Pejabat Pembina Kepegawaian Wajib Awasi Medsos ASN
A
A
A
JAKARTA - Badan Kepegawaian Negara (BKN) tahun lalu telah mengeluarkan surat edaran (SE) terkait kriteria-kriteria pelanggaran disiplin ujaran kebencian yang dilakukan aparatur sipil negara (ASN). Namun, tampaknya SE ini belum mempan mengurangi ujaran kebencian yang dilakukan ASN di media sosial (medsos).
Kepala Biro (Karo) Humas BKN Mohammad Ridwan mengatakan, BKN kembali mengingatkan ASN agar mematuhi SE tersebut. Peringatan ini kembali dilakukan setelah ada kasus penusukan terhadap Menko Polhumam Wiranto yang juga membuat seorang dandim dicopot dari jabatannya.
“Jadi, surat edaran itu keluar Mei 2018. Kami pantau di Juli sampai Agustus 2018 itu laju hoax dan ujaran kebencian yang disampaikan ASN berkurang. Lalu kemarin ada kasus penusukan Pak Wir, itu kan muncul lagi. Kami berkewajiban mengingatkan,” ungkap Ridwan saat dihubungi, kemarin.
Menurut dia, SE tersebut jelas menyatakan bahwa media sosial juga bagian dari subjek pengawasan. Hal ini menjadi tugas pejabat pembina kepegawaian (PPK) untuk mengingatkan bawahannya agar berhati-hati menggunakan media sosial. “Kami ingatkan bahwa ada kewajiban PPK untuk melakukan pembinaan dan pengawasan,” ujarnya.
Ridwan mengakui bahwa pengawasan tidak mungkin dilakukan selama 24 jam. Dia pun meminta agar PPK harus smart. “Salah satunya dengan cara saling follow di media sosial antara PPK dan jajarannya. Ini kan bisa saling mengingatkan. Jadi sebelum ada hukuman disiplin atau pihak kepolisian memperkarakannya, maka bisa diingatkan saja dulu,” tandasnya.
Ketua Umum Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Zudan Arif Fakrullah mengatakan, Indonesia adalah bangsa yang beretika tinggi dan menjunjung sopan santun. Karena itu, ASN pun seharusnya memahami nilai universal tersebut.
“Orang yang masuk menjadi ASN adalah orang-orang terpilih, terseleksi, memenuhi standar. Seluruh ASN terikat dengan nilai etika birokrasi dan pemerintahan. Khusus sebagai anggota Korpri terikat dengan Panca Prasetya Korpri, yaitu menjaga marwah negara, menjaga kehormatan negara, dan menjaga kehormatan pribadi,” tandasnya.
Sebagai ASN, lanjutnya, sudah seharusnya menjaga marwah negara dan pemerintahan. Mulai dari presiden, menteri, kepala daerah, hingga tataran pemerintah desa pun harus dijaga. “Etika, sopan santun, keberadaban itu mutlak. Karena itu jaga betul pepatah kita yaitu mulutmu harimau mu, jarimu harimaumu,” paparnya. (Dita Angga)
Kepala Biro (Karo) Humas BKN Mohammad Ridwan mengatakan, BKN kembali mengingatkan ASN agar mematuhi SE tersebut. Peringatan ini kembali dilakukan setelah ada kasus penusukan terhadap Menko Polhumam Wiranto yang juga membuat seorang dandim dicopot dari jabatannya.
“Jadi, surat edaran itu keluar Mei 2018. Kami pantau di Juli sampai Agustus 2018 itu laju hoax dan ujaran kebencian yang disampaikan ASN berkurang. Lalu kemarin ada kasus penusukan Pak Wir, itu kan muncul lagi. Kami berkewajiban mengingatkan,” ungkap Ridwan saat dihubungi, kemarin.
Menurut dia, SE tersebut jelas menyatakan bahwa media sosial juga bagian dari subjek pengawasan. Hal ini menjadi tugas pejabat pembina kepegawaian (PPK) untuk mengingatkan bawahannya agar berhati-hati menggunakan media sosial. “Kami ingatkan bahwa ada kewajiban PPK untuk melakukan pembinaan dan pengawasan,” ujarnya.
Ridwan mengakui bahwa pengawasan tidak mungkin dilakukan selama 24 jam. Dia pun meminta agar PPK harus smart. “Salah satunya dengan cara saling follow di media sosial antara PPK dan jajarannya. Ini kan bisa saling mengingatkan. Jadi sebelum ada hukuman disiplin atau pihak kepolisian memperkarakannya, maka bisa diingatkan saja dulu,” tandasnya.
Ketua Umum Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Zudan Arif Fakrullah mengatakan, Indonesia adalah bangsa yang beretika tinggi dan menjunjung sopan santun. Karena itu, ASN pun seharusnya memahami nilai universal tersebut.
“Orang yang masuk menjadi ASN adalah orang-orang terpilih, terseleksi, memenuhi standar. Seluruh ASN terikat dengan nilai etika birokrasi dan pemerintahan. Khusus sebagai anggota Korpri terikat dengan Panca Prasetya Korpri, yaitu menjaga marwah negara, menjaga kehormatan negara, dan menjaga kehormatan pribadi,” tandasnya.
Sebagai ASN, lanjutnya, sudah seharusnya menjaga marwah negara dan pemerintahan. Mulai dari presiden, menteri, kepala daerah, hingga tataran pemerintah desa pun harus dijaga. “Etika, sopan santun, keberadaban itu mutlak. Karena itu jaga betul pepatah kita yaitu mulutmu harimau mu, jarimu harimaumu,” paparnya. (Dita Angga)
(nfl)