Hari Nusantara dan Provinsi Kepulauan
A
A
A
Witjaksono
Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pemuda Maritim Indonesia
HARI Nusantara yang ditetapkan setiap 13 Desember merupakan penegasan Indonesia sebagai negara kepulauan melalui Keppres Nomor 126/2001. Hal ini merujuk Deklarasi Djuanda dicetuskan pada 13 Desember 1957 yang menyatakan bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebagai negara kepulauan terbesar sudah semestinya pembangunan Indonesia berbasiskan pada pengelolaan kelautan, yang di dalamnya memiliki konsep pemanfaatan sumber daya perikanan, energi dan sumber daya mineral, pesisir dan pulau-pulau kecil, serta sumber daya nonkonvensional. Selain itu, mampu mengusahakan sumber daya kelautan yang meliputi industri kelautan, wisata bahari, perhubungan laut, dan bangunan laut sebagaimana amanat UU Nomor 32/2014 tentang Kelautan. Namun demikian, pembangunan kelautan selalu diposisikan sebagai sektor pinggiran dalam pembangunan ekonomi nasional (Kusumastanto, 2003).
Oleh karenanya, sangat wajar bila pembangunan di masa lalu continental oriented. Dampaknya, provinsi-provinsi yang berciri kepulauan (provinsi kepulauan) memiliki sumber daya kelautan melimpah tertinggal dengan provinsi lainnya. Karena dihadapkan pada segala keterbatasan, khususnya infrastruktur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.Keseriusan pemerintah terhadap laut mulai terlihat kembali pada saat Joko Widodo dilantik sebagai Presiden ke-7. Hal ini tercermin dari pidato kenegaraannya pertama kali yang menyebutkan bahwa kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, serta memunggungi selat dan teluk. Pernyataan itu merupakan komitmen negara untuk hadir dalam membangun kelautan Indonesia.
Memaknai Hari Nusantara
Deklarasi Djuanda yang juga dikenal dengan wawasan Nusantara merupakan perjuangan sebuah pengakuan Indonesia sebagai negara kepulauan. Saat itu, perjuangan Indonesia untuk menyatukan wilayah Indonesia yang terpecah belah oleh rezim Ordinasi Belanda (TZMKO 1939). Dengan demikian, Deklarasi Djuanda merupakan salah satu pilar utama dalam kesatuan negara dan bangsa Indonesia.Hal ini sebagaimana disebutkan Prof Hasjim Djalal (2010) bahwa secara historis ada tiga tiang utama (tonggak) yang penting dalam sejarah kehidupan bangsa Indonesia, yakni: (1) Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai kesatuan kejiwaan, yaitu satu Nusa, satu Bangsa, dan satu Bahasa; (2) Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 di mana rakyat Indonesia yang telah menjadi satu bangsa tersebut ingin hidup dalam satu kesatuan kenegaraan, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); dan (3) Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 yang menekankan bahwa bangsa Indonesia yang hidup dalam NKRI tersebut berada dalam suatu kesatuan kewilayahan yang berbentuk kepulauan (Nusantara).
Wawasan Nusantara adalah keutuhan Nusantara dalam pengertian cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup Nusantara demi kepentingan nasional. Penjabaran wawasan Nusantara secara utuh adalah cara pandang (geopolitik) dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri serta lingkungan yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan, menghargai dan menghormati kebinekaan di dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional Indonesia.
Sebagai implementasi wawasan Nusantara, kekosongan keberpihakan pemerintah di masa lalu terjawab oleh visi kemaritiman Presiden Joko Widodo dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Meski masih terkendala pada berbagai hal, beberapa program kemaritiman Indonesia mampu menjawab ketimpangan pembangunan Indonesia yang berciri kepulauan.
Perjuangan Provinsi Kepulauan
Perjuangan kepulauan terkini dilakukan provinsi-provinsi berciri kepulauan. Hal ini karena sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa pembangunan Provinsi Kepulauan jauh tertinggal dengan provinsi lainnya di Indonesia. Perjalanan panjang perjuangan Provinsi Kepulauan akhirnya tertuang dalam UU Nomor 23/2014.
Beberapa hal pokok terkait provinsi kepulauan dalam UU No. 23/2014, yaitu: Pertama, penetapan kebijakan DAU dan DAK. Pasal 29 ayat (1) dan (2) mengamanatkan bahwa Pemerintah Pusat dalam menyusun perencanaan pembangunan dan menetapkan kebijakan DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Umum) harus memperhatikan Provinsi Kepulauan, dengan cara menghitung luas lautan yang menjadi kewenangannya dalam pengelolaan sumber daya alam di wilayah laut.
