Strategi Kebudayaan dan Trisakti

Kamis, 13 Desember 2018 - 08:15 WIB
Strategi Kebudayaan...
Strategi Kebudayaan dan Trisakti
A A A
Eko Sulistyo
Deputi Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden

KONGRES Kebudayaan Indonesia (KKI) ditutup dengan penyerahan dokumen “Strategi Kebudayaan Indonesia” (SKI) kepada Presiden Jokowi pada 9 Desember 2018. Acara Kongres sendiri sudah dilaksanakan sejak 5–9 Desember 2018 di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. SKI adalah amanat dari UU Nomor 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

SKI menurut UU Nomor 5/2017 adalah “dokumen tentang arah Pemajuan Kebudayaan yang berlandaskan pada potensi, situasi, dan kondisi Kebudayaan Indonesia untuk mewujudkan tujuan nasional.” Untuk penyusunan strategi kebudayaan, Presiden Jokowi telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65/2018 tentang Tata Cara Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah dan Strategi Kebudayaan.

Dalam Pasal 15 Perpres ini diatur tentang partisipasi masyarakat dalam penyusunan. “Menteri menyusun Strategi Kebudayaan dengan melibatkan masyarakat melalui para ahli yang memiliki kompetensi dan kredibilitas dalam Objek Pemajuan Kebudayaan.” Selanjutnya dalam Pasal 16 dinyatakan dokumen strategi kebudayaan akan menjadi patokan bagi “Visi Pemajuan Kebudayaan 20 (dua puluh) tahun ke depan.”

Dalam kerangka partisipasi masyarakat, metode penyusunan SKI dibuat “meninggi dan meluas.” Artinya, bukan hanya ahli dan para tokoh pelaku kebudayaan yang dilibatkan, tapi menjaring aspirasi dan pendapat seluas mungkin, baik dari unsur pemerintah daerah maupun masyarakat sipil pelaku dan pemerhati kebudayaan tanpa memandang latar belakang apa pun.

Agar aspirasi kebudayaan tidak elitis, maka pada prakongres banyak dilibatkan forum dan kegiatan kebudayaan dari daerah dan kelompok masyarakat. Menurut Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid, Kongres Kebudayaan adalah tempat masyarakat berinteraksi yang bertujuan membuat kebijakan, tempat untuk belajar, dan menghadirkan ruang terbuka bagi publik. Metode ini sesuai yang diharapkan Presiden Jokowi saat menerima SKI, “bahwa pemajuan kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari budaya rakyat untuk mencapai kesejahteraan dan kemajuan”.

Berkepribadian dalam Kebudayaan

Konsepsi Presiden Jokowi tentang kebudayaan Indonesia bisa ditelusuri dalam dokumen Visi Misi dan Program Aksi “Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian” pada Pilpres 2014. Inilah kontrak politik programatik antara Jokowi-JK dengan rakyat. Dalam dokumen tersebut dinyatakan ada tiga problem pokok bangsa, yaitu ancaman atas wibawa negara, kelemahan sendi perekonomian bangsa, intoleransi dan krisis kepribadian bangsa.

Dalam “Jalan Perubahan” dikatakan bahwa bangsa Indonesia sekarang ini berada di tengah pertarungan dua arus kebudayaan. Di satu sisi, manusia Indonesia dihadapkan pada arus kebudayaan yang didorong oleh kekuatan pasar menempatkan manusia sebagai komoditas semata. Di sisi lain, muncul arus kebudayaan menekankan penguatan identitas primordial di tengah arus globalisasi.

Akumulasi dari kegagalan menghadapi dua arus tersebut merupakan ancaman bagi pembangunan karakter bangsa—nation and character building. Seperti dikatakan Presiden Jokowi saat menerima SKI bahwa, “Interaksi budaya semakin kompleks antarbangsa dan kelompok, antara yang lama dan yang baru.”

