Modus pelemahan KPK
A
A
A
PEMBOCORAN Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) KPK baru-baru ini menjadi bukti bahwa upaya pelemahan KPK memang tak pernah berhenti. Hikmah lainnya, warga bangsa juga diingatkan bahwa selama kekuasaaan dan penguasa tak bisa menahan diri, mewujudkan KPK yang bersih dan independen adalah mission impossible.
Khalayak masih menunggu hasil investigasi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) atas kasus pemalsuan ataupun pembocoran Sprindik itu. Tak sekadar hasil investigasinya, khalayak juga ingin melihat bagaimana cara KPK mentuntaskan kasus ini, utamanya terhadap para pelaku pemalsu atau pembocoran itu.
Selain mengungkap pelaku pemalsu dan pembocoran, aspek lain yang juga penting dan menarik untuk diketahui khalayak adalah motif pemalsu dan pembocoran sprindik itu. Sekadar mengacaukan proses hukum atau bermotif politik? Melalui hasil investigasi itu, khalayak sangat berharap KPK bersedia memaparkan motif para pelaku pemalsu dan pembocoran Sprindik itu. Kasus ini sudah mempermalukan KPK. Karena itu, apa pun temuan KPK dari investigasi itu, jangan satu pun ditutup-tutupi. Biarkan masyarakat tahu dan mengenal sosok-sosok yang berupaya melemahkan dan memperburuk citra KPK.
Bagaimana pun, pembocoran Sprindik KPK itu sulit dipisahkan dari pernyataan Presiden bernada imbauan kepada KPK tentang percepatan kejelasan status hukum Anas. Memang, tidak ada paksaan atau tekanan kepada KPK dari pernyataan itu. Akan tetapi, karena pernyataan itu disuarakan oleh seorang presiden yang kebetulan menjabat Ketua dewan Pembina partai politik, pemaknaan atau tafsirnya bisa melebar ke mana-mana.
Pernyataan presiden seperti itu memang patut disesalkan Karena presiden terkesan tidak bisa menahan diri. Kalau imbauan itu disuarakan seorang menteri, gubernur atau pengusaha, sudah pasti dianggap angin lalu. Demikian pentingnya persoalan internal partai yang dibinanya sehingga presiden melakukan himbauan itu, sementara terhadap sejumlah kasus hukum yang merugikan rakyat dan negara, presiden terkesan minimalis. Misalnya kasus Bank Century yang melibatkan Wakil Presiden Boediono yang sudah berjalan tiga tahun.
Akibatnya, pihak tertentu yang berseberangan dengan Anas, atau pihak yang sekadar ingin menyenangkan dan membantu presiden, akan mengolah pernyataan presiden itu sedemikian rupa. Sebab, dari pernyataan bernada imbauan itu, terbersit minat atau kehendak presiden. Maka, terjadilah pemalsuan atau pembocoran sprindik itu. Dengan berupaya memalsukan atau membocorkan Sprindik Anas, pihak-pihak tertentu itu merasa sudah membantu dan menyenangkan presiden.
Sudah barang tentu Presiden tidak pernah mengeluarkan perintah kepada para stafnya untuk mencari tahu Sprindik KPK atas status hukum Anas. Karena itu, khalayak pun percaya pada penjelasan kantor presiden mengenai posisi Presiden dalam kasus ini. Akan tetapi, tidak semua orang mau percaya begitu saja dengan penjelasan tersebut.
Modus lain
Karena sprindik yang dipalsukan tahu dibocorkan itu bersumber dari dokumen asli KPK, masyarakat sudah mendapat gambaran tentang status hukum Anas. Dokumen sprindik itu menegaskan Anas sebagai tersangka karena menerima gratifikasi berupa mobil Toyota Harrier saat masih menjabat anggota DPR.
Dengan demikian, pemalsu atau pembocoran ini benar-benar mempersulit posisi KPK. Di satu sisi, KPK seperti sudah ‘dipaksa’ untuk tidak boleh mengubah muatan Sprindik. Padahal, menurut Adnan Pandupradja, sprindik Anas belum layak diterbitkan karena belum ada gelar perkara yang dihadiri semua pimpinan KPK. Kalau dari gelar perkara itu pimpinan KPK sepakat menerbitkan Sprindik, bisa dikatakan tidak ada kegaduhan karena Sprindik Anas memang sudah diperkirakan. Tentu, akan sangat merepotkan jika pimpinan KPK belum bersepakat menerbitkan Sprindik pasca gelar perkara.
