Perihal Dewan Pendidikan Tinggi
A
A
A
Bramastia Pemerhati Kebijakan Pendidikan Tinggi, Doktor Ilmu Pendidikan Alumni UNS Surakarta
SALAH satu tugas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) baru Nadiem Anwar Makarim adalah menyelesaikan benang kusut pendidikan tinggi di Tanah Air. Tugas mengonsolidasikan pendidikan tinggi bukan pekerjaan mudah setelah terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No 82 Tahun 2019 yang menggantikan Perpres No 72 Tahun 2019 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Perpres No 82 Tahun 2019 telah mengembalikan nomenklatur Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) masuk lagi ke Kemendikbud yang sebelumnya bergabung dengan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti).
Bergabungnya Dirjen Dikti membawa konsekuensi atas segala yang berhubungan dengan pendidikan tinggi dan kini menjadi ranah dan tanggung jawab dari Kemendikbud. Padahal keberadaan Dewan Pendidikan Tinggi selama kurun waktu di bawah Kemenristek Dikti dulu telah mati suri. Dewan Pendidikan Tinggi menjadi amanah yang keberadaannya di bawah payung Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristek Dikti) Republik Indonesia No 25 Tahun 2015 tentang Dewan Pendidikan Tinggi.
Di bawah kepemimpinan Mendikbud Nadiem ini diharapkan keberadaan Dewan Pendidikan Tinggi dapat memainkan peran strategisnya dalam mengurai benang kusut pendidikan tinggi di Tanah Air. Sebagaimana Pasal 1 ayat (1), Dewan Pendidikan Tinggi adalah forum kajian dan konsultasi yang bersifat nonstruktural sebagai wujud keikutsertaan masyarakat untuk merumuskan bahan kebijakan sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan tinggi. Pelibatan Dewan Pendidikan Tinggi dalam menyelesaikan persoalan dunia pendidikan tinggi akan menjadi nilai positif bagi Mendikbud Nadiem.
Bahkan pada Pasal 2 dinyatakan bahwa Dewan Pendidikan Tinggi ini dibentuk untuk merumuskan bahan kebijakan sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan tinggi meliputi pengembangan tridarma perguruan tinggi, rumpun dan cabang ilmu pengetahuan dan teknologi serta peran perguruan tinggi untuk pembangunan bangsa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Faktanya, selama hampir lima tahun tidak pernah ada pelibatan elemen pendidikan secara signifikan terhadap persoalan pendidikan yang ada dalam Dewan Pendidikan Tinggi.
Lebih Berdaya Sebelumnya segala kebijakan pendidikan tinggi berasal dari kemauan personal pimpinan kementerian. Segala saran, pendapat, dan masukan berasal dari pelaku dunia pendidikan hangus dan tidak mendapat tempat secara proporsional. Wajar bila kementerian yang menaungi dunia pendidikan tinggi sebelumnya justru menjadi bahan gunjingan dan cemooh dari kalangan akademisi perguruan tinggi. Kebijakan pendidikan tinggi sering kali bikin blunder dan menjadi senjata makan tuan bagi pemerintah sendiri.
Andai mau mencermati, dalam Permenristek Dikti No 25 Tahun 2015 pada Pasal 5 dinyatakan bahwa Dewan Pendidikan Tinggi punya tugas menyusun pendapat dan saran pertimbangan serta menyampaikan usul, nasihat dan/atau pemikiran dalam perumusan bahan kebijakan sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan tinggi kepada menteri. Segala hal yang bersifat bahan dan perumusan kebijakan tidak perlu langsung ditangani menteri, tetapi cukup mengambil inti sari atau saripati atas hasil rumusan Dewan Pendidikan Tinggi.
Dalam Permenristek Dikti Pasal 6 ayat (2) disebutkan bahwa perumusan bahan kebijakan aspek pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi pengembangan pendidikan tinggi yang diperlukan unit organisasi kementerian. Keberadaan struktur organisasi Kemendikbud dalam Perpres No 82 Tahun 2019 menggantikan Perpres No 72 Tahun 2019 tentang Kemendikbud tidak perlu menjadi polemik yang berlarut. Perampingan struktur organisasi Kemendikbud dari Perpres 72 Tahun 2019 dengan 16 struktur organisasi di Kemendikbud dan berubah dengan Perpres 82 Tahun 2019 yang hanya ada 10 struktur organisasi menjadi uji kemampuan manajerial Mendikbud Nadiem dalam memanfaatkan keberadaan Dewan Pendidikan Tinggi.
Artinya perlu dihidupkan lagi peran serta fungsi Dewan Pendidikan Tinggi yang keberadaannya sebagaimana Pasal 6 ayat (5) tentang perumusan bahan kebijakan pengembangan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi pengkajian kebijakan yang diperlukan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kerangka pengembangan pendidikan tinggi jangka panjang serta pemantauan, evaluasi pelaksanaan, dan penyempurnaan kerangka pengembangan pendidikan tinggi jangka panjang, termasuk kelembagaan profesi.
