Politikus Perlu Manfaatkan Medsos Gaet Suara Anak Muda
loading...
A
A
A
JAKARTA - Digitalisasi mempermudah segala hal untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas, tak terkecuali para anak muda. Digitalisasi seakan menjadi kebutuhan sehari-hari untuk belajar, bekerja, hingga melakukan aktivitas lainnya.
Selain itu, digitalisasi juga kerap dipakai oleh para politikus untuk menaikkan popularitasnya. Menjelang Pemilu 2024 , banyak ditemukan para politikus memilih media sosial (medsos) sebagai alat kampanye. Hal tersebut dilakukan mulai dari level calon anggota legislatif, calon kepala daerah, hingga calon presiden.
Menanggapi fenomena ini, Dosen dan Analis Komunikasi Politik dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Silvanus Alvin mengatakan bahwa digitalisasi politik yang dilakukan para politikus tersebut sejatinya harus dan perlu dilakukan. Mengingat era saat ini, perkembangan teknologi di dunia sudah sangat masif.
"Kenapa saya menggunakan kata digitalisasi politik? Karena ada erat kaitannya dengan artificial intelligence (AI) juga. Kita harus take another life jadi lead berikutnya AI," kata Alvin dalam diskusi #PodcastAksiNyata Partai Perindo, Senin (18/9/2023).
Meski demikian, Alvin menerangkan, metode atau kampanye konvensional seperti baliho dan spanduk juga masih dibutuhkan para politikus. Hal itu lantaran populasi pemilih generasi X di Indonesia masih banyak.
"Harus hybrid. Karena kita masih ada generasinya. Misal generasi X dan cara lama seperti baliho spanduk efektif enggak? Masih. Misalnya juga di daerah yang agak timur misalnya. Di mana orang tidak semasif menggunakan TikTok atau Instagram. boleh enggak? Boleh," ujarnya.
Selain itu, kata Alvin, para politikus juga harus menyampaikan program kerja yang kerap disukai anak muda. Seperti misalnya, mengangkat tema lingkungan, pembangunan berkelanjutan, penegakan hukum, dan antikorupsi.
"Hal-hal seperti itu yang bisa menjadi pintu masuk politisi (kepada anak muda)," pungkasnya.
Selain itu, digitalisasi juga kerap dipakai oleh para politikus untuk menaikkan popularitasnya. Menjelang Pemilu 2024 , banyak ditemukan para politikus memilih media sosial (medsos) sebagai alat kampanye. Hal tersebut dilakukan mulai dari level calon anggota legislatif, calon kepala daerah, hingga calon presiden.
Menanggapi fenomena ini, Dosen dan Analis Komunikasi Politik dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Silvanus Alvin mengatakan bahwa digitalisasi politik yang dilakukan para politikus tersebut sejatinya harus dan perlu dilakukan. Mengingat era saat ini, perkembangan teknologi di dunia sudah sangat masif.
"Kenapa saya menggunakan kata digitalisasi politik? Karena ada erat kaitannya dengan artificial intelligence (AI) juga. Kita harus take another life jadi lead berikutnya AI," kata Alvin dalam diskusi #PodcastAksiNyata Partai Perindo, Senin (18/9/2023).
Meski demikian, Alvin menerangkan, metode atau kampanye konvensional seperti baliho dan spanduk juga masih dibutuhkan para politikus. Hal itu lantaran populasi pemilih generasi X di Indonesia masih banyak.
"Harus hybrid. Karena kita masih ada generasinya. Misal generasi X dan cara lama seperti baliho spanduk efektif enggak? Masih. Misalnya juga di daerah yang agak timur misalnya. Di mana orang tidak semasif menggunakan TikTok atau Instagram. boleh enggak? Boleh," ujarnya.
Selain itu, kata Alvin, para politikus juga harus menyampaikan program kerja yang kerap disukai anak muda. Seperti misalnya, mengangkat tema lingkungan, pembangunan berkelanjutan, penegakan hukum, dan antikorupsi.
"Hal-hal seperti itu yang bisa menjadi pintu masuk politisi (kepada anak muda)," pungkasnya.
(rca)