Evaluasi Mudik Natal-Tahun Baru 2020

Kamis, 02 Januari 2020 - 07:35 WIB
Evaluasi Mudik Natal-Tahun...
Evaluasi Mudik Natal-Tahun Baru 2020
A A A
Tulus Abadi
Ketua Pengurus Harian YLKI

PERAYAAN hari raya keagamaan, seperti Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru selalu diwarnai dengan prosesi mudik ke kampung halaman secara masif. Jeda waktu liburan yang panjang dimanfaatkan masyarakat untuk mudik ke kampung halaman, untuk bersilaturahmi dengan orang tua/keluarga inti lainnya, sanak saudara, berwisata ke destinasi wisata ternama, dan reuni dengan teman-teman seangkatan di sekolah, kuliah.

Demikian juga libur Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 tak luput dari fenomena tersebut. Bahkan prosesi mudik kali ini terasa lebih hiruk-pikuk karena berbarengan dengan libur panjang sekolah.

Kita apresiasi pemerintah, Kemenhub, Kepolisian RI, PT Jasa Marga, pemda, dan pihak-pihak lainnya yang telah berhasil memfasilitasi prosesi mudik pergantian tahun kali ini dengan baik. Bukan perkara gampang untuk memfasilitasi pergerakan masa yang amat masif dengan waktu dan tujuan yang nyaris sama. Berikut ini sejumput catatan kritis atas pelaksanaan prosesi mudik tersebut.

Kendaraan Pribadi

Dominannya penggunaan kendaraan pribadi berkontribusi paling signifikan pada mudik Natal-Tahun Baru ini. Sebagaimana hasil rilis Litbang Kemenhub bahwa prosesi mudik kali ini didominasi pemudik kendaraan pribadi, yakni 50%. Sisanya menggunakan angkutan umum massal yang tersebar pada angkutan pesawat sebesar 24%, kereta api 15%, dan bus umum 8%.

Makin dominannya penggunaan kendaraan pribadi untuk mudik patut diduga karena tersambungnya akses tol trans-Jawa. Apalagi setelah elevated tol l atau tol layang Jakarta-Cikampek (Japek) bisa digunakan untuk akses mudik Natal-Tahun Baru. PT Jasa Marga memprediksi tol Japek dilalui oleh 4,7 juta kendaraan saat mudik dan arus balik. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 22% dari tahun sebelumnya.

Fenomena ini bisa dimaknai dalam beberapa perspektif. Mengutip pernyataan Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi, dominannya kendaraan pribadi untuk mudik bisa disebut sebagai tanda kemakmuran yang meningkat. Memang mudik dengan kendaraan pribadi merupakan prestise bagi pemudik atau mungkin merupakan simbol keberhasilannya.

Namun dominannya kendaraan pribadi adalah sinyal yang harus diwaspadai. Jika fenomena ini terus menggeliat, dampak ikutannya adalah makin berkurangnya kapasitas jalan, khususnya jalan tol, untuk menampung luapan kendaraan bermotor pribadi saat mudik. Kemacetan parah pasti tak terhindarkan.

Jalan tol yang digadang-gadang sebagai karpet merah saat prosesi mudik pun terbukti makin kedodoran. Bahkan tol layang Japek saat puncak mudik kemarin selama empat hari berturut-turut (21-24 Des) macet total hingga 2-3 jam.

Akhirnya tol layang Japek pun ditutup sementara dan diberlakukan one way traffict . Kolaps nya tol layang Japek saat puncak arus mudik tersebut bisa jadi karena Kemenhub/kepolisian dan Jasa Marga kurang akurat dalam memprediksi lonjakan arus mudik.

Sebab menurut Menhub dalam pernyataannya di MetroTV , lonjakan itu diprediksi hanya berkisar 20-30%. Ternyata pada saat puncak arus mudik lonjakan mencapai 120%! Entah prediksi Menhub yang terlalu konservatif atau memang lonjakannya yang terlampau ekstrem. Namun fenomena ini adalah sinyal bahwa sekuat apa pun infrastruktur jalan tol dibangun, hal itu tak akan pernah mampu menampung lonjakan kendaraan pribadi. Jalan tol adalah karpet merah untuk kendaraan pribadi, karpet merah untuk kemacetan.

KA Tergerus?

Seiring dengan itu, dominannya kendaraan pribadi berdampak menggerus peran angkutan umum, khususnya angkutan kereta api (KA) dan bus umum. Terbukti selama mudik Natal-Tahun Baru penumpang PT KAI malah turun sekitar 8-10%. Dalam konteks manajemen transportasi publik, ini adalah hal yang ironis dan sinyal buruk untuk masa depan transportasi publik massal di Indonesia.

Transportasi publik massal makin tak berdaya berhadapan dengan gempuran kendaraan pribadi yang lebih diberi karpet merah oleh pemerintah. Memang sebagai pemudik, makin banyak ragam untuk memilih moda transportasi yang ada, apakah kendaraan pribadi atau angkutan umum.

