Selamatkan Suara Rakyat dengan Solusi Three in One
A
A
A
Denny Indrayana
Guru Besar Tamu di Melbourne University Law School, Australia
MENJELANG Pemilu 2019, muncul beberapa isu hukum yang perlu segera dicarikan jalan keluarnya. Masalah hukum itu antara lain kurangnya surat suara di tempat pemungutan suara (TPS) karena banyaknya pemilih pindahan, penghitungan suara tidak selesai pada hari yang sama dengan pemungutan suara, dan rekapitulasi suara di tingkat kecamatan melebihi batas waktu menurut undang-undang.
Secara teori Hukum Tata Negara (HTN) atas persoalan Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu demikian ada empat alternatif solusi, yaitu satu, menerbitkan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) untuk mengubah UU Pemilu.
Kedua, mengajukan uji materi atas norma terkait dalam UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi; ketiga , menerbitkan peraturan KPU untuk memberi solusi teknis antara persoalan pemilu tersebut; dan ke empat , tidak melakukan perubahan atau menerbitkan peraturan baru, tetapi cukup dengan pelaksanaan yang solutif di lapangan.
Pertama, solusi tepat bukanlah menerbitkan perppu yang mengubah UU Pemilu. Karena pemilu beririsan tajam dengan politik, apalagi UU Pemilu sangat berhubungan erat dengan kontestasi Pemilu 2019. Maka itu, menerbitkan perppu;meskipun adalah tindakan konstitusional presiden yang dijamin konstitusi;tetap berpotensi menghadirkan komplikasi politik.
Apalagi perppu membutuhkan persetujuan DPR untuk berubah menjadi undang-undang. Meskipun perppu telah berlaku sejak diundangkan, namun karena pertimbangan politik, sangat mungkin ada penolakan di DPR yang akan memicu krisis konstitusi atas penyelenggaraan pemilu. Kalau diterima, perppu mungkin menjadi solusi.
Namun, jika ditolak DPR, bisa timbul komplikasi politik karena UU Pencabutan Perppu dapat mengatur soal "segala akibat hukum dari pencabutan" perppu tersebut yang mungkin berdampak pada keabsahan hasil pemilu (Pasal 52 ayat (7) UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan).
Kedua, solusi yang tepat adalah melakukan 3 (tiga) alternatif lainnya secara paralel (bersamaan) karenanya menjadi solusi "three in one ". Maksudnya, KPU secara bersamaan perlu mendukung pengujian materi UU Pemilu ke MK, menyiapkan peraturan KPU, dan persiapan teknis lapangan yang menjawab persoalan dalam UU Pemilu.
Contoh solusi teknis lapangan adalah mempercepat perpindahan sisa kertas suara di antara TPS yang berdekatan, hal mana bisa diatur dalam peraturan KPU, tentu dengan rumusan yang tidak bertentangan dengan undang-undang.
Ketiga, tiga solusi "three in one " tersebut, yaitu uji materi UU Pemilu ke MK, membuat peraturan KPU, dan menyiapkan solusi teknis lapangan; perlu dilakukan bersamaan karena waktu pemungutan suara yang sudah amat dekat, karenanya perlu diantisipasi dengan berbagai kemungkinan.
Akan ideal jika putusan MK menjadi solusi, sebagaimana ketika menjelang Pemilu 2009, MK memutuskan KTP menjadi dasar untuk memilih. Namun, karena waktu yang pendek, bisa jadi putusan MK belum keluar sebelum tanggal pemungutan suara pada 17 April 2019. Karena itu, sebagai langkah antisipasi, penerbitan peraturan KPU dan solusi teknis lapangan menjadi perlu untuk disiapkan.
Guru Besar Tamu di Melbourne University Law School, Australia
MENJELANG Pemilu 2019, muncul beberapa isu hukum yang perlu segera dicarikan jalan keluarnya. Masalah hukum itu antara lain kurangnya surat suara di tempat pemungutan suara (TPS) karena banyaknya pemilih pindahan, penghitungan suara tidak selesai pada hari yang sama dengan pemungutan suara, dan rekapitulasi suara di tingkat kecamatan melebihi batas waktu menurut undang-undang.
Secara teori Hukum Tata Negara (HTN) atas persoalan Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu demikian ada empat alternatif solusi, yaitu satu, menerbitkan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) untuk mengubah UU Pemilu.
Kedua, mengajukan uji materi atas norma terkait dalam UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi; ketiga , menerbitkan peraturan KPU untuk memberi solusi teknis antara persoalan pemilu tersebut; dan ke empat , tidak melakukan perubahan atau menerbitkan peraturan baru, tetapi cukup dengan pelaksanaan yang solutif di lapangan.
Pertama, solusi tepat bukanlah menerbitkan perppu yang mengubah UU Pemilu. Karena pemilu beririsan tajam dengan politik, apalagi UU Pemilu sangat berhubungan erat dengan kontestasi Pemilu 2019. Maka itu, menerbitkan perppu;meskipun adalah tindakan konstitusional presiden yang dijamin konstitusi;tetap berpotensi menghadirkan komplikasi politik.
Apalagi perppu membutuhkan persetujuan DPR untuk berubah menjadi undang-undang. Meskipun perppu telah berlaku sejak diundangkan, namun karena pertimbangan politik, sangat mungkin ada penolakan di DPR yang akan memicu krisis konstitusi atas penyelenggaraan pemilu. Kalau diterima, perppu mungkin menjadi solusi.
Namun, jika ditolak DPR, bisa timbul komplikasi politik karena UU Pencabutan Perppu dapat mengatur soal "segala akibat hukum dari pencabutan" perppu tersebut yang mungkin berdampak pada keabsahan hasil pemilu (Pasal 52 ayat (7) UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan).
Kedua, solusi yang tepat adalah melakukan 3 (tiga) alternatif lainnya secara paralel (bersamaan) karenanya menjadi solusi "three in one ". Maksudnya, KPU secara bersamaan perlu mendukung pengujian materi UU Pemilu ke MK, menyiapkan peraturan KPU, dan persiapan teknis lapangan yang menjawab persoalan dalam UU Pemilu.
Contoh solusi teknis lapangan adalah mempercepat perpindahan sisa kertas suara di antara TPS yang berdekatan, hal mana bisa diatur dalam peraturan KPU, tentu dengan rumusan yang tidak bertentangan dengan undang-undang.
Ketiga, tiga solusi "three in one " tersebut, yaitu uji materi UU Pemilu ke MK, membuat peraturan KPU, dan menyiapkan solusi teknis lapangan; perlu dilakukan bersamaan karena waktu pemungutan suara yang sudah amat dekat, karenanya perlu diantisipasi dengan berbagai kemungkinan.
Akan ideal jika putusan MK menjadi solusi, sebagaimana ketika menjelang Pemilu 2009, MK memutuskan KTP menjadi dasar untuk memilih. Namun, karena waktu yang pendek, bisa jadi putusan MK belum keluar sebelum tanggal pemungutan suara pada 17 April 2019. Karena itu, sebagai langkah antisipasi, penerbitan peraturan KPU dan solusi teknis lapangan menjadi perlu untuk disiapkan.
(maf)