Masa Kampanye, Jadwal Pemilu, hingga E-voting Jadi Isu Revisi UU Pemilu
A
A
A
SUMEDANG - Pemerintah memastikan akan dilakukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) Pemilu. Setidaknya ada beberapa poin yang menjadi perhatian pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk dilakukan perubahan.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengungkapkan telah melakukan lobi-lobi dengan partai politik dan pimpinan DPR maupun MPR terkait dengan perubahan masa kampanye.
“Kita mengusulkan apakah masuk di UU atau kah cukup revisi PKPU (peraturan komisi pemilihan umum) bahwa masa kampanye pileg/pilpres itu dipersingkat. Maksimum dua bulan,” katanya di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Senin (5/8/2019).
Hal lainnya yang bakal dibahas adalah mengenai waktu penyelenggaraan pemilu. Menurut Tjahjo akan lebih baik jika pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres) dipisah karena keserentakan tidak diatur pada hari dan jam yang sama.
“Mumgkin terpaut dua minggu atau satu bulan. Lalu kedua pilkada, dua tahap. Berarti di 2020 dan 2024. Lalu Pileg DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota. Pilpres bisa digabung dengan DPD. Atau bisa digabung dengan pileg karena DPD individu jadi tidak masalah,” paparnya.
Lalu dia pun mengusulkan agar KPU mempertimbangkan penggunaan e-voting maupun e-rekap. Dia menilai hal ini perlu diatur juga di dalam UU.
“India bisa kok dengan jumlah penduduk miliaran. Hampir semua negara bisa. Pilakdes saja sekarang ada yang sudah menggunakan e-voting. Tidak ada masalah. Lebih praktis dan lebih murah. Tinggal political willnya bagaimana. Respon DPR bagus, saya kira setuju tinggal bagaimana penyelenggaranya kan ada di KPU,” katanya.
Tjahjo mengatakan kesehatan petugas KPPS juga harus lebih, salah satunya dengan pengadaan asuransi. “Kemudian sistem noken di Papua juga menjadi barang renungan untuk dipertimbangkan,” pungkasnya.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengungkapkan telah melakukan lobi-lobi dengan partai politik dan pimpinan DPR maupun MPR terkait dengan perubahan masa kampanye.
“Kita mengusulkan apakah masuk di UU atau kah cukup revisi PKPU (peraturan komisi pemilihan umum) bahwa masa kampanye pileg/pilpres itu dipersingkat. Maksimum dua bulan,” katanya di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Senin (5/8/2019).
Hal lainnya yang bakal dibahas adalah mengenai waktu penyelenggaraan pemilu. Menurut Tjahjo akan lebih baik jika pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres) dipisah karena keserentakan tidak diatur pada hari dan jam yang sama.
“Mumgkin terpaut dua minggu atau satu bulan. Lalu kedua pilkada, dua tahap. Berarti di 2020 dan 2024. Lalu Pileg DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota. Pilpres bisa digabung dengan DPD. Atau bisa digabung dengan pileg karena DPD individu jadi tidak masalah,” paparnya.
Lalu dia pun mengusulkan agar KPU mempertimbangkan penggunaan e-voting maupun e-rekap. Dia menilai hal ini perlu diatur juga di dalam UU.
“India bisa kok dengan jumlah penduduk miliaran. Hampir semua negara bisa. Pilakdes saja sekarang ada yang sudah menggunakan e-voting. Tidak ada masalah. Lebih praktis dan lebih murah. Tinggal political willnya bagaimana. Respon DPR bagus, saya kira setuju tinggal bagaimana penyelenggaranya kan ada di KPU,” katanya.
Tjahjo mengatakan kesehatan petugas KPPS juga harus lebih, salah satunya dengan pengadaan asuransi. “Kemudian sistem noken di Papua juga menjadi barang renungan untuk dipertimbangkan,” pungkasnya.
(pur)