Langkah Cepat dan Tepat

Senin, 16 Maret 2020 - 06:45 WIB
Langkah Cepat dan Tepat
Langkah Cepat dan Tepat
A A A
Prof. Candra Fajri Ananda Ph.D
Staf Khusus Menteri Keuangan RI


Ancaman novel coronavirus atau Covid-19 kian nyata. Virus tersebut telah sukses menyebarkan ketakutan yang nyata di seluruh penjuru dunia, terlebih setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan epidemi virus corona sebagai darurat global.

Wabah virus corona Covid-19 telah dikonfirmasi di lebih dari 100 negara. Sementara itu, jumlah kasus yang terkonfirmasi telah mencapai 109.835 kasus di berbagai belahan dunia. Situasi dunia kini semakin darurat. Dunia berupaya sekeras mungkin dalam mencegah penyebaran virus tersebut. Namun, tampaknya penyebaran Covid-19 semakin meluas.

Merebaknya novel coronavirus atau Covid-19 di seluruh penjuru dunia tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat, tetapi juga berdampak terhadap ekonomi dunia. Ancaman resesi global telah nyata muncul di depan mata. Ekonomi global diprediksi tumbuh hanya mencapai 3,3%. Angka ini terpangkas 0,1 hingga 0,2% karena virus korona.

Selain itu, turunnya kebutuhan minyak dunia terutama China yang kegiatan industrinya turun drastis hingga 30% karena dampak korona, menjadi salah satu alasan minyak dunia menjadi over-supply. Arab Saudi telah membanting harga minyak dari USD60 per barel menjadi lebih rendah USD30 per barel, belum lagi Rusia yang menolak untuk menurunkan produksi minyak agar harga tetap stabil membuat terjadi perang harga, hal ini juga berimbas catatan merah pada bursa saham global.

Guncangan Ekonomi bagi Indonesia

Dampak buruk akibat sebaran virus korona juga dirasakan oleh pasar keuangan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Data menunjukkan bahwa perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat 13 Maret 2020 mengalami penurunan. Terlihat indeks harga saham gabungan (IHSG) terpantau anjlok hingga menyentuh angka 5,02%. Penurunan tersebut juga terjadi pada saham Asia lainnya seperti Hang Seng turun 5,78%, disusul oleh KOSPI Korea turun 6,31%, KLCI Malaysia mengalami penurunan hingga 6,49%, Indeks Nikkei Jepang turun 8,23%, dan penurunan terendah dialami oleh Sensex India yang anjlok hingga 9,43%. Selain itu, sektor perbankan, consumer goods, properti, resources, dan konstruksi juga terpantau merah.

Besarnya efek virus korona telah berhasil memengaruhi aktivitas masyarakat, menurunkan produktivitas perusahaan, hingga berkembang ke pemutusan hubungan kerja sektor-sektor terdampak. Kelumpuhan aktivitas ekonomi mutlak dialami airlines, hotel, dan saat ini industri manufaktur karena disrupsi dari barang-barang supply chain. Wabah korona di China dalam beberapa bulan terakhir telah berdampak pada rantai pasok bahan baku dari China ke dunia termasuk Indonesia. Langkah pemerintah melalui paket kebijakan untuk mendorong konsumsi dan menjaga sisi permintaan menjadi tidak efektif karena sisi supply terkoreksi.

Operasional bahan baku perusahaan baik dari dalam negeri maupun luar negeri kini telah terganggu. Asupan bahan baku yang semakin tidak lancar dan sulit, menyebabkan perusahaan melakukan antisipasi melalui penurunan produksi. Jika hal itu terjadi maka perlu alert untuk inflasi yang bisa jadi akan mengalami peningkatan karena produksi tidak dapat memenuhi jumlah demand.

