bara, dan gas alam) yaitu Amerika Serikat, Rusia, Kanada, dan China. Mereka berperan sebagai pemasok sumber pembangunan industri.
Dalam APEC juga ditemukan lima kawasan yang masingmasing memiliki nilai strategis untuk mereka secara sendirisendiri maupun kolektif yaitu Asia Tenggara, Amerika Utara, Amerika Latin, Asia Timur, Pasifik Barat Daya, dan Eropa Timur. Dengan memahami bobot strategis APEC, dapat diketahui ke arah mana APEC akan bergerak.
Perspektif Geoekonomi
Jika dilihat dari perspektif ekonomi, tampak bahwa anggota inti APEC berasal dari tiga kawasan yaitu Asia Timur, Asia Tenggara, dan Amerika Utara. Tiga kawasan ini masing-masing memiliki ekonomi kunci (key economies) yang dalam praktikknya saling bergantung dan saling bersaing. Dalam konteks APEC, para ekonomi itu memang berperan sebagai mesin pertumbuhan global dalam pencapaian tujuantujuan APEC.
Namun, “resilient” itu menjadi tidak memiliki efek terhadap kawasan Asia-Pasifik jika misalnya ekonomi kunci itu justru malah saling bersaing dan mengabaikan kepentingan bersama APEC. Dalam geoekonomi berlaku “trade follows the flag”. Jika misalnya anggota APEC ternyata lebih mengedepankan keunggulan atau kelebihannya dari bobot strategis di atas, Asia- Pasifik bukan hanya akan menjadi rawan terhadap konflik-konflik bilateral, dan karena itu tidak lagi memiliki “resilient”, tetapi juga Asia-Pasifik dipastikan akan kehilangan perannya sebagai “engine of global growth”.
Samuel Huntington (1993) pernah mengajukan hipotesis bahwa konflik utama yang melibatkan Amerika Serikat dan negara-negara besar lain akan lebih banyak terjadi dalam bidang ekonomi daripada bidangbidang lain. Hipotesis Huntington itu bisa menjadi kenyataan jika anggota APEC gagal mencegah forum itu menjadi ajang konflik antara negara dan ekonomi terbesar di dunia. Konsekuensinya, Asia-Pasifik akan terfragmentasi dan tidak lagi “resilient”.
Perspektif Geopolitik
Tema yang diusung oleh Indonesia dalam pertemuan APEC 2013 yaitu “Resilient Asia- Pacific: The Engine of Global Growth” memang kelihatan seksi karena dua alasan. Pertama, tema itu sebuah pengakuan bahwa kawasan Asia- Pasifik merupakan 60% dari kegiatan perdagangan dunia dan penggerak pertumbuhan dunia.
Kedua, kawasan Asia- Pasifik memiliki sesuatu yang dibutuhkan oleh hampir semua bagian di dunia yaitu termasuk, tetapi tidak terbatas pada investasi, finansial, teknologi, dan teknologi. Namun, jika saja ada negara besar yang karena tuntutan geopolitiknya mengharuskannya mengambil kebijakan politik unilateral yang malah bertentangan dengan kepentingan anggota APEC,
Niat Indonesia untuk membuat kawasan Asia- Pasifik memiliki ketangguhan dan menjadi mesin pertumbuhan global sulit menjadi kenyataan. Dengan kata lain, bukan tidak mungkin APEC akan berubah menjadi forum yang didominasi negara-negara besar tersebut dan APEC akan digiring ke arah pemenuhan kepentingan-kepentingan geopolitik mereka.
Perspektif Geostrategi
Dalam konteks ini, geostrategi dipandang sebagai kebijakan luar negeri negaranegara anggota APEC tertentu untuk memproyeksikan kekuatan ekonomi maupun diplomatik pada salah satu dari kawasan-kawasan dari mana anggota APEC berasal. Akibatnya mereka harus fokus hanya pada bidang politik atau ekonomi atau militer di kawasankawasan tertentu.
Jika saja anggota APEC memperlihatkan indikasi ke arah itu, kemungkinan APEC menjadi forum kompetisi sumber daya (resources) lebih besar daripada menjadi forum untuk membangun kerja sama dalam eksplorasi sumber daya. Akibatnya, kohesivitas APEC akan terongrong dan berada di bawah kendali geostrategi negara-negara dari kawasan tertentu. Makna geostrategi dari tema yang diusung oleh Indonesia yaitu “Resilient Asia-Pacific: The Engine of Global Growth” adalah bahwa gagasan Resilient Asia-Pacificmengandung pesan upaya bersama anggota APEC untuk membuat Asia-Pasifik memiliki ketangguhan terhadap guncangan-guncangan ekonomi.
Tetapi, misi APEC semacam itu tidak akan memiliki efek praktis jika kawasan dari mana anggota APEC berasal tidak mampu menjaga daya tahan mereka sendiri dan ini bisa menggerogoti ketangguhan kawasan Asia-Pasifik. Misi “Engine of Global Growth” memberi kesan ada harapan bahwa kawasan Asia-Pasifik akan menjadi mesin pertumbuhan global.
Dari perspektif geostrategi, pencapaian misi semacam itu akan ditentukan oleh kemampuan anggota APEC menjaga stabilitas kawasan dari kemungkinan guncangan-guncangan ekonomi dan politik. Bobot strategis APEC seperti dijelaskan di atas membawa konsekuensi positif maupun negatif terhadap profil APEC. Karena itu, realisasi program-program APEC 2103 di bawah tema di atas mungkin saja bisa tidak jalan jika Indonesia sebagai “promotor” tidak maksimal dalam menggerakkan “capital” yang dimiliki APEC untuk mencapai tiga sasaran di atas.
Meskipun kini Indonesia menjadi ketua APEC dan tema APEC 2013 itu cukup bagus, Indonesia tidak bisa menghindari dari kemungkinan kegagalan pelaksanaan hasilhasil pertemuan APEC itu akibat persinggungan kepentingan-kepentingan geoekonomi, geopolitik, dan geostrategi dari anggota APEC , khususnya negara- negara besar. Ini test case terbesar yang akan dihadapi Indonesia dalam posisinya sebagai ketua APEC 2013.
BANTARTO BANDORO
Pengajar pada Fakultas Strategi Pertahanan,
Universitas Pertahanan Indonesia
(mhd)