Masa Depan Cerah Pangan dan Pertanian RI
A
A
A
Para pelaku pembangunan sektor pertanian, termasuk tanaman pangan, telah bekerja keras untuk mendorong pembangunan pertanian tumbuh secara positif. Salah satu indikator pertumbuhan positif pembangunan pertanian dapat dilihat dari tren produk domestik bruto (PDB) tanaman pangan Indonesia.
Pada awal kepemimpinan Kementerian Pertanian (Kementan) diambil alih oleh Mentan Andi Amran Sulaiman (akhir 2014), PDB tanaman pangan tercatat hanya 0,06%. Padahal, pada dua tahun sebelumnya bahkan menyentuh 1,97 dan kemudian minus. Tapi pada 2015, PDB sektor pertanian telah tumbuh signifikan sebesar 4,32%.
Kementan sebagai fasilitator pembangunan pertanian pun melakukan upaya-upaya strategis untuk mendorong pertumbuhan sektor pertanian, termasuk tanaman pangan. Salah satu program yang telah dijalankan adalah Program Upaya Khusus Pajale (padi, jagung, kedelai). Program ini merupakan salah satu terobosan Kementan di bawah kepemimpinan Amran Sulaiman yang ditujukan untuk meningkatkan produksi tiga komoditas pangan strategis tersebut.
Selain itu, Kementan juga memfokuskan anggaran pembangunan pertanian untuk sarana dan prasarana pertanian, seperti rehabilitasi jaringan irigasi seluas 3,5 juta hektare, mekanisasi 460.000 unit alat mesin pertanian, distribusi jutaan benih unggul, pupuk bersubsidi, asuransi usaha tani, serta beragam sarana dan prasarana pertanian lainnya.
Data BPS menunjukkan bahwa berdasarkan harga konstan 2010, pertumbuhan PDB sektor pertanian selama kurun 2015-2018 terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2015 tumbuh sebesar 3,00%; dan pada 2016 dan 2017 tumbuh masing-masing 3,26% dan 3,57%. Pada 2018 tumbuh 3,68% dan lebih tinggi dari target 3,5%.
Bukan Sekadar Deretan Angka
Bagaimana membuktikan catatan BPS bahwa PDB sektor tanaman pangan memang benar meningkat? Agar tak sekadar berbicara deretan angka di atas kertas, beberapa hal berikut kiranya bisa menjadi bukti konfirmasi di lapangan.
Pada awal 2019 ini, pemerintah melalui Kementan telah meminta Badan Urusan Logistik (Bulog), termasuk semua pihak yang terlibat di sektor pertanian, agar melakukan penyerapan gabah hasil panen raya di sejumlah daerah. Langkah ini dilakukan untuk menjaga stabilitas harga gabah yang mengalami penurunan karena produksi padi yang melimpah. Mentan mengingatkan bahwa pembelian harga gabah petani tidak boleh di bawah Rp4.070, sesuai harga acuan pembelian oleh Bulog.
Kinerja sektor pangan nasional khususnya beras, telah menarik perhatian Lembaga Pangan Malaysia Bernas yang telah membuka peluang kerja sama perdagangan dengan Perum Bulog. Kepala Departemen Industri Penelitian dan Analisa Bernas menyampaikan Bernas Malaysia sudah sejak lama mengetahui kualitas beras Bulog yang baik. Sehingga perlu dilakukan kerja sama lebih serius yang bisa memberikan banyak manfaat dan saling menguntungkan bagi kedua negara.
Indikasi produksi dan stok melimpah juga tergambar dari rencana Dirut Bulog Budi Waseso untuk melakukan ekspor beras ke sejumlah negara.
Ada yang bertanya, jika memang angka produksi meningkat bahkan ada rencana ekspor, lalu mengapa masih ada beras impor yang masuk? Jika kita melihat rekaman data yang lebih luas maka akan kita pahami angka impor beras secara lebih menyeluruh.
