BNPT dan CUTA Belgia Teken MoU Penanggulangan Terorisme
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ( BNPT ) menandatangani Nota Kesepahaman Kerja sama (MoU) dengan Coordination Unit for Threat Analysis (CUTA) Belgia. Penandatanganan ini dilakukan di Kantor Kementerian Dalam Negeri Belgia di Brussels, Belgia.
"Dan hadir dengan berbagai macam bentuk kompleksitas yang dihadapkan pada kesulitan dan tantangan seperti isu Pejuang Teroris Asing, termasuk sarana untuk penuntutan, rehabilitasi, dan reintegrasi (PRR)," kata Boy Rafli dalam keterangannya, Minggu (12/6/2022).
"Tantangan global dan regional saat ini, dan lanskap terorisme yang terus berubah menuntut negara-negara untuk berkoordinasi dan berkolaborasi dengan lebih baik, sebagai sarana untuk tanggapan yang efektif. Untuk itu, saya yakin MoU ini menjadi salah satu sarana untuk menjawab tantangan tersebut," tambahnya.
Boy Rafli menjelaskan, BNPT yang mewakili negara Indonesia dan CUTA Belgia sepakat untuk bekerja sama dalam penanggulangan terorisme melalui tukar menukar informasi, analisis strategis dan juga praktik-praktik terbaik yang telah dilakukan kedua negara. Berbagai pertemuan di tingkat pakar dan pejabat tinggi, juga menjadi agenda.
Mantan Kapolda Papua ini mengungukapkan, penandatanganan MoU ini merupakan momen penting mengingat penanggulangan terorisme tidak bisa dilakukan sendiri oleh sebuah negara.
"Tidak ada satu negara pun dapat menanggulangi terorisme sendirian, sehingga kerjasama internasional harus dilakukan. Tantangan global dan regional serta perubahan lanskap terorisme menuntut kita untuk bekerjasama dalam mendapatkan langkah tindak yang efektif," ungkap Boy Rafli.
Boy Rafli menuturkan jika Indonesia dan Belgia disaat bersamaan sedang menghadapi ancaman terorisme yang akan berdampak pada gangguan keamanan, kesejahteraan, dan pembangunan negara.
Meskipun tantangannya mungkin tidak serupa, namun penandatanganan MoU ini memberikan kesempatan bagi Indonesia dan Belgia untuk berbagi pelajaran, dan praktik terbaik dalam mengatasi tantangan tersebut.
"Sementara Belgia menghadapi isu meningkatnya ekstremisme sayap kanan, Indonesia pada saat yang sama menghadapi masalah kelompok ekstremis, menyebarkan dogma agama dengan mengganti Ideologi Negara Indonesia Pancasila," jelasnya.
"Dan hadir dengan berbagai macam bentuk kompleksitas yang dihadapkan pada kesulitan dan tantangan seperti isu Pejuang Teroris Asing, termasuk sarana untuk penuntutan, rehabilitasi, dan reintegrasi (PRR)," kata Boy Rafli dalam keterangannya, Minggu (12/6/2022).
"Tantangan global dan regional saat ini, dan lanskap terorisme yang terus berubah menuntut negara-negara untuk berkoordinasi dan berkolaborasi dengan lebih baik, sebagai sarana untuk tanggapan yang efektif. Untuk itu, saya yakin MoU ini menjadi salah satu sarana untuk menjawab tantangan tersebut," tambahnya.
Boy Rafli menjelaskan, BNPT yang mewakili negara Indonesia dan CUTA Belgia sepakat untuk bekerja sama dalam penanggulangan terorisme melalui tukar menukar informasi, analisis strategis dan juga praktik-praktik terbaik yang telah dilakukan kedua negara. Berbagai pertemuan di tingkat pakar dan pejabat tinggi, juga menjadi agenda.
Mantan Kapolda Papua ini mengungukapkan, penandatanganan MoU ini merupakan momen penting mengingat penanggulangan terorisme tidak bisa dilakukan sendiri oleh sebuah negara.
"Tidak ada satu negara pun dapat menanggulangi terorisme sendirian, sehingga kerjasama internasional harus dilakukan. Tantangan global dan regional serta perubahan lanskap terorisme menuntut kita untuk bekerjasama dalam mendapatkan langkah tindak yang efektif," ungkap Boy Rafli.
Boy Rafli menuturkan jika Indonesia dan Belgia disaat bersamaan sedang menghadapi ancaman terorisme yang akan berdampak pada gangguan keamanan, kesejahteraan, dan pembangunan negara.
Meskipun tantangannya mungkin tidak serupa, namun penandatanganan MoU ini memberikan kesempatan bagi Indonesia dan Belgia untuk berbagi pelajaran, dan praktik terbaik dalam mengatasi tantangan tersebut.
"Sementara Belgia menghadapi isu meningkatnya ekstremisme sayap kanan, Indonesia pada saat yang sama menghadapi masalah kelompok ekstremis, menyebarkan dogma agama dengan mengganti Ideologi Negara Indonesia Pancasila," jelasnya.