Bencana dan Ujian Sektor Pariwisata
A
A
A
BENCANA alam belum juga reda melanda negeri ini. Di tengah upaya pemulihan terhadap dampak bencana Lombok di Nusa Tenggara Barat dan Palu serta Donggala, Sulawesi Tengah, pada ujung tahun ini kita kembali dihadapkan pada kenyataan memilukan. Tsunami melanda pesisir Selat Sunda dan mengakibatkan kerusakan parah di Banten dan Lampung Selatan. Tercatat sedikitnya 430 orang meninggal dunia dan 159 dinyatakan hilang. Ribuan warga mengungsi karena tsunami susulan masih mengancam akibat erupsi Gunung Anak Krakatau yang masih terus berlangsung.
Rentetan bencana ini tak pelak membawa banyak pengaruh, terutama pada sektor pariwisata. Sektor yang menjadi andalan baru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di negeri ini terkena dampak yang tidak sedikit. Kunjungan wisatawan, terutama dari mancanegara, beberapa waktu ke depan berpotensi menurun. Apalagi, dua daerah yang terakhir terkena bencana, yakni Lombok dan Banten, adalah tujuan wisata yang selama ini menjadi favorit, termasuk oleh wisatawan mancanegara (wisman). Bencana ini menjadi ujian berat di tengah upaya pemerintah untuk mendatangkan 20 juta wisman pada 2019. Target tersebut naik dari target tahun ini, 17 juta kunjungan wisman.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo menjadikan pariwisata sebagai andalan devisa yang baru. Pariwisata menjadi core business Indonesia karena sektor ini memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Pada 2019 industri pariwisata diproyeksikan menjadi penghasil devisa terbesar, yakni USD 24 miliar, melampaui sektor migas, batubara, dan minyak kelapa sawit.
Dampak menurunnya kunjungan wisman sudah terlihat saat Lombok terkena gempa bumi beberapa waktu lalu. Pada Agustus 2018 hanya tercatat 1,51 juta kunjungan wisman ke daerah itu, atau turun 1,93% dibandingkan Juli yang berjumlah 1,54 juta kunjungan.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto pada Oktober lalu menyebut akibat bencana Lombok kunjungan melalui Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid Lombok, dan Ngurah Rai, Bali, anjlok. Secara total, kunjungan wisman melalui jalur udara turun 5,71% dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan tajam terjadi pada kunjungan melalui Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid yang hanya 4.308 kunjungan pada Agustus, atau turun 69,18% dibandingkan Juli. Di Bandara Internasional Ngurah Rai juga jumlah wisman turun, yakni hanya mencapai 572.000 kunjungan, turun 8,37% dibandingkan bulan sebelumnya.
Tentu tak perlu terlalu lama meratapi kondisi negeri kita yang tertimpa musibah. Hal yang perlu dilakukan sekarang adalah bagaimana bersatu padu untuk bangkit kembali. Bahwa sektor pariwisata akan terdampak itu sulit dihindari. Namun, harus ada upaya terus-menerus untuk meyakinkan wisatawan bahwa alam Indonesia tetap menarik untuk dikunjungi. Harus tampak pada warga negara lain upaya pemerintah yang berusaha secepat mungkin memulihkan kondisi, terutama kawasan wisata yang terdampak bencana.
Di saat yang sama, lembaga pemerintah perlu memberikan informasi yang baik agar wisman bisa merasa aman untuk datang berkunjung. Lembaga kompeten seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) seyogianya dapat memberikan informasi yang tepat bagi masyarakat. Pernyataan dari lembaga ini terkait perkembangan terkini harus selalu cepat, tegas, dan tidak setengah-setengah agar memberi kepastian dan rasa aman.
Media massa juga berperan penting dalam meyakinkan wisman untuk datang berkunjung. Informasi terkait bencana seyogianya proporsional dan tidak justru menimbulkan kepanikan atau kekhawatiran. Setiap warga negara juga bisa berperan dalam situasi ini. Menyampaikan kabar baik terkait perkembangan kondisi lokasi bencana adalah penting dan tidak justru ikut menyebarkan hoaks di media sosial yang berpotensi memperburuk situasi.