Kedua, strategi percepatan pembangunan. Provinsi Kepulauan diamanatkan Pasal 29 ayat (3), (4), dan (5) untuk menyusun strategi percepatan pembangunan berbasiskan kewilayahan. Adapun strategi tersebut meliputi prioritas pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam di laut, percepatan pembangunan ekonomi, pembangunan sosial budaya, pengembangan sumber daya manusia, pembangunan hukum adat terkait pengelolaan laut, serta partisipasi masyarakat dalam pembangunan Provinsi Kepulauan.
Ketiga, alokasi dana percepatan. Permasalahan utama pembangunan provinsi kepulauan adalah kurangnya dukungan anggaran pemerintah. Oleh karena itu, Pasal 29 ayat (6) mengamanatkan Pemerintah Pusat untuk mengalokasikan dana percepatan di luar DAU dan DAK untuk mendukung percepatan pembangunan Provinsi Kepulauan. Namun demikian, alokasi dana percepatan tidak terlaksana hingga sekarang. Hal inilah menimbulkan ketidakpuasan bagi provinsi-provinsi yang tergabung dalam kelompok Provinsi Berciri Kepulauan.
Oleh karena itu, Provinsi-provinsi Kepulauan kembali memperjuangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan pada 2017. Beberapa ketentuan RUU Daerah Kepulauan, yaitu (1) Dana Khusus Kepulauan paling sedikit 5% dari dan di luar pagu dana transfer umum; dan (2) sektor ekonomi kelautan prioritas Provinsi Kepulauan meliputi perikanan tangkap, perikanan budi daya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi, pertambangan dan energi sumber daya mineral, pariwisata bahari, pelayaran, jasa kelautan, sumber daya wilayah pulau kecil, hutan bakau, serta sumber daya baru dan terbarukan.
Penutup
Meski terdapat perbedaan perjuangan negara kepulauan dengan Provinsi Kepulauan, namun memiliki makna yang sama, yaitu mengoptimalkan pembangunan berbasiskan kewilayahan laut. Setelah Indonesia berhasil menjadikan satu kesatuan wilayah, maka langkah berikutnya adalah melaksanakan pembangunan yang merata di seluruh wilayah laut Indonesia.Untuk itu, Provinsi Kepulauan memperjuangkan hak-haknya dalam memenuhi pelayanan kepada masyarakatnya, khususnya mereka yang tinggal di wilayah pulau-pulau kecil terluar, terpencil, dan terisolasi. Akankah perjuangan Provinsi Kepulauan membuahkan hasil? Semoga.
Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pemuda Maritim Indonesia
HARI Nusantara yang ditetapkan setiap 13 Desember merupakan penegasan Indonesia sebagai negara kepulauan melalui Keppres Nomor 126/2001. Hal ini merujuk Deklarasi Djuanda dicetuskan pada 13 Desember 1957 yang menyatakan bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebagai negara kepulauan terbesar sudah semestinya pembangunan Indonesia berbasiskan pada pengelolaan kelautan, yang di dalamnya memiliki konsep pemanfaatan sumber daya perikanan, energi dan sumber daya mineral, pesisir dan pulau-pulau kecil, serta sumber daya nonkonvensional. Selain itu, mampu mengusahakan sumber daya kelautan yang meliputi industri kelautan, wisata bahari, perhubungan laut, dan bangunan laut sebagaimana amanat UU Nomor 32/2014 tentang Kelautan. Namun demikian, pembangunan kelautan selalu diposisikan sebagai sektor pinggiran dalam pembangunan ekonomi nasional (Kusumastanto, 2003).
Oleh karenanya, sangat wajar bila pembangunan di masa lalu continental oriented. Dampaknya, provinsi-provinsi yang berciri kepulauan (provinsi kepulauan) memiliki sumber daya kelautan melimpah tertinggal dengan provinsi lainnya. Karena dihadapkan pada segala keterbatasan, khususnya infrastruktur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.Keseriusan pemerintah terhadap laut mulai terlihat kembali pada saat Joko Widodo dilantik sebagai Presiden ke-7. Hal ini tercermin dari pidato kenegaraannya pertama kali yang menyebutkan bahwa kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, serta memunggungi selat dan teluk. Pernyataan itu merupakan komitmen negara untuk hadir dalam membangun kelautan Indonesia.
