BIN Makin Profesional, Indonesia Makin Maju

Senin, 02 Desember 2019 - 08:15 WIB
BIN Makin Profesional, Indonesia Makin Maju
BIN Makin Profesional, Indonesia Makin Maju
A A A
Ridlwan Habib
Pengamat Intelijen

VISI Presiden Joko Widodo (Jokowi) lima tahun ke depan adalah fokus pada sumber daya manusia. Dalam mewujudkan visi ini sangat membutuhkan stabilitas situasi politik. Lembaga negara yang menjadi garda terdepan memastikan stabilitas politik nasional adalah Badan Intelijen Negara (BIN).

BIN secara senyap berhasil mengawal pemilu presiden (pilpres) secara damai dan lancar. Kepala BIN Jenderal (purn) Budi Gunawan bahkan berhasil mempertemukan Presiden Jokowi dengan rivalnya di Pilpres 2019 Prabowo Subianto di Stasiun MRT Lebakbulus. Pertemuan yang memberi kesejukan itu membuka pintu rekonsiliasi nasional, bahkan kita tahu bersama bahwa Prabowo lantas terpilih menjadi menteri pertahanan.

Kredo intelijen adalah operasi senyap. Berhasil tidak dipuji, mati tidak dicari sudah menjadi bagian dari identitas tugas yang tak terpisahkan dari insan intelijen. Termasuk bagi Budi Gunawan sebagai kepala BIN yang jarang muncul dalam pemberitaan televisi atau media, apalagi mengklaim keberhasilan. Hal itu memang tabu bagi insan intelijen.

Filosofi lembaga intelijen harus loyal pada satu (single) user, yakni presiden. Maka itu, Kepala BIN wajib hanya melapor kepada Presiden Jokowi, secara langsung, dan tidak boleh dipublikasikan media. Komunikasi intim dan personal antara Kepala BIN dengan Presiden tidak perlu diketahui publik. Cukup Presiden yang tahu. Karena itu, wajar jika dalam Kabinet Indonesia Maju , Presiden Jokowi tetap mempertahankan Budi Gunawan sebagai kepala BIN. Itu artinya user puas dan percaya dengan BIN.

Upaya senyap dan profesionalisme BIN sangat dibutuhkan selama lima tahun mendatang. Visi Presiden Jokowi sangat menekankan pentingnya stabilitas situasi keamanan dan stabilitas politik. Itu membutuhkan pimpinan/kepala BIN yang sudah teruji dan profesional.

BG sudah membuktikannya selama lima tahun ini. Dia dekat dengan semua stakeholder dan ranah kepentingan nasional. BG misalnya juga menjabat sebagai pengurus Dewan Masjid Indonesia yang diterima di berbagai ormas Islam dan pondok pesantren. Latar belakangnya sebagai polisi yang memulai karier dari bawah membuat BG mudah mengakses berbagai lapisan strata sosial masyarakat.

Sebagai sebuah lembaga yang sangat strategis, BIN tidak boleh dipimpin oleh orang yang tidak jelas rekam jejaknya. Apalagi, dipimpin oleh orang yang haus dan menginginkan jabatan. Keputusan Presiden Jokowi mempertahankan BG sebagai kepala BIN tepat, mengingat pengalaman dan pertimbangan ancaman lima tahun ke depan.

Namun, BIN juga harus terus berbenah. Apalagi di era milenial dan serbadigital. Informasi berseliweran begitu cepat. Perlu sistem baru yang memastikan informasi akurat yang diterima pimpinan BIN berlangsung cepat. Seperti motto BIN: Veloz ET Exactus , benar dan tepat waktu.

Karena itu, tidak ada salahnya jika Kepala BIN menciptakan perangkat operasi dan sistem kendali yang lebih sesuai dengan kebutuhan zaman. Jika Presiden Jokowi mempunyai tujuh staf khusus milenial, maka wajar jika BG juga merekrut orang-orang muda yang cerdas dan pro Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai staf dan mata telinga tambahan untuk merespons zaman yang serbamilenial dan digital itu.

Tantangan Indonesia lima tahun ke depan sangat beragam. Semoga dengan kendali yang teruji efektif, BIN bisa menjamin rasa aman dan damai bagi segenap masyarakat Indonesia.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8309 seconds (0.1#10.140)