Dipecat DKPP, Evi Novida Ginting Kirim Surat Perlindungan Hukum ke Jokowi

Selasa, 24 Maret 2020 - 13:38 WIB
Dipecat DKPP, Evi Novida Ginting Kirim Surat Perlindungan Hukum ke Jokowi
Dipecat DKPP, Evi Novida Ginting Kirim Surat Perlindungan Hukum ke Jokowi
A A A
JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Evi Novida Ginting Manik mengaku telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memohon perlindungan hukum dan menunda penerbitan Keppres Tindak Lanjut dari Putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tanggal 18 Maret 2020. Evi sebelumnya diberikan sanksi pemberhentian secara tetap oleh DKPP terkait pengurusan perolehan suara Caleg DPRD Dapil Kalimantan Barat dari Partai Gerindra, Hendri Makaluasc.

Evi mengaku dirinya melaporkan ke Presiden Jokowi karena putusan DKPP tersebut sedang dalam upaya Administrasi Keberatan berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014. "Pengajuan upaya administratif keberatan ini sebagai langkah awal untuk menempuh upaya hukum Gugatan Tata Usaha Negara (PTUN) yang akan kami tempuh," ujar Evi dalam pers rilisnya, Selasa (24/3/2020). (Baca juga: Komisioner KPU Evi Novida Ginting Mengadu ke Presiden dan Ombudsman )

Selain upaya administratif keberatan, dirinya juga menginformasikan kepada Presiden Jokowibahwa dirinya sudah melaporkan kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terkait dugaan adanya tindakan maladministrasi dalam Putusan DKPP. Dimana ia meminta agar ORI menerbitkan rekomendasi kepada presiden untuk tidak melaksanakan Putusan DKPP tersebut.

Menurutnya, permintaan menunda pelaksanaan putusan DKPP karena adanya kekeliruan atau kekhilafan yang nyata dalam putusan DKPP, yaitu:

1. Pengadu Pelanggaran Kode Etik sudah mencabut pengaduan yang disampaikan pada persidangan pendahuluan tanggal 13 November 2019, oleh karena itu pengaduan Pengadu dinyatakan gugur dan batal demi hukum;

2. Akibat dari pencabutan pengaduan dan tidak hadirnya pengadu dalam sidang pemeriksaan, maka diartikan tidak ada lagi pihak yang dapat membuktikan sehingga proses pembuktian pada sidang pemeriksaan (sidang kedua) menjadi tidak sempurna dan cacat hukum.

3. Tindakan DKPP memeriksa dan memutus pengaduan pelanggaran kode etik yang sudah dicabut dan pengaduanya tidak hadir dalam sidang pemeriksaan, menjadi bukti nyata DKPP melanggar kewajibannya dalam Pasal 159 ayat 3 huruf c UU 7/2017 tentang Penyelenggara Pemilu, yang mengatur DKPP wajib bersikap PASIF dan tidak memanfaatkan kasus yang timbul untuk popularitas pribadi.

4. DKPP dalam putusannya telah melampaui kewenangan karena mengadili perbedaan penafsiran pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi. Saya selaku teradu VII dan anggota KPU RI lainnya tidak berwenang menafsirkan putusan Mahkamah Konstitusi dan hanya berkewajiban melaksanakan amar putusan Mahmakah Konstitusi apa adanya.

5. Rapat Pleno putusan DKPP diambil tidak memenuhi syarat dihadiri sedikitnya 5 anggota DKPP. Dalam putusan DKPP RI No. 317-PKE-DKPP/X/2019, tanggal 18 Maret 2020, tidak melaksanakan Pasal 36 ayat (2) Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2019 yang mewajibkan Pleno pengambilan Putusan dihadiri paling sedikit 5 (lima) orang anggota DKPP RI. Putusan DKPP RI ini hanya diambil oleh 4 (empat) anggota Majelis DKPP. (Baca Juga: Evi Novida Sebut Putusan DKPP Berlebihan dan Cacat Hukum)

"Berdasarkan poin-poin diatas, saya meminta presiden berkenan memberikan perlindungan hukum dan mempertimbangkan menunda penerbitan Keputusan Presiden sesuai dengan amar putusan DKPP," pungkasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2085 seconds (0.1#10.140)