Bagaimana pun, kasus dugaan pemalsuan atau pembocoran sprindik berdampak buruk bagi KPK. Sempat muncul anggapan bahwa KPK sudah berhasil diintervensi penguasa. Kalimat ekstrimnya, KPK sudah dijadikan alat politik oleh penguasa. Boleh jadi, ketika tiba saatnya nanti KPK secara resmi mengeluarkan sprindik dimaksud, anggapan seperti ini tidak akan hilang begitu saja.
Karena itu, sangat penting bagi pimpinan KPK untuk selalu menyadari bahwa upaya merusak kredibilitas, reputasi dan soliditas kepemimpinan KPK tak akan berhenti pada modus pemalsuan atau pembocoran Sprindik. Sejalan dengan meningkatnya kualitas independensi dan ketajaman pisau KPK, upaya untuk melemahkan dan menghancurkan KPK akan terus berlanjut dengan modus-modus lain.
Belajar dari kasus pemalsuan atau pembocoran sprindik, kewaspadan pimpinan KPK menjadi sebuah keharusan. Sebab upaya pelemahan dan penghancuran KPK tidak hanya bersumber dari kekuatan eksternal, melainkan juga bisa bersumber dari internal KPK sendiri yang berkonspirasi dengan pihak eksternal.
Di negeri yang sarat praktik korupsi seperti Indonesia, institusi seperti KPK akan selalu menjadi sasaran tembak. Rongrongan tidak hanya datang dari komunitas koruptor, melainkan juga dari oknum penguasa. Oleh Karena itu, mewujudkan KPK yang bersih dan independen ibarat pekerjaan mulia yang harus diwujudkdan kendati tantangan sangat berat.
Itulah pentingnya pimpinan KPK selalu waspada. Selain waspada, tak kalah pentingnya adalah segera memperbaiki manajemen. Kalau sprindik bisa dipalsukan atau dibocorkan, itu pertanda kekuatan di luar yang ingin memperlemah KPK sudah mulai bermain.
Selain memuat agenda kepentingan politik, kasus pemalsuan atau pembocoran sprindik merupakan modus lain dari upaya melemahkan sekaligus merusak soliditas kepemimpinan KPK. Oleh karena taruhannya adalah reputasi dan kredibilitas, KPK harus berani dan mampu menuntaskan kasus ini tanpa kompromi dan tanpa toleransi.
Siapa pun orangnya yang terlibat harus ditindak tegas, dengan sanksi maksimal agar tumbuh efek jera. Untuk memenuhi tuntutan trasparansi, saya mendesak agar hasil investigasi internal dipaparkan kepada publik.
Bambang Soesatyo
Anggota Komisi III DPR RI
Presidium KAHMI 2012-2017
Khalayak masih menunggu hasil investigasi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) atas kasus pemalsuan ataupun pembocoran Sprindik itu. Tak sekadar hasil investigasinya, khalayak juga ingin melihat bagaimana cara KPK mentuntaskan kasus ini, utamanya terhadap para pelaku pemalsu atau pembocoran itu.
Selain mengungkap pelaku pemalsu dan pembocoran, aspek lain yang juga penting dan menarik untuk diketahui khalayak adalah motif pemalsu dan pembocoran sprindik itu. Sekadar mengacaukan proses hukum atau bermotif politik? Melalui hasil investigasi itu, khalayak sangat berharap KPK bersedia memaparkan motif para pelaku pemalsu dan pembocoran Sprindik itu. Kasus ini sudah mempermalukan KPK. Karena itu, apa pun temuan KPK dari investigasi itu, jangan satu pun ditutup-tutupi. Biarkan masyarakat tahu dan mengenal sosok-sosok yang berupaya melemahkan dan memperburuk citra KPK.
Bagaimana pun, pembocoran Sprindik KPK itu sulit dipisahkan dari pernyataan Presiden bernada imbauan kepada KPK tentang percepatan kejelasan status hukum Anas. Memang, tidak ada paksaan atau tekanan kepada KPK dari pernyataan itu. Akan tetapi, karena pernyataan itu disuarakan oleh seorang presiden yang kebetulan menjabat Ketua dewan Pembina partai politik, pemaknaan atau tafsirnya bisa melebar ke mana-mana.
Pernyataan presiden seperti itu memang patut disesalkan Karena presiden terkesan tidak bisa menahan diri. Kalau imbauan itu disuarakan seorang menteri, gubernur atau pengusaha, sudah pasti dianggap angin lalu. Demikian pentingnya persoalan internal partai yang dibinanya sehingga presiden melakukan himbauan itu, sementara terhadap sejumlah kasus hukum yang merugikan rakyat dan negara, presiden terkesan minimalis. Misalnya kasus Bank Century yang melibatkan Wakil Presiden Boediono yang sudah berjalan tiga tahun.
