Defisit Transaksi Berjalan Kian Lebar

Selasa, 27 November 2018 - 07:30 WIB
Defisit Transaksi Berjalan...
Defisit Transaksi Berjalan Kian Lebar
A A A
Defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) semakin melebar, namun masih dalam batas aman. Pada kuartal ketiga lalu, CAD tercetak sebesar USD8,8 miliar atau sekitar 3,37% terhadap produk domestik bruto (PDB), bandingkan pada kuartal kedua sebelumnya di mana CAD tercatat sebesar USD8 miliar atau sekitar 3,02% terhadap PDB.

Adapun secara kumulatif, CAD dari Januari hingga Oktober 2018 berdasarkan catatan Bank Indonesia berada pada kisaran 2,86% terhadap PDB. Posisi angka tersebut oleh bank sentral dinilai masih terhitung aman. Masalahnya, posisi CAD yang terus melebar semakin membuat pemerintah kebingungan karena belum menemukan formulasi yang tepat untuk menghentikan agar defisit tidak semakin membesar.

Lalu, apa yang harus dilakukan pemerintah dalam mengatasi defisit transaksi berjalan yang makin melebar itu? Staf pengajar Laboratorium Statistik P3M Universitas Indonesia Andy Azisi Amin sepakat dengan bank sentral bahwa CAD memang belum berbahaya, namun tetap harus ada antisipasi serius agar tidak mencetak defisit terus. Solusinya tidak bisa sekadar lewat crash program.

Setidaknya, pemerintah harus menyiapkan program jangka pendek dan panjang guna mendongkrak ekspor barang dan jasa, serta sungguh-sungguh mengendalikan impor. Selain itu, menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya dan meningkatkan cadangan devisa. Program jangan hanya di atas kertas, tetapi harus diimplementasikan oleh jajaran pemerintahan. Dengan demikian, dunia usaha akan merasakan bahwa pemerintah memang bekerja serius untuk memperbaiki CAD.

Suara senada diucapkan Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia, Frederico Gil Sander, bahwa untuk mengatasi CAD salah satu kuncinya adalah bagaimana meningkatkan ekspor. Memang, tantangannya tidak kecil sebab pemerintah harus menciptakan iklim yang kondusif agar sektor ekspor semakin diminati.

Berbagai potensi menurut Sander belum tergali secara maksimal oleh pemerintah, di antaranya saat ini Asia mencatat pertumbuhan kelas menengah sangat besar, terutama di China, Vietnam, dan India, serta Indonesia yang menyumbang sekitar 15%. Peluangnya bagaimana memanfaatkan perilaku kelas menengah itu untuk membeli barang dari Indonesia, mulai sepatu, baju, hingga furnitur.

Sebenarnya, saran dari Bank Dunia itu sudah dibuktikan dari hasil keikutsertaan delegasi dagang Indonesia pada China International Import Expo di Shanghai. Pameran yang digelar selama lima hari awal November lalu, delegasi Indonesia berhasil membukukan nilai transaksi sebesar USD4,74 miliar. Adapun produk unggulan yang diminati importir China meliputi margarin, biji kopi, sarang burung walet, hingga kelapa sawit dengan segala turunannya.

Sukses yang diraih delegasi dagang Indonesia itu oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dinilai sebagai bukti bahwa pasar China semakin terbuka lebar untuk berbagai produk dari Indonesia."Ini merupakan bukti awal kalau produk Indonesia berpotensi menarik lebih banyak lagi konsumen China," ujar Enggartiasto dengan nada penuh optimistis.

Di sisi lain, pemerintah terus mendorong agar kinerja ekspor semakin membaik di tengah lesunya iklim ekonomi global. Saat membuka Trade Expo Indonesia 2018, awal pekan lalu, Presiden RI Joko Widodo menginginkan perbanyak insentif kepada pengusaha yang berorientasi ekspor. Langka itu ditempuh agar kinerja ekspor terus membaik yang bisa memperbaiki posisi CAD.

Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor Indonesia pada Oktober lalu mencatat kenaikan tipis sekitar 3,59% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Adapun negara tujuan ekspor nonminyak dan gas terbesar ditempati China senilai USD243,3 juta, disusul Swiss USD171,7 juta, dan Singapura USD144,1 juta.

Kembali pada persoalan CAD yang kini membuat pemerintah ketar-ketir karena semakin mendekati batas toleransi yang dipatok sebesar 3% terhadap PDB, pihak BI memprediksi bakal bertengger di level 2,9% terhadap PDB. Sebelumnya, Bank Pembangunan Asia memperkirakan CAD Indonesia berada posisi 2,6% terhadap PDB hingga akhir tahun ini.

Kita berharap prediksi kedua lembaga tersebut kalaupun meleset tidak melebihi target yang sudah dipatok pemerintah. Memang, dibanding sejumlah negara di Asia, posisi CAD Indonesia masih tercatat rendah, misalnya dibandingkan CAD India yang berada di level 6,5% terhadap PDB.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0703 seconds (0.1#10.140)