Nasihat untuk Romahurmuziy
A
A
A
Atmaja Suhendra, S.Sos, Msi, Lm
Dosen komunikasi STIKOM InterStudi
PENANGKAPAN Ketua Umum DPP PPP, Romahurmuziy oleh KPK belum lama ini di Jawa Timur sempat mengagetkan berbagai kalangan, termasuk penulis.Pertemuan terakhir saya secara langsung bertemu dengan Romy (panggilan Romahurmuziy-), terjadi saat saya mewawancarai beliau sebagai Sekjen PPP di Muktamar PPP di Bandung, 2010 lalu.
Di kalangan rekan-rekan media, Rommy cukup dekat dan sabar, menjawab setiap pertanyaan awak media, terkait muktamar PPP, kala itu. Senyum-nya pun sangat khas.
Saat itu, saya memprediksi Rommy adalah salah satu politisi muda yang cemerlang dan memiliki masa depan yang bagus di dunia politik karena memiliki komunikasi politik yang baik.
Pemberitaan operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Rommy, sempat mengejutkan saya. Penulis berusaha mencari informasi tersebut dan sampai akhirnya, KPK menggelar konfrensi pers resmi, terkait penangkapan Rommy. Sehingga kebenaran penangkapannya, benar-benar terjadi.
Pertanyaan penulis timbul, bagaimana mungkin seorang ketua umum parpol pendukung pemerintah bisa tertangkap tangan dengan dugaan jual beli jabatan di Kementerian Agama, dengan barang bukti “hanya” senilai Rp156.758.000. Menurut penulis, perkara korupsi memang tidak mengenal nilai, korupsi tetap korupsi, namun nilai Rp156 juta lebih ini, untuk seorang ketua umum parpol adalah uang “receh” yang nilainya tidak seberapa, di banding dengan sejarah panjang atau citra PPP.
Atau terlalu kecil jika dibandingkan misalnya, dengan biaya iklan bilboard, Romahurmuziy di berbagai titik dengan memakai sorban dan celana jeans, meski ini sebenarnya tidak aple to aple.
Data rata-rata perusahaan iklan, menunjukan Iklan bilboard Rommy, satu titik saja bisa senilai 80-160 juta. Jika iklan tersebut dipasang di 10 titik saja, nilai nya bisa mencapai Rp800 juta - 1,6 miliar Rupiah. Jelas harga ini lebih mahal dari pada angka yang didapat atau senilai Rp156 juta lebih, dari jual beli jabatan di Kementerian Agama.
Kini, Rommy sudah tertangkap KPK, nasi sudah menjadi bubur. Dugaan jual beli jabatan dengan membayar sejumlah uang adalah sebuah korupsi dan mungkin saja kerap kali dilakukan oleh pejabat negeri ini. Rommy sendiri mungkin menyesal dan bertanya kenapa begini, kenapa begitu ? Sanksi moral dan sosial pasti diterima keluarga, saudara dan bahkan PPP sendiri “malu” akibat tertangkap tangannya Rommy.
Menurut penulis, penangkapan ini, ini menjadi catatan sejarah terburuk PPP karena menjelang pilpres dan terburuk dalam perjalanan karier politik Rommy, dan prediksi saya terkait karier politik Rommy seperti yang saya tulis diatas bisa saja salah.
Jika ada pepatah yang mengatakan “Berbuat salah itu manusiawi, mengakui kesalahan itu mulia”, mungkin ini yang seharusnya dilakukan oleh Rommy. Berkaca dari pepatah tersebut, maka yang harus dilakukan Rommy adalah mengakui hal itu adalah sebuah kesalahan, ini adalah sebuah kekhilafan, menyampaikan sejujur-jurnya apa yang sebenarnya terjadi. Apalagi Rommy masih sangat muda dan bisa saja “comeback” ke jalur politik. Jangan pernah pernah membela diri dengan alasan apapun karena publik tidak akan pernah percaya pembelaan apapun dari seorang Rommy dalam kasus OTT KPK ini.
Secara teori, pasca- penangkapan ini, Rommy harus melakukan komunikasi politik yang baik dan benar saat di wawancarai wartawan, dengan harapan ada sedikit simpati dari masyarakat. Strategi Komunikasi politik ‘mengakui kesalahan’ bertujuan menetralitis keadaan dan menarik simpati secara perlahan.
Membantah apa yang sudah disampaikan KPK, bisa saja menjadi bumerang dan backfire, tidak hanya bagi Rommy sendiri tapi juga bagi PPP dan Pilres 2019. Bantahan atau argumen Rommy, sebaiknya dilakukan di persidangan saja.