Akibatnya, pihak tertentu yang berseberangan dengan Anas, atau pihak yang sekadar ingin menyenangkan dan membantu presiden, akan mengolah pernyataan presiden itu sedemikian rupa. Sebab, dari pernyataan bernada imbauan itu, terbersit minat atau kehendak presiden. Maka, terjadilah pemalsuan atau pembocoran sprindik itu. Dengan berupaya memalsukan atau membocorkan Sprindik Anas, pihak-pihak tertentu itu merasa sudah membantu dan menyenangkan presiden.
Sudah barang tentu Presiden tidak pernah mengeluarkan perintah kepada para stafnya untuk mencari tahu Sprindik KPK atas status hukum Anas. Karena itu, khalayak pun percaya pada penjelasan kantor presiden mengenai posisi Presiden dalam kasus ini. Akan tetapi, tidak semua orang mau percaya begitu saja dengan penjelasan tersebut.
Modus lain
Karena sprindik yang dipalsukan tahu dibocorkan itu bersumber dari dokumen asli KPK, masyarakat sudah mendapat gambaran tentang status hukum Anas. Dokumen sprindik itu menegaskan Anas sebagai tersangka karena menerima gratifikasi berupa mobil Toyota Harrier saat masih menjabat anggota DPR.
Dengan demikian, pemalsu atau pembocoran ini benar-benar mempersulit posisi KPK. Di satu sisi, KPK seperti sudah ‘dipaksa’ untuk tidak boleh mengubah muatan Sprindik. Padahal, menurut Adnan Pandupradja, sprindik Anas belum layak diterbitkan karena belum ada gelar perkara yang dihadiri semua pimpinan KPK. Kalau dari gelar perkara itu pimpinan KPK sepakat menerbitkan Sprindik, bisa dikatakan tidak ada kegaduhan karena Sprindik Anas memang sudah diperkirakan. Tentu, akan sangat merepotkan jika pimpinan KPK belum bersepakat menerbitkan Sprindik pasca gelar perkara.
Bagaimana pun, kasus dugaan pemalsuan atau pembocoran sprindik berdampak buruk bagi KPK. Sempat muncul anggapan bahwa KPK sudah berhasil diintervensi penguasa. Kalimat ekstrimnya, KPK sudah dijadikan alat politik oleh penguasa. Boleh jadi, ketika tiba saatnya nanti KPK secara resmi mengeluarkan sprindik dimaksud, anggapan seperti ini tidak akan hilang begitu saja.
Karena itu, sangat penting bagi pimpinan KPK untuk selalu menyadari bahwa upaya merusak kredibilitas, reputasi dan soliditas kepemimpinan KPK tak akan berhenti pada modus pemalsuan atau pembocoran Sprindik. Sejalan dengan meningkatnya kualitas independensi dan ketajaman pisau KPK, upaya untuk melemahkan dan menghancurkan KPK akan terus berlanjut dengan modus-modus lain.
Belajar dari kasus pemalsuan atau pembocoran sprindik, kewaspadan pimpinan KPK menjadi sebuah keharusan. Sebab upaya pelemahan dan penghancuran KPK tidak hanya bersumber dari kekuatan eksternal, melainkan juga bisa bersumber dari internal KPK sendiri yang berkonspirasi dengan pihak eksternal.
Di negeri yang sarat praktik korupsi seperti Indonesia, institusi seperti KPK akan selalu menjadi sasaran tembak. Rongrongan tidak hanya datang dari komunitas koruptor, melainkan juga dari oknum penguasa. Oleh Karena itu, mewujudkan KPK yang bersih dan independen ibarat pekerjaan mulia yang harus diwujudkdan kendati tantangan sangat berat.
Itulah pentingnya pimpinan KPK selalu waspada. Selain waspada, tak kalah pentingnya adalah segera memperbaiki manajemen. Kalau sprindik bisa dipalsukan atau dibocorkan, itu pertanda kekuatan di luar yang ingin memperlemah KPK sudah mulai bermain.
Selain memuat agenda kepentingan politik, kasus pemalsuan atau pembocoran sprindik merupakan modus lain dari upaya melemahkan sekaligus merusak soliditas kepemimpinan KPK. Oleh karena taruhannya adalah reputasi dan kredibilitas, KPK harus berani dan mampu menuntaskan kasus ini tanpa kompromi dan tanpa toleransi.
Siapa pun orangnya yang terlibat harus ditindak tegas, dengan sanksi maksimal agar tumbuh efek jera. Untuk memenuhi tuntutan trasparansi, saya mendesak agar hasil investigasi internal dipaparkan kepada publik.
Bambang Soesatyo
Anggota Komisi III DPR RI
Presidium KAHMI 2012-2017
(hyk)