Jika seluruh langkah positif ini dilakukan, ditambah dengan tetap melakukan promosi sebagaimana selama ini, diharapkan sektor pariwisata kembali akan pulih dan tetap menjadi primadona baru devisa.
Rentetan bencana ini tak pelak membawa banyak pengaruh, terutama pada sektor pariwisata. Sektor yang menjadi andalan baru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di negeri ini terkena dampak yang tidak sedikit. Kunjungan wisatawan, terutama dari mancanegara, beberapa waktu ke depan berpotensi menurun. Apalagi, dua daerah yang terakhir terkena bencana, yakni Lombok dan Banten, adalah tujuan wisata yang selama ini menjadi favorit, termasuk oleh wisatawan mancanegara (wisman). Bencana ini menjadi ujian berat di tengah upaya pemerintah untuk mendatangkan 20 juta wisman pada 2019. Target tersebut naik dari target tahun ini, 17 juta kunjungan wisman.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo menjadikan pariwisata sebagai andalan devisa yang baru. Pariwisata menjadi core business Indonesia karena sektor ini memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Pada 2019 industri pariwisata diproyeksikan menjadi penghasil devisa terbesar, yakni USD 24 miliar, melampaui sektor migas, batubara, dan minyak kelapa sawit.
Dampak menurunnya kunjungan wisman sudah terlihat saat Lombok terkena gempa bumi beberapa waktu lalu. Pada Agustus 2018 hanya tercatat 1,51 juta kunjungan wisman ke daerah itu, atau turun 1,93% dibandingkan Juli yang berjumlah 1,54 juta kunjungan.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto pada Oktober lalu menyebut akibat bencana Lombok kunjungan melalui Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid Lombok, dan Ngurah Rai, Bali, anjlok. Secara total, kunjungan wisman melalui jalur udara turun 5,71% dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan tajam terjadi pada kunjungan melalui Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid yang hanya 4.308 kunjungan pada Agustus, atau turun 69,18% dibandingkan Juli. Di Bandara Internasional Ngurah Rai juga jumlah wisman turun, yakni hanya mencapai 572.000 kunjungan, turun 8,37% dibandingkan bulan sebelumnya.
Tentu tak perlu terlalu lama meratapi kondisi negeri kita yang tertimpa musibah. Hal yang perlu dilakukan sekarang adalah bagaimana bersatu padu untuk bangkit kembali. Bahwa sektor pariwisata akan terdampak itu sulit dihindari. Namun, harus ada upaya terus-menerus untuk meyakinkan wisatawan bahwa alam Indonesia tetap menarik untuk dikunjungi. Harus tampak pada warga negara lain upaya pemerintah yang berusaha secepat mungkin memulihkan kondisi, terutama kawasan wisata yang terdampak bencana.
Di saat yang sama, lembaga pemerintah perlu memberikan informasi yang baik agar wisman bisa merasa aman untuk datang berkunjung. Lembaga kompeten seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) seyogianya dapat memberikan informasi yang tepat bagi masyarakat. Pernyataan dari lembaga ini terkait perkembangan terkini harus selalu cepat, tegas, dan tidak setengah-setengah agar memberi kepastian dan rasa aman.
Media massa juga berperan penting dalam meyakinkan wisman untuk datang berkunjung. Informasi terkait bencana seyogianya proporsional dan tidak justru menimbulkan kepanikan atau kekhawatiran. Setiap warga negara juga bisa berperan dalam situasi ini. Menyampaikan kabar baik terkait perkembangan kondisi lokasi bencana adalah penting dan tidak justru ikut menyebarkan hoaks di media sosial yang berpotensi memperburuk situasi.
Jika seluruh langkah positif ini dilakukan, ditambah dengan tetap melakukan promosi sebagaimana selama ini, diharapkan sektor pariwisata kembali akan pulih dan tetap menjadi primadona baru devisa.
(kri)