Pemerintah Indonesia menyebut bahwa menghadapi efek virus korona atau Covid-19 lebih rumit ketimbang krisis keuangan global pada 2008. Virus korona tak hanya berdampak pada kesehatan manusia, tetapi juga berdampak pada psikologis masyarakat. Faktor psikologis dan ekspektasi yang sangat negatif yang diadopsi oleh beberapa pelaku pasar mendorong pasar kian lesu tak berdaya. Begitu juga dengan panic buying yang sempat terjadi di awal virus korona masuk ke Indonesia menyebabkan permintaan meningkat tajam. Kenaikan permintaan tersebut berpotensi memicu kelangkaan barang yang bisa berakhir pada kenaikan harga.

Menjaga Guncangan Psikologis Masyarakat

Dampak lain yang juga cukup merusak pasar ketika psikologis masyarakat mulai terdampak ialah munculnya oknum yang sengaja memanfaatkan momentum atas kenaikan permintaan untuk mengerek harga lebih tinggi dengan menyimpan stok barang. Hal tersebut dapat merusak harga barang di pasar dan menimbulkan guncangan terhadap pembelian barang.

Kini saatnya pemerintah fokus untuk menjaga perekonomian kita agar tidak terperosok semakin dalam melalui ketersediaan pangan. Wabah virus korona yang kian meresahkan masyarakat menyebabkan sejumlah masyarakat berbondong-bondong menyerbu bahan pangan untuk menjaga ketersediaan pangan di rumah ataupun menjaga ketahanan tubuh diri sendiri, sehingga dapat dipastikan permintaan pangan akan meningkat drastis. Selama ini, bahan makanan merupakan penyumbang terbesar inflasi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Januari 2020, gejolak harga bahan makanan terhadap inflasi secara keseluruhan adalah 0,32%. Oleh sebab itu, pemerintah perlu memastikan kestabilan ketersediaan pangan dengan baik untuk menjaga perekonomian nasional.

Atas kondisi ini, pemerintah perlu mengambil langkah ekstra agar ekonomi Indonesia tidak terinfeksi virus korona. Langkah ekstra melalui kebijakan yang dapat diimplementasikan dalam jangka pendek hingga menengah. Pemerintah harus tetap menjaga kelancaran arus perdagangan di tengah ancaman virus korona. Pemerintah perlu memastikan pasokan barang kebutuhan industri tetap berjalan dan bebas dari paparan virus.

Langkah penting saat ini ialah memastikan semua komponen pemerintah memiliki semangat yang sama, yakni menstandarkan pelayanan kesehatan, mempersiapkan rumah sakit rujukan, termasuk memperbanyaknya baik rumah sakit swasta maupun milik pemerintah untuk memastikan keterjangkauan dan kecepatan pelayanan kesehatan. Melalui fasilitas yang baik dan penanganan yang tepat, pemerintah dapat menekan penyebaran virus dan menciptakan kepercayaan masyarakat. Saat ini yang dibutuhkan untuk membangun kepercayaan itu adalah memberikan informasi jelas kepada publik terkait virus korona.

Langkah lain yang perlu dilakukan pemerintah ialah menjaga koordinasi antar-K/L termasuk dengan pemerintah daerah (pemda). Koordinasi tersebut perlu dilakukan terutama dengan pemda yang daerahnya terdampak besar dengan destinasi wisata terbanyak. Hal itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, di mana pemerintah bersama pemda, masyarakat bertanggung jawab melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular serta akibat yang ditimbulkannya. Selain itu, pemda juga perlu secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi menular dan atau menyebar dalam waktu yang singkat, serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber penularan. Jangan sampai hanya karena masalah koordinasi, sosialisasi, membuat virus ini jadi lebih kuat daripada kita.

Covid-19 telah nyata di depan mata sebagai tantangan yang harus dihadapi bersama. Ancaman kesehatan, psikologis, hingga ekonomi kian memerlukan kesigapan pengendalian. Artinya, kini tak bisa pemerintah bergantung hanya pada kementerian tertentu, atau hanya pada pemerintah pusat. Perlu kebersamaan langkah berbagai instansi dari pusat hingga daerah untuk menjaga kekuatan nasional kita. Semoga!
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2239 seconds (0.1#10.140)