Integritas Pemilu

Senin, 15 Oktober 2018 - 09:04 WIB
Integritas Pemilu
Integritas Pemilu
A A A
Allan Fatchan Gani Wardhana
Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UII &
Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) UII

PENYELENGGARAAN Pemilihan Umum Presiden dan Wa­kil Presiden (Pil­pres) dan Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) memasuki tahapan masa kampanye. Ber­dasarkan jadwal, masa kam­pa­nye ini akan berlangsung hing­ga 13 April 2019. Di masa kam­panye, pembahasan mengenai integritas pemilu (electoral integrity ) menjadi isu sentral dan terus diupayakan seiring de­ngan cita-cita untuk me­wu­jud­kan pemilu yang de­mo­kra­tis dan akuntabel sesuai de­ngan kehendak rakyat.

Adrian Gostick dan Dana Telford dalam “The Advantage of Integrity“, mendefinisikan inte­­gritas sebagai ketaatan yang kuat pada sebuah kode, khu­sus­nya nilai moral atau nilai artistik tertentu. Senada de­ngan itu, Kofi A. Annan da­lam salah satu karyanya yang berjudul “Deepe­ning Demo­cracy: A Strategy for Improving the Integrity of Election World­wide“ mendefinisikan in­te­­gri­tas sebagai kepatuhan yang ku­kuh pada nilai moral dan etika.

Dikaitkan dengan pe­mi­lu, bah­wa integritas pemilu itu menghendaki seluruh elemen yang terlibat di dalamnya baik penyelenggara maupun pe­ser­ta tun­duk dan patuh pada nilai-nilai moral dan etika ke­pe­mi­lu­an. Adapun pentingnya me­wu­jud­kan integritas pemilu dida­sari pada pandangan bahwa pemilu diselenggarakan untuk menjunjung tinggi sekaligus menegakkan hak asasi ma­nu­sia dan prinsip demokrasi.

Apa­bila pemilu tidak dilak­sa­na­kan de­ngan basis integritas, ma­ka ber­po­tensi melahirkan pe­nye­lenggara pemilu yang ti­dak bertanggung jawab yang ber­implikasi pada minimnya par­tisipasi politik dan hilang­nya kepercayaan publik pada pro­ses demokrasi (Nasef: 2012).

Kelembagaan dan Aturan
Saat ini, kita telah memiliki instrumen kelembagaan dan aturan yang memang sudah di­rancang sedemikian rupa un­tuk mewujudkan apa yang di­sebut dengan integritas pe­mi­lu itu. Pertama, soal kelem­ba­ga­an (institution). Kita telah me­miliki tiga lembaga ke­pe­miluan yang saling ber­hu­bungan kaitannya dengan penegakan integritas pemilu.

Di samping Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mem­pu­nyai tugas menyelenggarakan pemilu, terdapat lembaga Ba­dan Pengawas Pemilu (Ba­was­lu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Bawaslu dalam salah tu­gasnya ialah menegakkan integritas pemilu. Sedangkan DKPP di­bentuk dalam rangka untuk menjaga kemandirian, inte­gri­tas, dan kredibilitas pe­nye­leng­gara pemilu. Hadirnya Ba­waslu dan DKPP tersebut se­kaligus menjadi salah satu bukti bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk mene­rap­kan integritas pemilu.

Kedua, terkait aturan (rules). Sudah begitu banyak dan ketat aturan soal ba­gai­mana inte­gritas pemilu itu harus diwu­jud­kan. Dari mulai UU Nomor 7 Ta­hun 2017 hing­ga Peraturan tek­nis lainnya (seperti Pera­tur­an KPU dan Pe­raturan Ba­waslu) me­ngatur detail terkait apa yang boleh di­la­kukan dan apa yang tidak bo­leh dilakukan baik ba­gi ko­mi­sio­ner penye­leng­gara mau­­pun ke­pada pe­serta pemilu.

Tiga Upaya

Meski kelembagaan dan aturan kita sudah cukup me­ma­dai dalam mewujudkan inte­gritas pemilu, namun perjalanan demokrasi kita ti­dak­lah berjalan di ruang hampa. Maraknya politik uang, tidak netralnya birokrasi dan pe­nyelenggara pemilu, mahar po­li­tik, penyebaran hoa ks da­lam kampanye, masih menjadi tantangan yang serius. Agar integritas pemilu itu tetap terjaga (di tengah gempuran berbagai tantangan), terdapat beberapa upaya yang harus dilakukan.

Pertama, bahwa KPU dan Bawaslu harus konsisten me­megang teguh profesionalitas dan integritas dalam men­ja­lankan tugas. Proses penye­leng­garaan pemilu harus di­laksanakan sesuai dengan atur­a­n. Baik KPU dan Bawaslu dapat secara sinergis men­do­rong partai-partai, para calon, dan media untuk menjalankan code of conduct kampanye pe­milu hingga pemungutan sua­ra. Sementara DKPP harus si­gap manakala terdapat ko­mi­sioner KPU dan Bawaslu yang mengesam­ping­kan integritas.

Kedua, memaksimalkan pengawasan partisipatif. Kon­sep dasar pengawasan par­ti­si­patif ini merupakan pengawas­an yang berbasis pada ke­terlibatan rakyat dalam meng­awal maupun mengawasi ja­lan­nya tahapan pemilu. Aktif­nya rakyat dalam pengawasan sekaligus dapat menutup dalih “adanya keterbatasan jumlah anggota pengawas pemilu di­bandingkan persoalan pemilu yang terus berkembang”.

Ketiga, memaksimalkan pe­ranan pers dalam meng­awasi jalannya pelaksanaan pe­milu. Pasal 6 UU Nomor 40 ta­hun 1999 tentang pers me­negaskan bahwa Pers ber­pe­ran menegakkan nilai-nilai da­sar demokrasi serta mela­ku­kan pengawasan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ke­pentingan umum serta mem­perjuangkan keadilan dan kebenaran. Yang dapat dila­ku­kan pers kaitannya dengan inte­gritas pemilu ialah me­li­put seluruh kegiatan kam­pa­nye pemilu.

Dari sini akan di­ke­tahui mana saja peserta pemilu yang berkampanye dengan visi-misi serta program dan mana yang melakukan kam­pa­nye negatif serta hal-hal lain yang berpotensi merusak inte­gritas pemilu. Tujuannya agar publik mengetahui dan men­ja­di pertimbangan dalam memilih.

Demi terwujudnya pemilu yang demokratis dan ber­in­te­gritas, upaya-upaya di atas ha­rus konsisten dilakukan. De­mo­krasi akan terjaga kesan­tun­annya jika seluruh kom­ponen setia menggandeng eti­ka dan budaya politik yang se­hat dan menyehatkan.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6463 seconds (0.1#10.140)