Kearifan Lokal Bisa Tangkal Radikalisme dan Terorisme

Selasa, 04 Desember 2018 - 08:18 WIB
Kearifan Lokal Bisa...
Kearifan Lokal Bisa Tangkal Radikalisme dan Terorisme
A A A
JAKARTA - Kearifan lokal yang banyak terdapat di setiap daerah di Indonesia diyakini bisa menjadi penangkal serangan radikalisme dan terorisme. Hal itu karena kearifan lokal memiliki kekuatan dan daya rekat, serta sumber kontrol moral dalam menjaga hubungan masyarakat harmonis, baik yang homogen maupun heterogen.

Dalam survei dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), kepercayaan masyarakat terhadap kearifan lokal sebagai daya tangkal radikalisme dan terorisme berada pada skor 63,60 (berada dalam kategori tinggi). “Hasil survei tahun lalu menempatkan aspek kearifan lokal dan kesejahteraan adalah yang paling signifikan sebagai sarana pencegahan radikalisme. Tahun ini ingin lebih kami pertajam, apakah betul kearifan lokal masih signifikan, terutama di era yang serba digital,” kata Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius di Jakarta, kemarin.

Survei dilakukan BNPT menggunakan kombinasi metode kualitatif dan kuantitatif dengan rentang waktu antara April-September 2018 di 32 provinsi se-Indonesia. Metode kualitatif dalam bentuk diskusi yang menghadirkan perwakilan pemerintah daerah, tokoh adat, agama, pendidikan, dan elemen pemuda di setiap provinsi.

“Sementara untuk kuantitatif dilakukan dengan penyebaran kuesioner ke 450 responden di setiap provinsi. Total responden yang dipakai adalah 14.400 orang, terdiri dari mahasiswa PTKN dan PTUN, dosen, siswa SMA dan MAN,” jelas jenderal bintang tiga ini.

Suhardi mengungkapkan, yang dimaksud kearifan lokal bukan seni dan budaya saja. Tetapi tutur lisan, tata ruang, norma sosial, dan seni kebudayaan. Jadi 63,60% jumlah responden menyatakan kearifan lokal masih relevan sebagai sarana pencegahan terorisme. “Kearifan lokal masih relevan untuk pencegahan, tapi masalahnya di daerah tak ada lagi dokumen yang utuh tentang apa itu kearifan lokal. Akibatnya, 30,09% responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang apa itu kearifan lokal,” jelasnya.

Kondisi tersebut, jelas Suhardi, terjadi antara lain karena kurangnya sosialisasi kearifan lokal, khususnya di kalangan milenial. 28,33% responden mengakui hal tersebut. “Ditambah lagi faktor interaktif antarmasyarakat karena efek dari kemajuan teknologi, faktor penetrasi media sosial yang demikian kuat,” tegasnya.

Suhardi mengungkapkan, pihaknya mendorong pemerintah daerah untuk melakukan transformasi dekonstruktif terhadap kearifan lokal. Ada 4 langkah yang direkomendasikan, yaitu inventarisir ulang kearifan lokal, pendefinisian ulang, reformulasi, dan transfer of knowledge tentang apa itu kearifan lokal.

“Tapi harus diingat, semua dilakukan dengan pendekatan era milenial. Definisikan dan formulasikan ulang apa itu kearifan lokal dengan gerakan yang mudah diterima generasi milenial, sehingga mereka lebih tertarik dan tak lagi lari kepada media sosial saja untuk aktivitas sehari-harinya,” tambahnya.

Penguatan kearifan lokal sebagai sarana pencegahan terorisme juga diungkapkan Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris. Menurutnya, banyak seni dan budaya di Indonesia yang harus dilihat dengan kacamata keberagaman, bukan keseragaman. “Sangat banyak kearifan lokal untuk diangkat ke tingkat nasional. Bila ada benturan budaya, bagaimana mengawinkan budaya yang ada,” katanya.

Irfan menganalogikan kearifan lokal sebagai imunitas untuk tubuh. Jika kearifan lokal sebuah daerah tidak dijaga dan terus dikuatkan, maka ancaman perpecahan yang berujung pada radikalisme dan terorisme bisa terjadi. “Kapan lemah imunitas negara, maka akan masuk penyakit dalam kehidupan berbangsa,” ucapnya. (Binti Mufarida)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1142 seconds (0.1#10.140)