Sepanjang sejarah negeri ini, jumlah impor beras di era Jokowi-JK adalah yang terendah yakni 0,43 juta ton per tahun. Padahal, pertumbuhan jumlah penduduk setiap saat terus meningkat. Terakhir tercatat jumlah penduduk di Tanah Air mencapai 260 juta jiwa. Bandingkan pemerintahan Orde Baru yang rata-rata impor beras per tahun mencapai 1,14 juta ton per tahun dengan jumlah penduduk 190 juta jiwa. Begitu pula pada era sebelum Kabinet Kerja, rata-rata impor beras per tahun mencapai 0,62 juta ton dengan jumlah penduduk 240 juta jiwa.
Pertanian tentu bukan hanya tanaman pangan, apalagi hanya beras. PDB subsektor pertanian lainnya seperti tanaman hortikultura, tanaman perkebunan, dan peternakan, juga tumbuh positif dan terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Seperti pada subsektor tanaman pangan, PDB-nya tumbuh positif. Pada 2015, PDB subsektor tanaman pangan sekitar Rp280 triliun, kemudian pada 2016 dan 2017 meningkat masing-masing menjadi Rp287 triliun dan Rp294 triliun, dan pada 2018 meningkat menjadi Rp298,2 triliun.
Pertumbuhan PDB subsektor tanaman pangan yang tetap positif tersebut menunjukkan bahwa produksi pangan dalam negeri terus meningkat setiap tahunnya. Ini menjadi gambaran ketersediaan bahan makanan berbasis tanaman pangan di Tanah Air. Tidak perlu ada kekhawatiran yang berlebihan bahwa produksi pangan dalam negeri tidak bisa mencukupi kebutuhan pangan ke depan, sepanjang pertumbuhan produksi pangan lebih tinggi dari pertumbuhan penduduk, seperti yang terjadi saat ini.
Pertumbuhan Ekspansif Sektor Pertanian pada 2019
BPS baru saja merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2019 sebesar 5,07% secara year on year (YoY). Bahkan bila dibandingkan secara quarter to quarter (Q to Q), sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh ekspansif sebesar 14,10%.
Menurut lapangan usaha, sektor industri, perdagangan, dan pertanian masih menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga kuartal I/2019. BPS mencatat pertumbuhan PDB di sektor pertanian tumbuh sebesar 1,81% bila dibandingkan tahun sebelumnya.
Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, PDB sektor pertanian memang terus mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Selama periode 2013-2017, akumulasi tambahan nilai PDB sektor pertanian yang mampu dihasilkan mencapai Rp1.375 triliun atau naik 47% dibandingkan dengan 2013.
Pada 2018, nilai PDB sektor pertanian bahkan mencapai Rp395,7 triliun dibandingkan Triwulan III/2017 lalu yang hanya Rp375,8 triliun. Selain tumbuh positif, peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi nasional juga semakin penting dan strategis. Pada 2014, sektor pertanian (termasuk kehutanan dan perikanan) berkontribusi sekitar 13,14% terhadap ekonomi nasional dan pada 2017 meningkat menjadi 13,53%.
Sementara jika diperhitungkan dengan industri agro dan penyediaan makanan dan minuman yang berbasis bahan baku pertanian, kontribusinya bisa mencapai 25,84%. Hal ini berdampak pada perekonomian skala nasional.
Di sisi lain, inflasi kelompok bahan makanan terus menurun, dari 10,57% pada 2014, masing-masing menjadi 4,93% pada 2015 dan 5,69% pada 2016. Bahkan pada 2017 turun menjadi 1,26%. Ini bisa dikatakan pertama kali dalam sejarah Indonesia angka inflasi bahan pangan lebih dari inflasi umum yang hanya 3,6%.
Pemerintah tentu terus berupaya keras untuk meningkatkan produksi pangan baik melalui perluasan areal tanam maupun peningkatan produktivitas sebagai respons permintaan pangan yang semakin meningkat ke depan. Kementan sedang mengoptimalkan pemanfaatan lahan rawa dan lahan kering dengan penerapan pertanian modern dan keterlibatan generasi muda sebagai masa depan pertanian Indonesia.
