Menteri PPPA: Orang Tua dan Guru Jangan Gaptek
A
A
A
JAKARTA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mendorong orang tua dan guru tidak gagap teknologi (gaptek). Sehingga orang tua dan guru bisa terlibat aktif mengawasi anak saat menggunakan internet dan diharapkan dapat membantu mengantisipasi konten internet yang tidak sesuai bagi anak.
"Kami harapkan peran aktif para orang tua dan guru, karena orang tua dan guru merupakan pendidik dan pelindung utama bagi anak. Mudah-mudahan seperti harapan anak agar orang tua tidak gaptek dan bisa mengikuti perkembangan, sehingga kita bisa mengawasi anak-anak dalam berinternet," ujar Bintang dalam acara peluncuran 'Tangkas Berinternet' yang diselenggarakan Google Indonesia menyambut Hari Keamanan Berinternet Sedunia di Jakarta, Selasa (11/2/2020)
Bintang menyebutkan, masyarakat yang mengakses internet dari tahun ke tahun meningkat termasuk usia anak. "Berdasarkan data BPS (2018), 25,62% penduduk yang mengakses internet adalah anak usia 5-18 tahun. Tak bisa dipungkiri, saat ini kita hidup di era digital," katanya.
Apalagi, dia mengatakan dari data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dari tahun 2017 hingga 2019 jumlah kasus pengaduan anak terkait pornografi dan kejahatan online mencapai angka 1.940 anak. "Sementara itu, jumlah anak yang menjadi korban kejahatan seksual online sebanyak 329 anak. Sedangkan anak pelaku kejahatan seksual online sebanyak 299 anak," ujarnya. (Baca Juga: Hasil Riset sebut 52% Orang Tua Mengaku Gaptek).
Selain itu, dia mengungkapkan anak korban pornografi dari media sosial sebanyak 426 anak, anak pelaku kepemilikan media pornografi baik gambar maupun video sebanyak 316 anak, anak korban perundungan di media sosial sebanyak 281, dan anak pelaku perundungan di media sosial sebanyak 291 anak.
Dengan besarnya jumlah pengguna serta tingginya mobilitas pengguna dalam mengakses internet ini, Bintang menekankan perlu disertai kewaspadaan semua pihak atas risiko yang ditimbulkan. "Internet akan bermanfaat khususnya bagi anak-anak kita kalau itu dimanfaatkan secara positif. Itu akan membantu mereka dalam hal belajar dan mengembangkan dirinya. Tapi juga ada hal-hal yang rentan terjadi pada anak-anak yang perlu kita waspadai," jelasnya. (Baca Juga: Pemerintah Canangkan Kawasan Bebas Pornografi Anak).
"Kemudahan yang ditawarkan internet memungkinkan mereka untuk belajar lebih banyak, mengeksplorasi dunia dengan lebih luas, dan memperoleh lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan diri. Di sisi lain pengembangan teknologi informasi membuat anak rentan terhadap berbagai isu baru yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya."
Pada kesempatan itu, Bintang mengapresiasi program yang diluncurkan Google Indonesia karena ikut mendorong peran serta orang tua dan guru. Terkait pemanfaatan internet, ia juga menyampaikan pesan khusus kepada anak Indonesia. "Mudah-mudahan internet ini dimanfaatkan sebaik mungkin dalam hal positif dan bermanfaat bagi pengembangan dirinya."
Sementara itu, Kepala Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah dari Google Indonesia Puteri Alam mengatakan, satu dari tiga pengguna internet adalah anak-anak. Oleh sebab itu, Google meluncurkan 'Tangkas Berinternet' sebagai program literasi digital dan keamanan online guna meningkatkan ketahanan berinternet pada anak.
"Tangkas berinternet menyediakan konten berbasis web yang dapat membantu mengajarkan konsep literasi digital dan keamanan online kepada anak-anak dengan bantuan guru dan orang tua," kata Puteri.
"Kami harapkan peran aktif para orang tua dan guru, karena orang tua dan guru merupakan pendidik dan pelindung utama bagi anak. Mudah-mudahan seperti harapan anak agar orang tua tidak gaptek dan bisa mengikuti perkembangan, sehingga kita bisa mengawasi anak-anak dalam berinternet," ujar Bintang dalam acara peluncuran 'Tangkas Berinternet' yang diselenggarakan Google Indonesia menyambut Hari Keamanan Berinternet Sedunia di Jakarta, Selasa (11/2/2020)
Bintang menyebutkan, masyarakat yang mengakses internet dari tahun ke tahun meningkat termasuk usia anak. "Berdasarkan data BPS (2018), 25,62% penduduk yang mengakses internet adalah anak usia 5-18 tahun. Tak bisa dipungkiri, saat ini kita hidup di era digital," katanya.
Apalagi, dia mengatakan dari data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dari tahun 2017 hingga 2019 jumlah kasus pengaduan anak terkait pornografi dan kejahatan online mencapai angka 1.940 anak. "Sementara itu, jumlah anak yang menjadi korban kejahatan seksual online sebanyak 329 anak. Sedangkan anak pelaku kejahatan seksual online sebanyak 299 anak," ujarnya. (Baca Juga: Hasil Riset sebut 52% Orang Tua Mengaku Gaptek).
Selain itu, dia mengungkapkan anak korban pornografi dari media sosial sebanyak 426 anak, anak pelaku kepemilikan media pornografi baik gambar maupun video sebanyak 316 anak, anak korban perundungan di media sosial sebanyak 281, dan anak pelaku perundungan di media sosial sebanyak 291 anak.
Dengan besarnya jumlah pengguna serta tingginya mobilitas pengguna dalam mengakses internet ini, Bintang menekankan perlu disertai kewaspadaan semua pihak atas risiko yang ditimbulkan. "Internet akan bermanfaat khususnya bagi anak-anak kita kalau itu dimanfaatkan secara positif. Itu akan membantu mereka dalam hal belajar dan mengembangkan dirinya. Tapi juga ada hal-hal yang rentan terjadi pada anak-anak yang perlu kita waspadai," jelasnya. (Baca Juga: Pemerintah Canangkan Kawasan Bebas Pornografi Anak).
"Kemudahan yang ditawarkan internet memungkinkan mereka untuk belajar lebih banyak, mengeksplorasi dunia dengan lebih luas, dan memperoleh lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan diri. Di sisi lain pengembangan teknologi informasi membuat anak rentan terhadap berbagai isu baru yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya."
Pada kesempatan itu, Bintang mengapresiasi program yang diluncurkan Google Indonesia karena ikut mendorong peran serta orang tua dan guru. Terkait pemanfaatan internet, ia juga menyampaikan pesan khusus kepada anak Indonesia. "Mudah-mudahan internet ini dimanfaatkan sebaik mungkin dalam hal positif dan bermanfaat bagi pengembangan dirinya."
Sementara itu, Kepala Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah dari Google Indonesia Puteri Alam mengatakan, satu dari tiga pengguna internet adalah anak-anak. Oleh sebab itu, Google meluncurkan 'Tangkas Berinternet' sebagai program literasi digital dan keamanan online guna meningkatkan ketahanan berinternet pada anak.
"Tangkas berinternet menyediakan konten berbasis web yang dapat membantu mengajarkan konsep literasi digital dan keamanan online kepada anak-anak dengan bantuan guru dan orang tua," kata Puteri.
(zik)