Akademisi Terpilih Berpijak dari peran dan fungsi strategis Dewan Pendidikan Tinggi di atas, tantangan bagi Mendikbud Nadiem adalah mencari calon tepat dan ideal untuk duduk dalam Dewan Pendidikan Tinggi. Sebagaimana Permenristek Dikti Pasal 7 ayat (1) bahwa keanggotaan Dewan Pendidikan Tinggi terdiri atas unsur kementerian, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), perguruan tinggi, pakar dalam bidang ilmu serta dunia usaha dan dunia industri.
Di sini diperlukannya Dewan Pendidikan Tinggi sebagai akademisi terpilih yang paham agenda pendidikan nasional. Pertama , Dewan Pendidikan Tinggi semestinya berangkat dari sosok profesional yang paham tentang kebijakan dan manajemen pendidikan secara integral. Pemahaman dunia pendidikan sejak dini hingga perguruan tinggi, baik peta maupun data pendidikan, harus dipahami secara detail dalam mengatasi persoalan pendidikan nasional.
Kedua, Dewan Pendidikan Tinggi harus memiliki jaringan kuat dunia pendidikan di Tanah Air dan mampu mengonsolidasikan seluruh elemen dunia pendidikan guna membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia. Dewan Pendidikan Tinggi harus mampu membumikan visi dan misi Mendikbud serta mengakselerasi segala kebijakan pusat sampai daerah dengan seluruh ornamen yang terlibat dalam dunia pendidikan tinggi.
Ketiga, Dewan Pendidikan Tinggi adalah profesional yang memiliki komitmen tinggi terhadap gagasan Trisakti Bung Karno. Dewan Pendidikan Tinggi adalah para sosok yang paham tentang risalah lengkap Trisakti Bung Karno yang mampu berdialektika secara dinamis dengan Pancasila dan UUD 1945. Dewan Pendidikan Tinggi merupakan akademisi yang cara berpikirnya tidak bertentangan dengan agenda revolusi karakter bangsa dan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan.
Prasyarat ideal bagi Dewan Pendidikan Tinggi ini penting mengingat keberadaannya sebagaimana Pasal 12 ayat (1). Dalam melaksanakan tugasnya mereka mesti membentuk majelis yang terdiri atas Majelis Pendidikan, Majelis Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat serta Majelis Pengembangan. Majelis Dewan Pendidikan Tinggi inilah yang merumuskan intisari cetak biru (blue print) atas kebijakan pendidikan tinggi di Tanah Air pada era Mendikbud Nadiem Anwar Makarim.
SALAH satu tugas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) baru Nadiem Anwar Makarim adalah menyelesaikan benang kusut pendidikan tinggi di Tanah Air. Tugas mengonsolidasikan pendidikan tinggi bukan pekerjaan mudah setelah terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No 82 Tahun 2019 yang menggantikan Perpres No 72 Tahun 2019 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Perpres No 82 Tahun 2019 telah mengembalikan nomenklatur Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) masuk lagi ke Kemendikbud yang sebelumnya bergabung dengan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti).
Bergabungnya Dirjen Dikti membawa konsekuensi atas segala yang berhubungan dengan pendidikan tinggi dan kini menjadi ranah dan tanggung jawab dari Kemendikbud. Padahal keberadaan Dewan Pendidikan Tinggi selama kurun waktu di bawah Kemenristek Dikti dulu telah mati suri. Dewan Pendidikan Tinggi menjadi amanah yang keberadaannya di bawah payung Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristek Dikti) Republik Indonesia No 25 Tahun 2015 tentang Dewan Pendidikan Tinggi.
Di bawah kepemimpinan Mendikbud Nadiem ini diharapkan keberadaan Dewan Pendidikan Tinggi dapat memainkan peran strategisnya dalam mengurai benang kusut pendidikan tinggi di Tanah Air. Sebagaimana Pasal 1 ayat (1), Dewan Pendidikan Tinggi adalah forum kajian dan konsultasi yang bersifat nonstruktural sebagai wujud keikutsertaan masyarakat untuk merumuskan bahan kebijakan sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan tinggi. Pelibatan Dewan Pendidikan Tinggi dalam menyelesaikan persoalan dunia pendidikan tinggi akan menjadi nilai positif bagi Mendikbud Nadiem.
Bahkan pada Pasal 2 dinyatakan bahwa Dewan Pendidikan Tinggi ini dibentuk untuk merumuskan bahan kebijakan sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan tinggi meliputi pengembangan tridarma perguruan tinggi, rumpun dan cabang ilmu pengetahuan dan teknologi serta peran perguruan tinggi untuk pembangunan bangsa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Faktanya, selama hampir lima tahun tidak pernah ada pelibatan elemen pendidikan secara signifikan terhadap persoalan pendidikan yang ada dalam Dewan Pendidikan Tinggi.