Memaknai Hari Nusantara
Deklarasi Djuanda yang juga dikenal dengan wawasan Nusantara merupakan perjuangan sebuah pengakuan Indonesia sebagai negara kepulauan. Saat itu, perjuangan Indonesia untuk menyatukan wilayah Indonesia yang terpecah belah oleh rezim Ordinasi Belanda (TZMKO 1939). Dengan demikian, Deklarasi Djuanda merupakan salah satu pilar utama dalam kesatuan negara dan bangsa Indonesia.Hal ini sebagaimana disebutkan Prof Hasjim Djalal (2010) bahwa secara historis ada tiga tiang utama (tonggak) yang penting dalam sejarah kehidupan bangsa Indonesia, yakni: (1) Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai kesatuan kejiwaan, yaitu satu Nusa, satu Bangsa, dan satu Bahasa; (2) Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 di mana rakyat Indonesia yang telah menjadi satu bangsa tersebut ingin hidup dalam satu kesatuan kenegaraan, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); dan (3) Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 yang menekankan bahwa bangsa Indonesia yang hidup dalam NKRI tersebut berada dalam suatu kesatuan kewilayahan yang berbentuk kepulauan (Nusantara).
Wawasan Nusantara adalah keutuhan Nusantara dalam pengertian cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup Nusantara demi kepentingan nasional. Penjabaran wawasan Nusantara secara utuh adalah cara pandang (geopolitik) dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri serta lingkungan yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan, menghargai dan menghormati kebinekaan di dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional Indonesia.
Sebagai implementasi wawasan Nusantara, kekosongan keberpihakan pemerintah di masa lalu terjawab oleh visi kemaritiman Presiden Joko Widodo dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Meski masih terkendala pada berbagai hal, beberapa program kemaritiman Indonesia mampu menjawab ketimpangan pembangunan Indonesia yang berciri kepulauan.
Perjuangan Provinsi Kepulauan
Perjuangan kepulauan terkini dilakukan provinsi-provinsi berciri kepulauan. Hal ini karena sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa pembangunan Provinsi Kepulauan jauh tertinggal dengan provinsi lainnya di Indonesia. Perjalanan panjang perjuangan Provinsi Kepulauan akhirnya tertuang dalam UU Nomor 23/2014.
Beberapa hal pokok terkait provinsi kepulauan dalam UU No. 23/2014, yaitu: Pertama, penetapan kebijakan DAU dan DAK. Pasal 29 ayat (1) dan (2) mengamanatkan bahwa Pemerintah Pusat dalam menyusun perencanaan pembangunan dan menetapkan kebijakan DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Umum) harus memperhatikan Provinsi Kepulauan, dengan cara menghitung luas lautan yang menjadi kewenangannya dalam pengelolaan sumber daya alam di wilayah laut.
Kedua, strategi percepatan pembangunan. Provinsi Kepulauan diamanatkan Pasal 29 ayat (3), (4), dan (5) untuk menyusun strategi percepatan pembangunan berbasiskan kewilayahan. Adapun strategi tersebut meliputi prioritas pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam di laut, percepatan pembangunan ekonomi, pembangunan sosial budaya, pengembangan sumber daya manusia, pembangunan hukum adat terkait pengelolaan laut, serta partisipasi masyarakat dalam pembangunan Provinsi Kepulauan.
Ketiga, alokasi dana percepatan. Permasalahan utama pembangunan provinsi kepulauan adalah kurangnya dukungan anggaran pemerintah. Oleh karena itu, Pasal 29 ayat (6) mengamanatkan Pemerintah Pusat untuk mengalokasikan dana percepatan di luar DAU dan DAK untuk mendukung percepatan pembangunan Provinsi Kepulauan. Namun demikian, alokasi dana percepatan tidak terlaksana hingga sekarang. Hal inilah menimbulkan ketidakpuasan bagi provinsi-provinsi yang tergabung dalam kelompok Provinsi Berciri Kepulauan.
Oleh karena itu, Provinsi-provinsi Kepulauan kembali memperjuangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan pada 2017. Beberapa ketentuan RUU Daerah Kepulauan, yaitu (1) Dana Khusus Kepulauan paling sedikit 5% dari dan di luar pagu dana transfer umum; dan (2) sektor ekonomi kelautan prioritas Provinsi Kepulauan meliputi perikanan tangkap, perikanan budi daya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi, pertambangan dan energi sumber daya mineral, pariwisata bahari, pelayaran, jasa kelautan, sumber daya wilayah pulau kecil, hutan bakau, serta sumber daya baru dan terbarukan.
Penutup
Meski terdapat perbedaan perjuangan negara kepulauan dengan Provinsi Kepulauan, namun memiliki makna yang sama, yaitu mengoptimalkan pembangunan berbasiskan kewilayahan laut. Setelah Indonesia berhasil menjadikan satu kesatuan wilayah, maka langkah berikutnya adalah melaksanakan pembangunan yang merata di seluruh wilayah laut Indonesia.Untuk itu, Provinsi Kepulauan memperjuangkan hak-haknya dalam memenuhi pelayanan kepada masyarakatnya, khususnya mereka yang tinggal di wilayah pulau-pulau kecil terluar, terpencil, dan terisolasi. Akankah perjuangan Provinsi Kepulauan membuahkan hasil? Semoga.
(whb)