Bangsa ini menanti kiprah kita, terutama generasi muda, untuk bahu-membahu memberi kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Tak hanya untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri, tetapi juga untuk mewujudkan mimpi besar Indonesia sebagai lumbung pangan dunia 2045.
Pada awal kepemimpinan Kementerian Pertanian (Kementan) diambil alih oleh Mentan Andi Amran Sulaiman (akhir 2014), PDB tanaman pangan tercatat hanya 0,06%. Padahal, pada dua tahun sebelumnya bahkan menyentuh 1,97 dan kemudian minus. Tapi pada 2015, PDB sektor pertanian telah tumbuh signifikan sebesar 4,32%.
Kementan sebagai fasilitator pembangunan pertanian pun melakukan upaya-upaya strategis untuk mendorong pertumbuhan sektor pertanian, termasuk tanaman pangan. Salah satu program yang telah dijalankan adalah Program Upaya Khusus Pajale (padi, jagung, kedelai). Program ini merupakan salah satu terobosan Kementan di bawah kepemimpinan Amran Sulaiman yang ditujukan untuk meningkatkan produksi tiga komoditas pangan strategis tersebut.
Selain itu, Kementan juga memfokuskan anggaran pembangunan pertanian untuk sarana dan prasarana pertanian, seperti rehabilitasi jaringan irigasi seluas 3,5 juta hektare, mekanisasi 460.000 unit alat mesin pertanian, distribusi jutaan benih unggul, pupuk bersubsidi, asuransi usaha tani, serta beragam sarana dan prasarana pertanian lainnya.
Data BPS menunjukkan bahwa berdasarkan harga konstan 2010, pertumbuhan PDB sektor pertanian selama kurun 2015-2018 terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2015 tumbuh sebesar 3,00%; dan pada 2016 dan 2017 tumbuh masing-masing 3,26% dan 3,57%. Pada 2018 tumbuh 3,68% dan lebih tinggi dari target 3,5%.
Bukan Sekadar Deretan Angka
Bagaimana membuktikan catatan BPS bahwa PDB sektor tanaman pangan memang benar meningkat? Agar tak sekadar berbicara deretan angka di atas kertas, beberapa hal berikut kiranya bisa menjadi bukti konfirmasi di lapangan.
Pada awal 2019 ini, pemerintah melalui Kementan telah meminta Badan Urusan Logistik (Bulog), termasuk semua pihak yang terlibat di sektor pertanian, agar melakukan penyerapan gabah hasil panen raya di sejumlah daerah. Langkah ini dilakukan untuk menjaga stabilitas harga gabah yang mengalami penurunan karena produksi padi yang melimpah. Mentan mengingatkan bahwa pembelian harga gabah petani tidak boleh di bawah Rp4.070, sesuai harga acuan pembelian oleh Bulog.
Kinerja sektor pangan nasional khususnya beras, telah menarik perhatian Lembaga Pangan Malaysia Bernas yang telah membuka peluang kerja sama perdagangan dengan Perum Bulog. Kepala Departemen Industri Penelitian dan Analisa Bernas menyampaikan Bernas Malaysia sudah sejak lama mengetahui kualitas beras Bulog yang baik. Sehingga perlu dilakukan kerja sama lebih serius yang bisa memberikan banyak manfaat dan saling menguntungkan bagi kedua negara.
Indikasi produksi dan stok melimpah juga tergambar dari rencana Dirut Bulog Budi Waseso untuk melakukan ekspor beras ke sejumlah negara.
Ada yang bertanya, jika memang angka produksi meningkat bahkan ada rencana ekspor, lalu mengapa masih ada beras impor yang masuk? Jika kita melihat rekaman data yang lebih luas maka akan kita pahami angka impor beras secara lebih menyeluruh.
Sepanjang sejarah negeri ini, jumlah impor beras di era Jokowi-JK adalah yang terendah yakni 0,43 juta ton per tahun. Padahal, pertumbuhan jumlah penduduk setiap saat terus meningkat. Terakhir tercatat jumlah penduduk di Tanah Air mencapai 260 juta jiwa. Bandingkan pemerintahan Orde Baru yang rata-rata impor beras per tahun mencapai 1,14 juta ton per tahun dengan jumlah penduduk 190 juta jiwa. Begitu pula pada era sebelum Kabinet Kerja, rata-rata impor beras per tahun mencapai 0,62 juta ton dengan jumlah penduduk 240 juta jiwa.