Dosen komunikasi STIKOM InterStudi
PENANGKAPAN Ketua Umum DPP PPP, Romahurmuziy oleh KPK belum lama ini di Jawa Timur sempat mengagetkan berbagai kalangan, termasuk penulis.Pertemuan terakhir saya secara langsung bertemu dengan Romy (panggilan Romahurmuziy-), terjadi saat saya mewawancarai beliau sebagai Sekjen PPP di Muktamar PPP di Bandung, 2010 lalu.
Di kalangan rekan-rekan media, Rommy cukup dekat dan sabar, menjawab setiap pertanyaan awak media, terkait muktamar PPP, kala itu. Senyum-nya pun sangat khas.
Saat itu, saya memprediksi Rommy adalah salah satu politisi muda yang cemerlang dan memiliki masa depan yang bagus di dunia politik karena memiliki komunikasi politik yang baik.
Pemberitaan operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Rommy, sempat mengejutkan saya. Penulis berusaha mencari informasi tersebut dan sampai akhirnya, KPK menggelar konfrensi pers resmi, terkait penangkapan Rommy. Sehingga kebenaran penangkapannya, benar-benar terjadi.
Pertanyaan penulis timbul, bagaimana mungkin seorang ketua umum parpol pendukung pemerintah bisa tertangkap tangan dengan dugaan jual beli jabatan di Kementerian Agama, dengan barang bukti “hanya” senilai Rp156.758.000. Menurut penulis, perkara korupsi memang tidak mengenal nilai, korupsi tetap korupsi, namun nilai Rp156 juta lebih ini, untuk seorang ketua umum parpol adalah uang “receh” yang nilainya tidak seberapa, di banding dengan sejarah panjang atau citra PPP.
Atau terlalu kecil jika dibandingkan misalnya, dengan biaya iklan bilboard, Romahurmuziy di berbagai titik dengan memakai sorban dan celana jeans, meski ini sebenarnya tidak aple to aple.
Data rata-rata perusahaan iklan, menunjukan Iklan bilboard Rommy, satu titik saja bisa senilai 80-160 juta. Jika iklan tersebut dipasang di 10 titik saja, nilai nya bisa mencapai Rp800 juta - 1,6 miliar Rupiah. Jelas harga ini lebih mahal dari pada angka yang didapat atau senilai Rp156 juta lebih, dari jual beli jabatan di Kementerian Agama.
Kini, Rommy sudah tertangkap KPK, nasi sudah menjadi bubur. Dugaan jual beli jabatan dengan membayar sejumlah uang adalah sebuah korupsi dan mungkin saja kerap kali dilakukan oleh pejabat negeri ini. Rommy sendiri mungkin menyesal dan bertanya kenapa begini, kenapa begitu ? Sanksi moral dan sosial pasti diterima keluarga, saudara dan bahkan PPP sendiri “malu” akibat tertangkap tangannya Rommy.
Menurut penulis, penangkapan ini, ini menjadi catatan sejarah terburuk PPP karena menjelang pilpres dan terburuk dalam perjalanan karier politik Rommy, dan prediksi saya terkait karier politik Rommy seperti yang saya tulis diatas bisa saja salah.
Jika ada pepatah yang mengatakan “Berbuat salah itu manusiawi, mengakui kesalahan itu mulia”, mungkin ini yang seharusnya dilakukan oleh Rommy. Berkaca dari pepatah tersebut, maka yang harus dilakukan Rommy adalah mengakui hal itu adalah sebuah kesalahan, ini adalah sebuah kekhilafan, menyampaikan sejujur-jurnya apa yang sebenarnya terjadi. Apalagi Rommy masih sangat muda dan bisa saja “comeback” ke jalur politik. Jangan pernah pernah membela diri dengan alasan apapun karena publik tidak akan pernah percaya pembelaan apapun dari seorang Rommy dalam kasus OTT KPK ini.
Secara teori, pasca- penangkapan ini, Rommy harus melakukan komunikasi politik yang baik dan benar saat di wawancarai wartawan, dengan harapan ada sedikit simpati dari masyarakat. Strategi Komunikasi politik ‘mengakui kesalahan’ bertujuan menetralitis keadaan dan menarik simpati secara perlahan.
Membantah apa yang sudah disampaikan KPK, bisa saja menjadi bumerang dan backfire, tidak hanya bagi Rommy sendiri tapi juga bagi PPP dan Pilres 2019. Bantahan atau argumen Rommy, sebaiknya dilakukan di persidangan saja.
(vhs)