Makna Penting Kampanye Terbuka

Selasa, 02 April 2019 - 08:35 WIB
Makna Penting Kampanye Terbuka
Makna Penting Kampanye Terbuka
A A A
Adi Prayitno
Dosen Ilmu Politik FISIP UIN Jakarta dan Direktur Eksekutif Parameter Politik

KAMPANYE terbuka Pemilu Serentak 2019 sudah dimulai. Semua kontestan berupaya keras mengapitalisasi struktur anatomi kekuatan politik untuk menang. Pawai massa, beriklan di media, hingga kampanye panggung terbuka dilakukan agresif sebagai upaya merebut pasar elektoral yang masih tersisa signifikan.

Bukan hanya pasangan calon presiden (capres), calon anggota legislatif (caleg)dan calon anggota DPD pun sibuk berjibaku dengan beragam model agitasi guna memaksimalkan dukungan. Pemilu serentak membelah konsentrasi kontestan terutama partai politik yang tak bisa meraup berkah efek ekor jas pemilihan presiden (pilpres).

Satu sisi ada keharusan menang pilpres, namun di sisi lain, antarpartai politik saling bersaing menderek elektabilitas. Bahkan, ada sejumlah partai politik yang mempertaruhkan hidup matinya lolos dari lubang maut ambang batas parlemen (parliamentary threshold) . Bahkan kerap terlihat telanjang "perang saudara" antarpartai politik internal koalisi demi berebut pemilih.

Di level pilpres, tensi kontestasi meningkat drastis seiring hasrat dua kandidat yang ingin saling mengalahkan. Apalagi pilpres kali ini momen tanding ulang dua jagoan yang menggunakan strategi "perang terbuka" versus "perang badar". Jokowi dan Prabowo dipastikan full power mengerahkan segenap potensi politiknya untuk menang.

Di level pileg, ada sejumlah parpol pengusung Jokowi dan Prabowo diprediksi tak lolos ke Senayan. Satu kondisi psikologis sangat tak kondusif untuk maksimal memenangkan jagoan mereka di pilpres karena terjebak pada pilihan rumit. Menang pilpres atau fokus lolos ambang batas parlemen. Dua pilihan sulit karena sama-sama membutuhkan totalitas tanpa batas.

Kampanye terbuka merupakan istilah lain dari Rapat Umum dalam UU Pemilu Tahun 2017. Ada banyak metode kampanye yang sudah dilakukan sejak awal masa kampanye, seperti pertemuan terbatas, penyebaran atribut kampanye, serta debat kandidat calon presiden dan wakil presiden. Itu artinya, kampanye terbuka bukan satu-satunya instrumen memobilisasi dukungan politik.

Bedanya, dalam kampanye terbuka semua capres, caleg, calon DPD, dan parpol diperbolehkan melakukan konvoi massa serta mengumpulkan jumlah pendukung dengan skala besar pada titik kumpul tertentu sebagai ajang menyampaikan program kerja. Selama kampanye terbuka seluruh komponen kontestan pemilu diperbolehkan beriklan di media massa dengan spot yang sudah diatur Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pesan Ganda
Kampanye terbuka membawa dua pesan sekaligus. Pertama, memaksimalkan dukungan. Selama enam bulan, sejak masa kampanye dimulai Oktober 2018 lalu, para kontestan sudah melakukan berragam strategi menggaet dukungan. Kampanye terbuka adalah titik kulminasi menjahit dukungan dari berbagai titik simpul massa. Konvoi, pawai jalanan, hingga panggung terbuka, merupakan eskalasi puncak mengonsolidasi basis infrastruktur dan suprastruktur dukungan politik.

Sebagai sebuah pesta demokrasi, kampanye terbuka menjadi kanal pamungkas mengekspresikan dukungan pada kandidat. Berkumpulnya berbagai elemen basis massa pada satu titik simpul membuat suasana kampanye makin semarak. Inilah sejatinya pesta demokrasi yang mesti dirayakan riang gembira tanpa permusuhan. Sebab pemilu sebentuk ritual yang menyenangkan bukan adu hujatan apalagi intimidasi.