Tantangan dalam arus kebudayaan tersebut menurut “Jalan Perubahan” harus dihadapi dengan jalan ideologis Pancasila 1 Juni 1945 dan Trisakti. Konsepsi Trisakti menjadi landasan bagi pemulihan harga diri bangsa dalam pergaulan antarbangsa yang sederajat dan bermartabat. Jalan Trisakti menjadi karakter dalam pembangunan kebangsaan dan landasan kebijakan masa depan dalam tiga aspek, berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Visi “Berkepribadian dalam Kebudayaan” kemudian diangkat sebagai tema utama dalam KKI 2018. Seperti dikatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam sambutan penyerahan dokumen SKI kepada Presiden Jokowi bahwa kementeriannya menjalankan amanat dari Presiden Jokowi untuk menerjemahkan Strategi Pemajuan Kebudayaan berlandaskan Trisakti.

Konsepsi berkepribadian dalam kebudayaan, bukanlah sebuah ide baru. Sejak pergerakan nasional, ide ini sudah muncul dari gerakan budaya yang dipelopori Taman Siswa (TS).Dalam konsepsinya tentang budaya yang positif, tokoh TS Mangoensarkoro mengatakan, pentingnya tetap memelihara kebudayaan lama dengan membuang anasir yang sudah tak sesuai dengan zaman. Kemudian mengambil anasir baru yang berguna untuk hidup kemasyarakatan.

Menurut Adurrachman Surjomihardjo (1986), Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa, TS berpegangan pada falsafah hidup nasional dengan jiwa universal. Pandangan ini sebagai perkembangan kebudayaan nasional yang sehat karena berlandaskan penghargaan dan pertukaran dengan kebudayaan lain serta menjadikan Indonesia tempat di mana Barat dan Timur dapat bertemu.

Pemikiran tentang berkepribadian dalam kebudayaan nasional yang menjadi konsepsi TS ini menurut sejarawan JJ Rizal (2014), Sitor Situmorang, Biografi Pendek 1924-2014, menjadi sumber inspirasi dari Soekarno untuk merumuskan apa yang kemudian dia sebut sebagai “berkepribadian dalam budaya” dalam konsepsi Trisakti Soekarno pada 1963.

Agenda Aksi

Kemunculan kembali tema kepribadian dalam kebudayaan dalam KKI menunjukkan revitalisasi Trisakti disesuaikan dengan kebutuhan kontekstual masa kini Indonesia dalam 20 tahun ke depan. KKI sejalan dengan revolusi mental dan visi kebudayaan Presiden Jokowi yang menganggap Trisakti adalah landasan ideologis dari pemerintahannya dalam membentuk karakter bangsa.

Dengan penyerahan dokumen SKI, maka tugas pemerintah menerjemahkan strategi yang abstrak dalam kebijakan implementatif menjadi program kementerian, baik di pemerintahan pusat maupun daerah, menjadi agenda aksi yang terukur. Agenda aksi SKI sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia kepada publik internasional karena sejak 2005 sudah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob). Pada tahun yang sama, diundangkan dalam UU Nomor 11/2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.

Dalam kovenan diatur kewajiban negara untuk melakukan semua langkah yang diperlukan dengan berdasar pada sumber daya yang ada dalam mengimplementasikan kovenan dengan cara-cara efektif, termasuk mengadopsi kebijakan yang diperlukan. Negara juga berkewajiban memberikan laporan kemajuan yang dicapai dalam pemenuhan Hak Ekosob pada Sekjen PBB dan Dewan Ekosob.

SKI juga sejalan dengan fokus pembangunan Presiden Jokowi untuk meningkatkan sumber daya manusia, menciptakan manusia Indonesia yang berkualitas dalam berbagai aspek, dan menuju Indonesia sebagai bangsa maju. Penyerahan dokumen SKI kepada Presiden ini menunjukkan bahwa kebudayaan, seperti disampaikan Presiden Jokowi dalam sambutannya, dapat menjadi “jalan hijrah” menuju Indonesia yang lebih maju.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0909 seconds (0.1#10.140)