Debat Jadi Referensi Pemilih Milenial

Rabu, 23 Januari 2019 - 06:43 WIB
Debat Jadi Referensi...
Debat Jadi Referensi Pemilih Milenial
A A A
Hasti Nadhilah Ritonga

Mahasiswa Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan IPB

DEBAT pertama calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) telah usai digelar pada (17/1/2019) dan disiarkan langsung di stasiun televisi. Kedua pasangan calon Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno telah menyampaikan visi misi dan program kerja mereka di bidang hukum, HAM, korupsi, dan terorisme, jika kelak terpilih. Namun, debat tersebut rupanya belum mampu memuaskan sebagian masyarakat. Hal ini ramai dibicarakan di media sosial. Dalam pandangan sebagian orang, debat perdana tersebut kurang dinamis.

Pemberian kisi-kisi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada kedua pasangan calon pun disayangkan masyarakat dan diduga sebagai penyebab debat berjalan kurang menarik. Kisi-kisi dinilai menafikan kemampuan dan keahlian masing-masing pasangan calon karena jawaban terkesan sudah terkonsep. Catatan yang dibaca pasangan calon saat debat juga menjadi sorotan, mengingat tujuan dari debat adalah adu argumen dan gagasan bukan sekadar membaca dan menghafalkan teks. Di sisi lain, terbatasnya durasi waktu dinilai membuat kedua pasangan calon tidak bisa memaparkan gagasannya panjang lebar, padahal banyak data yang harus dipaparkan.

Banyak yang menilai debat pertama kurang mengeksplorasi program-program pasangan calon dalam menyelesaikan masalah bangsa. Isu penyelesaian masalah HAM dan korupsi yang harus dibahas langkah konkretnya ternyata tidak muncul. Padahal masyarakat yang belum memiliki pilihan (swing voters) sedang menunggu itu dari pasangan calon.

Masyarakat masih menunggu debat selanjutnya dan diharapkan lebih dinamis. Debat perdana dinilai belum mampu menggugah minat pemilih mengambang, terutama kaum muda yang kurang melek politik. Sejatinya debat mampu menarik mereka untuk ikut berpartisipasi secara aktif dalam pemilihan presiden pada 17 April 2019 mendatang.

Berdasarkan survei, LSI sekitar 40–50% pemilih masuk kategori pemilih pemula dan pemuda. Mereka adalah termasuk kategori milenial. Tingginya jumlah pemilih milenial ini akan sangat berpengaruh terhadap kemenangan pasangan calon nanti. Pemilih milenial dinilai bisa mengubah arah politik pada menit-menit terakhir karena menjatuhkan pilihan berdasarkan pertimbangan rasional. Hanya program yang dirasa oke dan berbobotlah yang akan membuat pemilih milenial menjatuhkan pilihannya.

Rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk meniadakan pemberian kisi-kisi untuk kedua pasangan calon pada debat berikutnya sangatlah tepat. Dengan begitu, debat akan berlangsung lebih menarik, substantif, dan edukatif. Pada empat debat berikutnya pasangan calon diharapkan tidak lagi sekadar hanya saling kritik, tetapi juga memberi solusi. Visi dan misi dengan penyelesaian yang jelas harus tersampaikan, bukan hanya mengandalkan retorika karena ingin menyenangkan pemilih agar dipilih.

Selayaknya debat berikutnya tidak hanya sekadar formalitas untuk menjalankan tahapan kampanye. Pemilih membutuhkan debat ini sebagai salah satu referensi ketika mereka hendak menggunakan hak pilihnya di TPS. Masyarakat membutuhkan referensi karena tidak boleh salah dalam memilih pemimpin yang akan berdampak pada kehidupannya untuk 5 tahun ke depan.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0751 seconds (0.1#10.140)