Ketimbang ADM, DPR Minta Mendagri Tuntaskan Persoalan E-KTP
A
A
A
JAKARTA - Komisi II DPR menyambut baik rencana Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang hendak menyediakan mesin Anjungan Dukcapil Mandiri (ADM) untuk memudahkan masyarakat dalam mencetak dokumen-dokumen kependudukan senilai Rp15 miliar.
Namun, DPR meminta agar sebaiknya Mendagri menuntaskan terlebih dulu persoalan e-KTP yang belum tuntas pencetakannya karena kekurangan blanko, juga memastikan bahwa kementerian/lembaga (K/L) dan juga pihak-pihak non pemerintah termasuk swasta menggunakan card reader agar e-KTP sebagai kartu elektronik ini dipergunakan sebagaimana mestinya.
“Anjungan Dukcapil Mandiri itu gagasan yang baik yang bagus. Akan tetapi sebelum itu dilakukan pertama, soal pemenuhan blanko KTP, itu penting karena itu terkait cetak e-KTP. Untuk mereka yang belum punya KTP elektronik sementara mereka sudah merekam datanya. Lalu peralatan yang sudah rusak, jadi optimalisasi pelayanan e-KTP yang perlu diselesaikan. Sebelum Mendagri bikin hal baru, apalagi mau pilkada banyak yang butuh e-KTP,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo kepada SINDOnews di Jakarta, Senin (25/11/2019).
Menurut Arif, meskipun untuk menggunakan hak suara pada pilkada bisa menggunakan surat keterangan Disdukcapil bahwa sudah merekam, sebaiknya persoalan e-KTP ini bisa diselesaikan. Ketimbang Kemendagri membuat program baru berupa penyediaan mesin ADM itu.
“Jadi yang selama ini menjadi program itu diselesaikan dulu, dituntaskan,” tegasnya.
Kemudian, Arif melanjutkan, banyak pertanyaan publik apakah e-KTP yang diterbitkan Kemendagri ini benar-benar KTP elektronik yang tertuang dalam undang-undang (UU) atau peraturan menteri (Permen). Karena selama ini, eKTP tidak pernah terbaca oleh mesin pembaca kartu (card reader). Sehingga, tidak bisa diketahui apakah itu KTP elektronik dan apakah itu KTP asli.
“Kalau mekanisme itu tidak dilakukan mekanisme itu, misalnya ke bank dicek dulu itu asli atau tidak. Jika tidak, pemalsuan e-KTP tidak bisa dihindari,” tandas Arif.
Menurut Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PDIP itu, persoalan e-KTP itu bukan soal data tunggal saja tapi ke depannya bisa jadi kartu tunggal. Sayangnya, di daerah sendiri masih banyak keluhan soal lambannya pencetakan fisik e-KTP karena masalah ketidaktersediaan blanko dan rusaknya mesin cetak.
Soal apakah card reader masuk anggaran Kemendagri 2020, Arif mengaku tidak melihat itu karena anggarannya dibuat oleh DPR periode sebelumnya. Tetapi, card reader ini nampaknya akan diserahkan ke institusi pengguna seperti bank dan institusi lainnya.
Karena selama ini, Kemendagri sudah membuat semacam Permen atau Surat Edaran terkait dengan penggunaan card reader meskipun tidak mengikat. Kemendagri juga melakukan kerja sama dengan berbagai institusi termasuk pihak swasta.
“Pemerintah harus terus mendorong itu, Komisi II juga memberikan dorongan penuh. Soal nanti bagaimana data yang bisa dibaca oleh instansi lain, itu menyangkut informasi teknologi, mana data yang boleh dibaca mana yang tidak, data pribadi harus dilindungi kerahasiaan,” terangnya.
Namun, DPR meminta agar sebaiknya Mendagri menuntaskan terlebih dulu persoalan e-KTP yang belum tuntas pencetakannya karena kekurangan blanko, juga memastikan bahwa kementerian/lembaga (K/L) dan juga pihak-pihak non pemerintah termasuk swasta menggunakan card reader agar e-KTP sebagai kartu elektronik ini dipergunakan sebagaimana mestinya.
“Anjungan Dukcapil Mandiri itu gagasan yang baik yang bagus. Akan tetapi sebelum itu dilakukan pertama, soal pemenuhan blanko KTP, itu penting karena itu terkait cetak e-KTP. Untuk mereka yang belum punya KTP elektronik sementara mereka sudah merekam datanya. Lalu peralatan yang sudah rusak, jadi optimalisasi pelayanan e-KTP yang perlu diselesaikan. Sebelum Mendagri bikin hal baru, apalagi mau pilkada banyak yang butuh e-KTP,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo kepada SINDOnews di Jakarta, Senin (25/11/2019).
Menurut Arif, meskipun untuk menggunakan hak suara pada pilkada bisa menggunakan surat keterangan Disdukcapil bahwa sudah merekam, sebaiknya persoalan e-KTP ini bisa diselesaikan. Ketimbang Kemendagri membuat program baru berupa penyediaan mesin ADM itu.
“Jadi yang selama ini menjadi program itu diselesaikan dulu, dituntaskan,” tegasnya.
Kemudian, Arif melanjutkan, banyak pertanyaan publik apakah e-KTP yang diterbitkan Kemendagri ini benar-benar KTP elektronik yang tertuang dalam undang-undang (UU) atau peraturan menteri (Permen). Karena selama ini, eKTP tidak pernah terbaca oleh mesin pembaca kartu (card reader). Sehingga, tidak bisa diketahui apakah itu KTP elektronik dan apakah itu KTP asli.
“Kalau mekanisme itu tidak dilakukan mekanisme itu, misalnya ke bank dicek dulu itu asli atau tidak. Jika tidak, pemalsuan e-KTP tidak bisa dihindari,” tandas Arif.
Menurut Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PDIP itu, persoalan e-KTP itu bukan soal data tunggal saja tapi ke depannya bisa jadi kartu tunggal. Sayangnya, di daerah sendiri masih banyak keluhan soal lambannya pencetakan fisik e-KTP karena masalah ketidaktersediaan blanko dan rusaknya mesin cetak.
Soal apakah card reader masuk anggaran Kemendagri 2020, Arif mengaku tidak melihat itu karena anggarannya dibuat oleh DPR periode sebelumnya. Tetapi, card reader ini nampaknya akan diserahkan ke institusi pengguna seperti bank dan institusi lainnya.
Karena selama ini, Kemendagri sudah membuat semacam Permen atau Surat Edaran terkait dengan penggunaan card reader meskipun tidak mengikat. Kemendagri juga melakukan kerja sama dengan berbagai institusi termasuk pihak swasta.
“Pemerintah harus terus mendorong itu, Komisi II juga memberikan dorongan penuh. Soal nanti bagaimana data yang bisa dibaca oleh instansi lain, itu menyangkut informasi teknologi, mana data yang boleh dibaca mana yang tidak, data pribadi harus dilindungi kerahasiaan,” terangnya.
(kri)