Michael Pfau dan Roxanne Parrot dalam Persuasive Communication Campaign (1993) menjelaskan, kampanye sebagai serangkaian proses yang didisain secara sadar, sistematis, dan sustainable untuk memengaruhi opini khalayak ramai yang pada gilirannya berimplikasi pada dukungan politik. Tujuan utamanya jelas mendapatkan dukungan semaksimal mungkin.

Kedua, sebagai ajang sosialisasi pemilu. Saat ini masih banyak khalayak yang tidak tahu menahu tanggal persis pencoblosan. Ironisnya lagi, banyak pula yang tidak tahu bahwa Indonesia punya ritual lima tahunan pemilu. Kondisi inilah turut bisa menjelaskan mengapa angka golput (golongan putih) masih signifikan yang berimplikasi pada rendahnya angka partisipasi. Sejauh ini sosialisasi belum maksimal karena jangkauannya terbatas.

Di luar itu, sosialisasi melalui kampanye terbuka juga berupa penyadaran pada khalayak bahwa pemilu bukan hanya memilih calon presiden dan wakilnya, melainkan juga memilih calon anggota DPR dan DPRD, serta calon DPD. Selama ini diskursus politik hanya dijejali kampanye yang mengesankan pemilu sebatas pilpres. Efeknya, kampanye pileg sepi peminat bahkan cenderung diabaikan.

Merebut Swing Voters
Menilik rilis sejumlah survei soal elektabilitas pasangan capres, terpotret banyak pemilih yang belum meneguhkan pilihan politiknya (swing voters). Angka dinamisnya di kisaran 11-15%. Jumlahnya masih signifikan yang bisa memengaruhi kemenangan pilpres. Jika dibaca sederhana, massa mengambang adalah pemilih sebenarnya tidak terlampau puas dengan kinerja petahana dan tak otomaticly pindah haluan mendukung penantang.

Secara umum potret survei belum bisa menebak pasti siapa yang akan menang pilpres. Fluktuasi angka elektabilitas yang kerap berubah menjadi penegas dinamika pemilih di lapangan sukar diterka. Jokowi memang unggul di semua survei, tapi angka elektabilitasnya belum mencapai angka magis 60% untuk mengunci kemenangan. Sementara elektabilitas Prabowo terus menguntit secara perlahan.

Kampanye terbuka adalah medium akhir merebut massa mengambang yang iman politiknya belum kuat. Semua hal bisa dikapitalisasi mendulang suara. Strategi politik menjadi penentu ke mana arah massa mengambang itu akan mendaraskan sikap politiknya. Salah memilih strategi, berarti siap menghadapi risiko kekalahan.

Pada tataran kontestasi pileg, jumlah pemilih mengambang jauh lebih banyak. Minimnya khalayak yang mengidentifikasi diri atau merasa dengan parpol tertentu (party identification) menjadi ruang terbuka lebar untuk berebut pasar pemilih. Secara signifikan dan stabil, hanya PDIP dan Gerindra yang bisa dipastikan mendapat dukungan solid karena efek ekor jas pilpres. Sementara parpol lain mesti berdarah-darah merebut ceruk pemilih yang bergerak dinamis.

Dalam konteks inilah strategi kampanye dari pintu ke pintu (door to door campaign) layak dikloning. Satu strategi lawas, tapi masih terbukti ampuh meyakinkan pemilih yang pilihan politiknya masih goyang. Kekuatan utama metode kampaye ini terletak pada kesempatan menjual profil dan program kerja kandidat secara langsung (direct selling).

Selama ini banyak kalangan salah kaprah dalam mengimplementasi strategi kampanye terbuka yang hanya monoton pada konvoi massa dan panggung bebas dengan memobilisasi massa. Selain menguras energi dan logistik, model arak-arakan massa mubazir karena tak efektif merebut pemilih labil yang cenderung statis.

Oleh karena itu, harus ada strategi khusus dengan pendekatan dua arah yang menjadikan pemilih sebagai objek sekaligus subjek politik. Mendatangi rumah pemilih secara langsung merupakan strategi ampuh meyakinkan pemilih gamang. Metode ini memang konvensial, bahkan diklaim ketinggalan zaman, namun dalam konteks politik elektoral di Indonesia yang masih paguyuban, efektivitasnya masih cukup terasa.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6348 seconds (0.1#10.140)