Urgensi Revisi UU Statistik

Kamis, 30 Januari 2020 - 07:35 WIB
Urgensi Revisi UU Statistik
Urgensi Revisi UU Statistik
A A A
Hasanuddin AliFounder and CEO Alvara Research Center Anggota Dewan Pakar PP IKA ITS

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) dalam acara Pencanangan Sensus Penduduk 2020 pada 24 Januari 2020 mengatakan bahwa validitas data merupakan kunci utama kesuksesan pembangunan sebuah negara. Data yang akurat menjadi faktor penting untuk membuat keputusan yang tepat. Lebih lanjut Presiden Jokowi menyatakan, "Data hasil Sensus Penduduk 2020 nantinya tidak hanya bermanfaat untuk membuat perencanaan masa kini, tapi juga membuat proyeksi sampai tahun 2050".
Kesadaran menggunakan data sebagai basis kebijakan telah disadari oleh semua orang. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. Salah satu pertimbangan pemerintah mengeluarkan perpres tersebut adalah untuk mewujudkan keterpaduan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengendalian pembangunan, perlu didukung dengan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dapat dipertanggungjawabkan, mudah diakses, dan dibagi pakaikan, serta dikelola secara seksama, terintegrasi, dan berkelanjutan.
Implementasi kebijakan Satu Data Indonesia dilakukan Kantor Staf Presiden (KSP) bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas serta didukung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Informasi Geospasial (BIG).
Salah satu tujuan kebijakan Satu Data Indonesia tersebut adalah adanya satu platform yang sama terkait data mana yang bisa dijadikan acuan yang kredibel dan akurat untuk pengambilan kebijakan, terutama oleh negara. Kita sering melihat antarkementerian dan lembaga negara sering terlibat silang sengkarut terkait data yang akan digunakan sebagai acuan, soal produksi beras nasional, atau terkait harga pupuk, misalnya.
Salah satu landasan perpres tersebut adalah Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik. UU ini secara umum membagi statistik menjadi tiga bagian. Pertama , Statistik Dasar, yang penyelenggaraannya dilakukan BPS. Kedua , Statistik Sektoral, yang penyelenggaraannya bisa dilakukan oleh instansi pemerintah yang harus berkoordinasi dengan BPS. Ketiga , Statistik Khusus, yang penyelenggaraannya dilakukan oleh masyarakat, baik lembaga, organisasi, atau individu yang bisa dilakukan secara mandiri atau bersama BPS.
Keberadaan UU tentang Statistik dewasa ini semakin penting. Namun, dengan melihat perkembangan kekinian, UU yang sudah berusia lebih dari 20 tahun ini sudah selayaknya dilakukan revisi dan penyempurnaan. Kita tentu menyadari kondisi saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan kondisi tahun 1997 saat UU ini disahkan. Pertama , munculnya tren big data yang hampir semuanya sekarang ini data berbasis digital. Kedua , faktor keamanan dan kerahasiaan data yang menjadi perhatian publik. Ketiga , munculnya profesi-profesi baru, data science , data analytic , artificial intelligence , dll, profesi tersebut 20 tahun lalu belum ada.
Kita bisa belajar dari regulasi statistik di Eropa. Uni Eropa memiliki European Statistical System (ESS) yang menaungi kegiatan statistik di negara-negara Eropa. Regulasi tersebut bahkan telah mengalami penyempurnaan berkali-kali, yakni pada 2009 dan terakhir pada 2015. Regulasi tersebut mengatur panduan untuk melakukan pengembangan, produksi, dan desimeniasi statistik negara-negara Eropa.
Karena itu, revisi UU Nomor 16 Tahun 1997 setidaknya juga meliputi semua proses pelaksanaan kegiatan statistik di Indonesia di antaranya desain riset dan pengumpulan data, analisis data, dan desiminasi data.
Pertama, desain riset dan pengumpulan data. Standardisasi dan panduan metodologi riset terutama terkait riset-riset sosial dan politik yang sering menjadi polemik di publik. Proses pengumpulan data sekarang ini dalam beberapa kasus tidak lagi menggunakan cara-cara manual, tapi juga sudah daring. BPS dalam Sensus Penduduk 2020 dalam pengumpulan datanya juga sebagian sudah menggunakan online . Selain itu pengumpulan data dari berbagai platform sosial media perlu ada regulasi yang jelas.
Kedua, analisis data. Setelah proses pengumpulan data selesai maka tahap selanjutnya adalah analisis statistika apa yang akan digunakan untuk mengolah data tersebut, apakah sekadar deskriptif, korelasi, atau bahkan sampai pada level prediktif. Ketiga , desiminasi data. Hasil riset mana yang bersifat publik dan mana yang privat serta kepada siapa hasil riset tersebut diumumkan.
Selain itu, revisi UU tersebut diharapkan juga mampu memperkuat kapabilitas sumber daya periset/peneliti nasional. Kunci industri riset terletak pada sumber daya manusia maka penguatan SDM peneliti harus di tingkatkan, baik dari sisi teknikal riset maupun dalam konteks bisnis dan skill komunikasi. Revisi UU diharapkan mampu melindungi dan memperkuat daya saing perusahaan dan lembaga riset nasional.
Momentum revisi UU Nomor 16 Tahun 1997 saat ini menemukan momentumnya karena berbarengan Sensus Penduduk 2020. Sensus Penduduk 2020 sangat penting bagi Indonesia karena inilah pertama kali sensus dilakukan di tengah kehadiran Gen Z dan Milenial yang berdasarkan data-data BPS sebelumnya jumlahnya sangat besar. Dua generasi inilah yang akan menentukan wajah peradaban Indonesia pada 5-10 tahun mendatang.
Alhasil, dengan adanya UU Statistik yang baru nanti silang sengkarut soal data di Indonesia semakin bisa dikurangi. Mimpi kita semua untuk memiliki Satu Data Indonesia bisa terpenuhi dengan segera dan semua pengambilan keputusan, baik negara maupun swasta, didasarkan pada data yang bisa dipertanggungjawabkan akurasinya.
Untuk itu diperlukan langkah konkret dari setiap individu, insan periset/peneliti nasional dan stakeholder terkait, baik pemerintah maupun DPR untuk secara serius segera melakukan kajian dan pembicaraan terkait revisi UU ini.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3916 seconds (0.1#10.140)