Karut Marut E-KTP

Senin, 10 Desember 2018 - 07:01 WIB
Karut Marut E-KTP
Karut Marut E-KTP
A A A
KARTU Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) seolah tak pernah habis untuk diperbincangkan publik. Selama ini e-KTP banyak dipersoalkan lantaran banyak warga yang mengeluh tidak bisa memilikinya meski sudah melakukan perekaman. Ini hal yang ironis karena pada dasarnya e-KTP sangat diperlukan warga untuk berbagai keperluan administrasi.

Belakangan, tepatnya dalam sepekan terakhir, publik kembali dihebohkan berkaitan dengan e-KTP. Ada dua kasus yang menyebabkan e-KTP kembali menjadi sorotan media massa sehingga menarik perhatian publik. Pertama, terbongkarnya kasus penjualan blanko e-KTP melalui internet atau diperdagangkan secara online. Pihak penjual blangko e-KTP di pasar daring ini diduga dilakukan anak oknum pejabat Disdukcapil Provinsi Lampung. Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemendagri) telah melaporkan persoalan tersebut ke Mapolda Metro Jaya.

Kedua, kasus ditemukannya sekarung e-KTP sah di sebuah tempat di Kelurahan Pondok Kopi, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu (8/12). E-KTP yang disimpan dalam karung ini sempat jadi mainan anak-anak di tempat itu. Penemuan e-KTP yang tercecer ini bukan kali pertama. Pada Mei 2018, di Bogor Jawa Barat, juga ditemukan e-KTP yang tercecer.

Kasus penjualan blanko e-KTP secara online memicu kekhawatiran akan memunculkan masalah di kemudian hari. Penerbitan e-KTP tidak oleh otoritas yang diperintahkan undang-undang, dalam hal ini Ditjen Dukcapil, rawan memicu penyalahgunaan untuk tujuan kriminalitas. Atas kejadian ini Kemendagri harus mampu menyampaikan jawaban yang jujur dan transparan demi mencegah dugaan-dugaan yang sifatnya spekulatif.

Direktur Jenderal (Dirjen) Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh menyebut pelaku yang menjual blanko e-KTP merupakan anak dari salah satu pejabat Dinas Dukcapil di Kabupaten Tulang Bawang. Lampung. Namun, merespons masalah ini Kemendagri tentu tidak cukup dengan hanya memberikan pernyataan seperti itu. Perlu pendalaman dan penulusuran lebih jauh untuk mengetahui penyebab sebenarnya mengapa blanko yang merupakan dokumen yang sangat penting itu bisa jatuh ke tangan pihak yang tidak berhak.

E-KTP selalu menjadi isu sensitif. Apalagi saat ini Indonesia bersiap memasuki tahun politik, yakni pemilihan presiden dan pemilihan legislatif (pileg dan pilpres) yang akan digelar serentak pada April tahun depan. Mengacu Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu penggunaan e-KTP adalah sah sebagai syarat dalam memilih bagi setiap warga negara. Dua kasus e-KTP yang disebutkan di atas tak pelak memicu beragam spekulasi, termasuk isu dugaan penggunaan e-KTP untuk kepentingan berbuat curang dalam pemilu.

Kekhawatiran ini disampaikan pula oleh penyelenggara pemilu. Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Azis mengaku sangat mengkhawatirkan kasus e-KTP ini, terutama penjualan blanko lewat internet. Menurutnya bahaya kalau sampai ada e-KTP yang beredar asli tapi palsu dalam artian bukan dikeluarkan oleh instansi yang berkompeten. Dia meminta semua pihak untuk mencegah agar hal tersebut terulang hingga hari H pemungutan suara pemilu pada 17 April 2019.

Belajar dari kasus di atas, ada dua pekerjaan utama yang harus segera diselsaikan oleh Kemendagri. Pertama, segera menuntaskan perekaman e-KTP dan mendistribusikan KTP yang sudah tercetak ke tangan pemiliknya. Khusus pendistribusian, terlihat ada masalah karena temuan sekarung e-KTP di Duren Sawit semestinya tidak terjadi. E-KTP yang sudah jadi atau selesai cetak smestinya sudah sampai ke tangan pemiliknya, tidak justru tercecer di jalan tanpa kita tahu siapa yang mesti bertanggung jawab. Adapun soal perekaman, saat ini masih tersisa 2,67% penduduk yang belum melakukan perekaman data. Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Tavipiyono menyebut perekaman e-KTP baru mencapai 97,33%. Jumlah warga wajib KTP yang belum merekam mencapai 5 juta penduduk. Target perekaman selesai pada Desember ini tak boleh molor lagi agar tak mengganggu proses pemilu.

Kedua, penting bagi Kemendagri dan KPU untuk menjawab secara tuntas permasalahan e-KTP di atas, sebab jika tidak itu berpotensi jadi alat bagi kubu kontestan untuk mendeligitimasi hasil pemilu mendatang. Bukan tidak mungkin pihak yang kalah bertarung, terutama di pilpres, akan menjadikan kasus e-KTP ini sebagai alat bukti dalam menggugat hasil penetapan KPU. Demi legitimasi hasil pemilu, seluruh masalah terkait e-KTP harus tuntas di empat bulan waktu yang tersisa.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0859 seconds (0.1#10.140)