Pertanian tentu bukan hanya tanaman pangan, apalagi hanya beras. PDB subsektor pertanian lainnya seperti tanaman hortikultura, tanaman perkebunan, dan peternakan, juga tumbuh positif dan terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Seperti pada subsektor tanaman pangan, PDB-nya tumbuh positif. Pada 2015, PDB subsektor tanaman pangan sekitar Rp280 triliun, kemudian pada 2016 dan 2017 meningkat masing-masing menjadi Rp287 triliun dan Rp294 triliun, dan pada 2018 meningkat menjadi Rp298,2 triliun.
Pertumbuhan PDB subsektor tanaman pangan yang tetap positif tersebut menunjukkan bahwa produksi pangan dalam negeri terus meningkat setiap tahunnya. Ini menjadi gambaran ketersediaan bahan makanan berbasis tanaman pangan di Tanah Air. Tidak perlu ada kekhawatiran yang berlebihan bahwa produksi pangan dalam negeri tidak bisa mencukupi kebutuhan pangan ke depan, sepanjang pertumbuhan produksi pangan lebih tinggi dari pertumbuhan penduduk, seperti yang terjadi saat ini.
Pertumbuhan Ekspansif Sektor Pertanian pada 2019
BPS baru saja merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2019 sebesar 5,07% secara year on year (YoY). Bahkan bila dibandingkan secara quarter to quarter (Q to Q), sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh ekspansif sebesar 14,10%.
Menurut lapangan usaha, sektor industri, perdagangan, dan pertanian masih menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga kuartal I/2019. BPS mencatat pertumbuhan PDB di sektor pertanian tumbuh sebesar 1,81% bila dibandingkan tahun sebelumnya.
Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, PDB sektor pertanian memang terus mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Selama periode 2013-2017, akumulasi tambahan nilai PDB sektor pertanian yang mampu dihasilkan mencapai Rp1.375 triliun atau naik 47% dibandingkan dengan 2013.
Pada 2018, nilai PDB sektor pertanian bahkan mencapai Rp395,7 triliun dibandingkan Triwulan III/2017 lalu yang hanya Rp375,8 triliun. Selain tumbuh positif, peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi nasional juga semakin penting dan strategis. Pada 2014, sektor pertanian (termasuk kehutanan dan perikanan) berkontribusi sekitar 13,14% terhadap ekonomi nasional dan pada 2017 meningkat menjadi 13,53%.
Sementara jika diperhitungkan dengan industri agro dan penyediaan makanan dan minuman yang berbasis bahan baku pertanian, kontribusinya bisa mencapai 25,84%. Hal ini berdampak pada perekonomian skala nasional.
Di sisi lain, inflasi kelompok bahan makanan terus menurun, dari 10,57% pada 2014, masing-masing menjadi 4,93% pada 2015 dan 5,69% pada 2016. Bahkan pada 2017 turun menjadi 1,26%. Ini bisa dikatakan pertama kali dalam sejarah Indonesia angka inflasi bahan pangan lebih dari inflasi umum yang hanya 3,6%.
Pemerintah tentu terus berupaya keras untuk meningkatkan produksi pangan baik melalui perluasan areal tanam maupun peningkatan produktivitas sebagai respons permintaan pangan yang semakin meningkat ke depan. Kementan sedang mengoptimalkan pemanfaatan lahan rawa dan lahan kering dengan penerapan pertanian modern dan keterlibatan generasi muda sebagai masa depan pertanian Indonesia.
Bangsa ini menanti kiprah kita, terutama generasi muda, untuk bahu-membahu memberi kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Tak hanya untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri, tetapi juga untuk mewujudkan mimpi besar Indonesia sebagai lumbung pangan dunia 2045.
(nag)