Selamat Datang Mendikbud Baru

Selasa, 29 Oktober 2019 - 08:59 WIB
Selamat Datang Mendikbud...
Selamat Datang Mendikbud Baru
A A A
Jony Oktavian Haryanto
Rektor President University

PUBLIK dikejutkan saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan susunan Kabinet Indonesia Maju, terutama ketika Nadiem Anwar Makarim (Nadiem) diumumkan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang membawahi pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan tinggi. Publik terkejut melihat keberanian Jokowi dalam memilih menteri dari jalur nondosen atau nonguru struktural. Selama ini menteri pendidikan selalu dijabat oleh profesor dan dosen. Ketika tiba-tiba Nadiem yang merupakan menteri termuda di kabinet dan “hanya” berlatar pendidikan S2 menjabat Mendikbud, maka bisa dibayangkan betapa hebohnya para profesor dan para doktor yang sering kali merasa superior.

Keberanian Jokowi ini tentu bukan tanpa perhitungan dan kemungkinan karena beliau merasa gemas dengan lambannya kemajuan perguruan tinggi (PT) di Indonesia. Menurut Quacquarelly Symonds (QS) yang saya ambil dari Katadata, rangking Universitas Indonesia (UI) sejak 2014 hingga 2018 ada di antara 309-277. Institut Teknologi Bandung (ITB) berada di peringkat 331 pada 2018, sementara peringkat Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2018 berada di kisaran 401-410. Sedangkan di Asia juga tidak ada satu pun universitas di Indonesia masuk ke-10 besar. Data ini tentu tidak menggembirakan mengingat universitas di Singapura, Malaysia, dan Thailand rangkingnya jauh di atas kita.

Belum lagi jika menggunakan data dari Times Higher Education, maka peringkat universitas kita semakin terperosok lagi. Memang rangking dan ukuran ini bukan segalanya, tapi sebelum ada ukuran yang jelas tentang kualitas sebuah PT, maka rangking ini bisa dijadikan proxy tentang kualitas pendidikan kita. Secara nasional, Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) juga sudah melakukan klasifikasi dan hasilnya hanya sekitar 100 PT dari lebih 4.000 PT di Indonesia terakreditasi A atau unggul, sedangkan lainnya berada di level Baik Sekali (B) atau Baik (C) dan masih banyak juga yang belum terakreditasi. Melihat hasil ini, tidak heran jika Presiden Jokowi geregetan, padahal 20% anggaran dari APBN sudah dialokasikan untuk pendidikan.

Jokowi menitipkan pesan khusus kepada Nadiem untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang siap kerja, siap berusaha, dan ada link-match antara pendidikan dan industri. Jika itu pesan khusus Presiden, saya yakin, Nadiem akan mampu membuat pesan tersebut delivered jika mengutip pidato Presiden. Dengan pengalaman sebagai karyawan, konsultan, eksekutif, dan wirausaha, saya percaya, Nadiem akan mampu mewujudkan hal itu.

Jika Jokowi sudah menetapkan pembenahan SDM sebagai prioritas dalam pemerintahannya pada periode kedua ini, yaitu masifnya akan sama dengan pembangunan infrastruktur pada pemerintahan periode pertama, maka saya membayangkan Indonesia sedang masuk ke babak baru, yaitu reformasi besar-besaran dalam dunia pendidikan.

Pro dan kontra tentu terjadi, dan saya ada di kelompok yang pro terhadap keberanian Jokowi. Saya tergabung dalam grup WhatsApp berisi banyak rektor dan praktisi pendidikan yang banyak di antaranya kontra karena menganggap Nadiem terlalu muda, belum punya pengalaman di bidang pendidikan, dan sebagainya. Namun, saya pro karena jika kita ingin mencapai loncatan katak, maka diperlukan cara-cara di luar kebiasaan dan pilihan kepada Nadiem, saya rasa perlu diapresiasi.

Namun, hambatan akan banyak menghadang. Belum-belum sudah ada serangan terhadap pribadi Nadiem. Serangan ini akan semakin dahsyat sampai ada bukti nyata keberhasilan Nadiem dalam melakukan reformasi di bidang pendidikan. Saya prediksi Nadiem membutuhkan waktu enam bulan untuk belajar sistem pendidikan kita sambil merancang program-programnya ke depan. Untuk itu, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kekuatan kepada Nadiem karena para pemangku kepentingan di bidang pendidikan ini sangat kritis dan “merasa” pintar sehingga sulit diatur.

Demikian juga riset-riset kita perlu direformasi menjadi riset yang tidak hanya berhenti di tumpukan kertas, namun membawa manfaat baik di bidang riset dasar atau riset terapan. Selama ini ada idiom bahwa jika semua hasil penelitian di Indonesia ditumpuk akan membawa kita ke surga karena saking banyaknya. Namun, jika kita jujur, berapa banyak riset kita yang benar-benar kita rasakan manfaatnya secara langsung? Bahkan, Nobel Ekonomi pada 2019 ini juga diperoleh dari penelitian tentang SD Inpres di Indonesia dan luput dari perhatian peneliti-peneliti kita.

Tentu saja, Nadiem tidak mampu mengerjakan semuanya sendirian dan perlu didukung para pejabat di tingkat kedua maupun tingkat berikutnya, yang akan menerjemahkan arah dan kebijakan Nadiem menjadi kebijakan kementerian. Hal ini akan menjadi tantangan besar beliau mengingat mengubah cara pikir tidaklah mudah. Perasaan lebih senior, baik karena segi usia atau pendidikan, akan membuat para pejabat itu pada awalnya tidak akan begitu saja melakukan perintah Pak Menteri.

Di sinilah kepemimpinan Nadiem diuji dan jika lulus, maka saya yakin, ada perbaikan mendasar di pendidikan kita yang saat ini masih tertinggal di dunia. Akhir kata, selamat bekerja Pak Menteri, semoga pendidikan kita akan semakin baik di bawah kepemimpinan Anda dan bonus SDM Indonesia tidak menjadi kutukan jika tidak dikelola dengan baik.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0743 seconds (0.1#10.140)