Namun sejatinya eksistensi angkutan umum seperti KA jauh lebih efektif dan berkelanjutan. Selain mampu mereduksi kecelakaan lalu lintas, mereduksi kemacetan juga mereduksi polusi karena pencemaran BBM oleh tingginya penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Apalagi jenis BBM yang digunakan belum ramah lingkungan, belum standar Euro.

Aspek Keselamatan

Kecelakaan lalu lintas membawa korban massal. Hiruk-pikuk mudik Natal-Tahun Baru diwarnai tangis pilu keluarga korban kecelakaan bus PO Sriwijaya di Pagar Alam, Sumatera Selatan. Bus berpenumpang 52 orang ini masuk ke dalam jurang dan menewaskan 34 penumpangnya. Tragis sekali! Manajemen PO Bus Sriwijaya mengatakan bahwa bus masih laik operasi, bahkan baru saja lulus uji kir oleh dinas perhubungan setempat.

Faktor manusia patut diduga menjadi penyebab dominan terhadap kecelakaan fatal ini. Benar, menurut data Korlantas Mabes Polri, faktor manusia lebih dari 70% menjadi penyebab utama dalam setiap kecelakaan lalu lintas.

Sisanya adalah faktor kelaikan kendaraan dan/atau faktor infrastruktur jalan. Namun bukan hal yang aneh jika kelaikan jalan bus PO Sriwijaya kita ragukan dengan sangat. Sebab praktik uji kir selama ini hanyalah formalitas belaka.

Hasil temuan YLKI beberapa tahun silam, banyak persewaan ban di sekitar lokasi uji kir. Diperlukan transformasi dalam praktik uji kir agar bisa diserahkan pada bengkel swasta yang kompeten/besertifikat dan/atau uji kir ditarik ke pusat oleh Kemenhub. Bukan dilaksanakan oleh dinas perhubungan yang terbukti masih banyak benalu dan "tikus"-nya.

Dalam kecelakaan PO Bus Sriwijaya ditemukan pelanggaran izin trayek yang seharusnya melayani trayek Bengkulu-Blitar, tetapi sehari-hari PO bus tersebut melayani trayek Bengkulu-Palembang. Selain itu terbukti armada bus tersebut sudah berusia sangat tua, yakni 20 tahun. Sekalipun Ketua KNKT menyatakan soal usia sampai berapa pun tidak masalah, asal masih laik jalan, jelas semakin tua kendaraan semakin tidak andal dan yang pasti tidak nyaman bagi konsumennya.

Bukan hal yang aneh jika fenomena ini banyak terjadi pada perusahaan bus yang lain. Pelanggaran izin trayek hal yang biasa dan bahkan ada pembiaran secara masif. Tidak cukup hanya seorang Menhub yang "ngolong " ke bawah armada bus untuk melakukan ramp check armada setiap menjelang momen mudik.

Simpulan dan Saran

Untuk Presiden Joko Widodo sebagai "panglima infrastruktur" yang selama lima tahun terakhir getol membangun infrastruktur (khususnya jalan tol), harus diakui, hal itu berdampak positif sebagai penunjang prosesi mudik atau saat long week end. Namun usia efektif jalan tol khususnya yang mengarah ke Kota Jakarta tidak akan lama.

Pertumbuhan kepemilikan kendaraan pribadi tidak akan tertampung oleh kapasitas jalan, sebanyak apa pun ruas jalan yang dibangun. Apalagi tujuan holistis dibangunnya infrastruktur tol jelas bukan untuk karpet merah bagi kendaraan pribadi, tetapi untuk mendorong lancarnya arus barang dan logistik. Lancarnya arus barang dan logistik bisa menjadi pendorong untuk menurunkan logistic fee dan ending-nya adalah turunnya harga barang pada konsumen akhir.

Sisi yang lebih fundamental, yakni aspek keselamatan, pun masih harus mendapatkan perhatian serius. Kecelakaan PO Bus Sriwijaya yang merenggut korban massal meninggal adalah sinyal kuat masih banyak ketidakberesan dalam pengelolaan transportasi publik di Indonesia.

Oleh karenanya, mendesak untuk dilakukan pembenahan secara transformatif dalam praktik uji kir dan atau pembenahan dari sisi sumber daya manusia (pengemudi). Sarana-prasarana transportasi dibangun bukan hanya untuk memfasilitasi arus mudik saja, tetapi juga untuk mewujudkan pelayanan transportasi yang berkelanjutan.

Adalah tugas dan tanggung jawab negara untuk mewujudkan sarana transportasi publik yang aman, memberikan keselamatan, nyaman, tarif terjangkau, dan manusiawi. Semoga manajemen transportasi mudik Lebaran 2020 akan lebih baik lagi.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0821 seconds (0.1#10.140)