Lebih Berdaya Sebelumnya segala kebijakan pendidikan tinggi berasal dari kemauan personal pimpinan kementerian. Segala saran, pendapat, dan masukan berasal dari pelaku dunia pendidikan hangus dan tidak mendapat tempat secara proporsional. Wajar bila kementerian yang menaungi dunia pendidikan tinggi sebelumnya justru menjadi bahan gunjingan dan cemooh dari kalangan akademisi perguruan tinggi. Kebijakan pendidikan tinggi sering kali bikin blunder dan menjadi senjata makan tuan bagi pemerintah sendiri.
Andai mau mencermati, dalam Permenristek Dikti No 25 Tahun 2015 pada Pasal 5 dinyatakan bahwa Dewan Pendidikan Tinggi punya tugas menyusun pendapat dan saran pertimbangan serta menyampaikan usul, nasihat dan/atau pemikiran dalam perumusan bahan kebijakan sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan tinggi kepada menteri. Segala hal yang bersifat bahan dan perumusan kebijakan tidak perlu langsung ditangani menteri, tetapi cukup mengambil inti sari atau saripati atas hasil rumusan Dewan Pendidikan Tinggi.
Dalam Permenristek Dikti Pasal 6 ayat (2) disebutkan bahwa perumusan bahan kebijakan aspek pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi pengembangan pendidikan tinggi yang diperlukan unit organisasi kementerian. Keberadaan struktur organisasi Kemendikbud dalam Perpres No 82 Tahun 2019 menggantikan Perpres No 72 Tahun 2019 tentang Kemendikbud tidak perlu menjadi polemik yang berlarut. Perampingan struktur organisasi Kemendikbud dari Perpres 72 Tahun 2019 dengan 16 struktur organisasi di Kemendikbud dan berubah dengan Perpres 82 Tahun 2019 yang hanya ada 10 struktur organisasi menjadi uji kemampuan manajerial Mendikbud Nadiem dalam memanfaatkan keberadaan Dewan Pendidikan Tinggi.
Artinya perlu dihidupkan lagi peran serta fungsi Dewan Pendidikan Tinggi yang keberadaannya sebagaimana Pasal 6 ayat (5) tentang perumusan bahan kebijakan pengembangan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi pengkajian kebijakan yang diperlukan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kerangka pengembangan pendidikan tinggi jangka panjang serta pemantauan, evaluasi pelaksanaan, dan penyempurnaan kerangka pengembangan pendidikan tinggi jangka panjang, termasuk kelembagaan profesi.
Akademisi Terpilih Berpijak dari peran dan fungsi strategis Dewan Pendidikan Tinggi di atas, tantangan bagi Mendikbud Nadiem adalah mencari calon tepat dan ideal untuk duduk dalam Dewan Pendidikan Tinggi. Sebagaimana Permenristek Dikti Pasal 7 ayat (1) bahwa keanggotaan Dewan Pendidikan Tinggi terdiri atas unsur kementerian, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), perguruan tinggi, pakar dalam bidang ilmu serta dunia usaha dan dunia industri.
Di sini diperlukannya Dewan Pendidikan Tinggi sebagai akademisi terpilih yang paham agenda pendidikan nasional. Pertama , Dewan Pendidikan Tinggi semestinya berangkat dari sosok profesional yang paham tentang kebijakan dan manajemen pendidikan secara integral. Pemahaman dunia pendidikan sejak dini hingga perguruan tinggi, baik peta maupun data pendidikan, harus dipahami secara detail dalam mengatasi persoalan pendidikan nasional.
Kedua, Dewan Pendidikan Tinggi harus memiliki jaringan kuat dunia pendidikan di Tanah Air dan mampu mengonsolidasikan seluruh elemen dunia pendidikan guna membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia. Dewan Pendidikan Tinggi harus mampu membumikan visi dan misi Mendikbud serta mengakselerasi segala kebijakan pusat sampai daerah dengan seluruh ornamen yang terlibat dalam dunia pendidikan tinggi.
Ketiga, Dewan Pendidikan Tinggi adalah profesional yang memiliki komitmen tinggi terhadap gagasan Trisakti Bung Karno. Dewan Pendidikan Tinggi adalah para sosok yang paham tentang risalah lengkap Trisakti Bung Karno yang mampu berdialektika secara dinamis dengan Pancasila dan UUD 1945. Dewan Pendidikan Tinggi merupakan akademisi yang cara berpikirnya tidak bertentangan dengan agenda revolusi karakter bangsa dan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan.
Prasyarat ideal bagi Dewan Pendidikan Tinggi ini penting mengingat keberadaannya sebagaimana Pasal 12 ayat (1). Dalam melaksanakan tugasnya mereka mesti membentuk majelis yang terdiri atas Majelis Pendidikan, Majelis Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat serta Majelis Pengembangan. Majelis Dewan Pendidikan Tinggi inilah yang merumuskan intisari cetak biru (blue print) atas kebijakan pendidikan tinggi di Tanah Air pada era Mendikbud Nadiem Anwar Makarim.
(mhd)