Saunesia sebagai Poros Baru

Sabtu, 23 Februari 2019 - 07:05 WIB
Saunesia sebagai Poros...
Saunesia sebagai Poros Baru
A A A
JAKARTA - Kamaruzzaman Bustamam Ahmad Dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh,

Council AMAN di Bangkok

DALAM artikel ini ingin di­kupas tentang salah satu poros baru yang diben­tuk antara Pemerintah Republik Indonesia dan Arab Saudi yang dikenal sebagai Sau­nesia (Saudi-Indonesia). Gagasan ini muncul ketika hubungan diplomatik di antara kedua negara ini sangat mem­baik, khususnya ketika datang Raja Salman ke Indonesia pada 2017. Karena itu hubungan diplomatik Indonesia dan Arab Saudi sedang mencapai masa ke­emasannya.

Salah satu bentuk kerja sama da­lam rangka Saunesia adalah Indonesia di­tetapkan sebagai “tamu kehor­mat­an” dalam Festival Janadriah Ke-33 yang diadakan di Riyadh pada akhir 2018 hingga awal 2019. Festival ini merupa­kan ajang acara puncak Pemerintah Saudi yang menampilkan kekayaan budaya negaranya. Selama hampir satu bulan, berbagai khaza­nah budaya negara ini ditampilkan ke publik.

Sekali lagi, hanya Indonesia yang hadir dalam festival bergengsi tersebut.

Indonesia diundang dalam acara tersebut untuk membuka stannya se­bagai tamu kehormatan. Keme­nang­an diplomatik ini merupakan sinyal bahwa Saunesia sudah begitu diterima oleh Pemerintah Arab Saudi. Karena sebenarnya Indonesia tidak ada dalam daftar antre untuk hadir dalam festival tersebut. Melalui Saunesia, negara Indo­nesia dapat menampilkan berbagai kekayaan budaya di hadapan masyarakat Arab Saudi dan pengun­jung dari berbagai negara. Ajang ini pada gilirannya memberikan harapan baru terhadap kehadiran Saunesia. Hubungan diplomatik dapat juga di­laku­kan melalui diplomasi kebuda­ya­an sebagaimana kehadiran Indonesia dalam Festival Janadriah ini.

Poros baru ini dapat dimanfaatkan kedua negara dalam seminar yang diadakan dalam Festival Janadriah tersebut. Dalam konteks ini, Saunesia ini akan menjadi poros baru yang akan berkiprah secara global. Arab Saudi merupakan salah satu negara yang paling berpengaruh di Timur Tengah. Sementara itu Indonesia merupakan negara yang berpengaruh di Asia Tenggara. Ketika dua negara ini menjadi satu poros baru, segala kekayaan atau modal untuk kerja sama dapat dipertautkan antara satu sama lain.

Di era peradaban planetari, salah satu upaya yang dilakukan adalah mem­berikan kesempatan negara-negara melakukan proses transfor­masi. Salah satu paradigma yang dapat dikedepankan adalah harapan baru dari hubungan yang serba­kooptasi dan kompetisi menuju kolaborasi dan kooperasi. Intinya negara-negara maju semakin membuka hubungan-hubungan dengan berbagai pihak untuk memiliki kerja sama jangka panjang yang saling menguntungkan antara satu sama lain. Kerja-kerja sama dalam agenda Saunesia meliputi kerja sama ekonomi, keamanan, budaya, dan haji.

Bentuk-bentuk kerja sama di atas akan memberikan harapan baru terhadap pemosisian umat Islam di pentas global. Saat ini kekuatan-kekuatan baru di dunia telah me­warnai kepentingan global. Mereka beradu pengaruh dan kekuatan untuk memuluskan kepentingan nasional menjadi perhatian global. Konse­kuensi dari pemulusan kepentingan ter­sebut menciptakan masalah global. Ada negara yang lebih menge­depankan konflik dan peperangan dalam menjaga stabilitas global, ada juga negara yang menjaga kepentingan ekonomi untuk mengacaukan situasi suatu negara.

Kehadiran poros Saunesia, paling tidak, akan dapat menjadi mitra dalam konstelasi global, khususnya mengenai peran umat Islam di da­lam­nya. Diprediksi bahwa kekuatan seperti ini akan terus memberikan dampak yang signifikan bagi tatanan baru dunia. Hal ini disebabkan kekuatan-kekuatan global yang ingin menyeimbangkan kekuasaan global, akan mencari mitra-mitra yang dapat diajak untuk kerja sama jangka panjang. Konsep tatanan baru ini sebenarnya adalah buah-buah dari kerja diplomasi antara negara yang selalu mengedepankan kepentingan nasional di dalam konteks kepen­ting­an global.

Secara historis, hubungan tanah Arab dengan Nusantara pun tidak dapat dikesampingkan. Ikatan seja­rah yang dibingkai dengan kesamaan iman adalah modal utama di dalam membangun persaudaraan Saunesia. Kerja sama atas dasar kesamaan iman ini telah berlaku selama ratusan tahun antara masyarakat Arab dan Nusan­tara. Karena itu hubungan Saunesia ini lebih banyak dilakukan dalam hubungan keagamaan dan keilmuan. Dalam konteks ini, Dubes RI untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel sebagai inisiator kerja sama ini telah memainkan “diplomasi santri” sebagai satu wujud dari pendekatan keilmuan dan keagamaan di dalam memuluskan konsep kerja sama da­lam bingkai Saunesia.

Untuk itu hubungan diplomasi ini hendaknya dapat dijadikan sebagai momentum baru dalam peneguhan diplomasi kebudayaan yang dilaku­kan melalui berbagai program. Dalam hubungan diplomasi antarnegara, disebutkan Agus Maftuh bahwa jika ada hubungan antara dua negara walaupun sehelai rambut, hendaknya hubungan tersebut tidak diputuskan dengan cara apa pun. Inilah bangunan hubungan Arab Saudi dengan Indo­nesia di mana sehelai rambut tersebut telah memiliki akar yang kuat.

Akhirnya kita berharap momen­tum kerja sama Saunesia ini dapat membangkitkan semangat kerja sama antarindividu di Indonesia. Momentum ini juga perlu direspons secara aktif oleh pemerintah di Indonesia. Sebab jika Saunesia tidak dikawal de­ngan baik, hasil kerja “diplomasi santri” akan menguap seiring cuaca politik di Tanah Air. Bagaimanapun “diplomasi santri” telah menghasilkan kerja nyata para diplomat di luar negeri untuk memperkuat “sehelai benang” yang telah terulur sejak ratusan tahun yang lalu.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9293 seconds (0.1#10.140)