Polri di Tengah Negara Hukum dan Demokrasi
A
A
A
Habib Aboe Bakar Alhabsyi Anggota Komisi III DPR RI
POLRI tahun ini berusia 72 tahun, tahap usia yang seharusnya cukup dewasa untuk menjalankan tugasnya. Sebagaimana Pasal 13 Undang-Undang No 2 Tahun 2002 mengenai Kepolisian Republik Indonesia, Polri memiliki tiga tugas pokok. Pertama adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Kedua sebagai instrumen negara yang melakukan penegakan hukum. Ketiga memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Ketiga tugas pokok tersebut memosisikan Polri sebagai pilar utama dalam penegakan hukum, penjagaan keamanan, dan perlindungan masyarakat.
Untuk menjalankan tugas pokok tersebut, UU Polri memberikan 12 kewenangan. Mulai dari melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan hingga kewenangan melakukan penyitaan terhadap sebuah objek barang. Kewenangan yang diberikan tentu dalam rangka menjaga terlaksananya tertib hukum di Indonesia. Melalui kewenangan tersebut diharapkan akan dapat dilaksanakan prinsip negara hukum sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Penegasan ketentuan konstitusi ini bermakna bahwa segala aspek kehidupan dalam kemasyarakatan, kenegaraan, dan pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum.
Negara berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) ditandai dengan beberapa asas, di antaranya bahwa semua perbuatan atau tindakan seseorang baik individu maupun kelompok, rakyat maupun pemerintah harus didasarkan pada ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum perbuatan atau tindakan itu dilakukan atau didasarkan pada peraturan yang berlaku. Negara berdasarkan atas hukum harus didasarkan pada hukum yang baik dan adil tanpa membeda-bedakan. Untuk penyelenggaraan negara, hukum tersebut terdapat tiga fungsi yang dilaksanakan negara, yaitu legislasi, penegakan hukum, dan yudikasi. Pada konteks tersebut Polri memiliki peran dalam bidang penegakan hukum. Ini adalah sebuah proses untuk memastikan bahwa segenap komponen negara mematuhi tertib norma hukum yang telah diundangkan.
Namun penyelenggaraan kewenangan tersebut bukan berarti tidak tak terbatas. Pelaksanaan kewenangan Polri dalam penegakan hukum harus tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum itu sendiri. Dalam bekerja mereka selalu selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan. Setiap tindakan yang diambil harus patut, masuk akal, dan tidak boleh berlebihan. Apabila perlu dilakukan tindakan ekstra seperti penembakan, haruslah dengan pertimbangan yang layak dan berdasarkan keadaan yang memaksa. Tentu semua proses penegakan hukum tersebut harus selalu menghormati hak asasi manusia.
Selain negara hukum, Indonesia juga merupakan negara demokrasi sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) yang dikatakan bahwa kedaulatan negara Indonesia berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Oleh karenanya Indonesia sebagai negara hukum dan negara demokrasi adalah saling melengkapi, keduanya seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Karena aturan norma hukum di Indonesia lahir dari proses legislasi, sedangkan legislator pembuatnya terpilih dari proses demokrasi. Karenanya dapat dikatakan bahwa cikal bakal aturan hukum adalah dari proses demokrasi.
Pada proses demokrasi, Polri juga memiliki peran penting yang lahir dari tugas tambahan, yaitu menjadi salah satu unsur penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia. Setidaknya ada tiga peran penting yang harus dilaksanakan Polri dalam penyelenggaraan pemilu. Pertama melakukan pengamanan pada setiap tahapan pelaksanaan pemilu agar peyelenggaraan pemilu dapat berjalan dengan aman dan lancar. Kedua melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pemilu yang dilaporkan kepada Polri melalui Bawaslu. Ketiga melakukan tugas lain menurut UU yang berlaku seperti melaksanakan tugas pelayanan penerimaan pemberitahuan kegiatan kampanye dan atau pemberian izin kepada peserta pemilu.
Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis harus berjalan searah dan tidak dapat dipisahkan, dalam hal ini Polri harus dapat menempatkan diri secara tepat. Banyak dinamika lapangan yang kemudian menjadi batu uji sikap Polri dalam menjalankan tugasnya. Semisal mengenai pengangkatan anggota aktif Polri sebagai pejabat gubernur dalam masa pilkada. Ide penempatan perwira tinggi Polri yang masih aktif banyak mendapat penolakan karena dinilai tidak sejalan dengan MPR Nomor 7/MPR/2000 dan UU Polri. Setelah beberapa kali dibatalkan, ternyata praktik tersebut tetap terjadi pada pengangkatan Pejabat Gubernur Jawa Barat.
Sikap hati-hati lain yang harus pula diambil Polri adalah saat ada anggotanya yang maju dalam perhelatan pilkada. Dalam pilkada 2018, setidaknya terlihat ada tiga anggota Polri yang kemudian berlaga dalam pemilihan gubernur. Misalkan saja Irjen Pol Safaruddin yang maju di Pilgub Kaltim bersama Sekda Provinsi Kalimantan Timur Rusmadi Wongso. Kemudian ada Irjen Pol Anton Charliyan yang maju di Pilgub Jabar bersama anggota Komisi I DPR RI TB Hasanudin. Selain itu ada Irjen Murad Ismail bersama Barnabas Ornoyang yang maju di Pilgub Maluku. Tentunya sikap netral dan profesional Polri akan diuji ketika ada anggotanya (yang kemudian mengajukan pengunduran diri) berlaga dalam pemilihan umum.
Di tengah negara hukum dan demokratis, ada empat hal yang harus dijaga Polri. Pertama adalah transparansi atau keterbukaan informasi hukum. Keterbukaan ini meliputi akses informasi peraturan, persyaratan maupun prosedur. Dalam negara hukum yang demokratis, Polri harus mampu memberikan akses yang sama terhadap semua lapisan masyarakat. Karenanya masyarakat harus mendapatkan jaminan untuk bisa mengetahui setiap tahap penegakan hukum yang dilakukan Polri.
Kedua, Polri harus dapat mempertahankan netralitasnya. Aspek netralitas Polri menjadi unsur penting dalam sebuah negara hukum yang demokratis. Karena pada posisi tersebut Polri diberi peran sebagai penegak hukum serta sebagai unsur anggota pengawas, pengaman, dan pelaksana pemilu. Oleh karenanya untuk memenuhi tanggung jawab tersebut Polri harus dapat berbuat, berkehendak, dan bekerja secara baik dan netral dalam keberadaan, peran maupun tugasnya. Dalam wujud penampilannya Polri juga dituntut harus dapat memainkan peranan yang mandiri, proporsional, dan profesional.
Ketiga, dalam menjalankan fungsi penegakan hukum Polri harus dapat menghadirkan rasa adil dalam bentuk persamaan di depan hukum, perlakuan yang sama, dan adanya standar. Melalui prosedur yang standar diharapkan akan diperoleh perlakuan yang sama di depan hukum atau equality before the law. Perlakukan yang sama akan menjunjung rasa keadilan dan demokratis secara bersamaan. Kondisi ini hanya bisa tercapai jika ada transparansi dan netralitas sebagaimana disampaikan pada poin sebelumnya.
Keempat adalah adanya stabilitas, hukum harus dapat menciptakan stabilitas atau mengakomodasi menyeimbangkan kepentingan yang saling bersaing di masyarakat. Tanpa ada stabilitas keamanan, tentunya proses demokrasi maupun penegakan hukum tidak dapat dijalankan dengan baik. Sebaliknya pula proses demokrasi dan penegakan hukum juga harus selalu mengacu pada orientasi penjagaan stabilitas keamanan. Karenanya kedua proses tersebut harus dilakukan secara terbuka dengan cara yang adil dan aparat yang netral. Dengan demikian persaingan yang terjadi di masyarakat akan dapat diseimbangkan dalam koridor negara hukum yang demokratis.
Selamat HUT Bhayangkara ke-72, semoga Polri semakin profesional, modern, dan tepercaya.
POLRI tahun ini berusia 72 tahun, tahap usia yang seharusnya cukup dewasa untuk menjalankan tugasnya. Sebagaimana Pasal 13 Undang-Undang No 2 Tahun 2002 mengenai Kepolisian Republik Indonesia, Polri memiliki tiga tugas pokok. Pertama adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Kedua sebagai instrumen negara yang melakukan penegakan hukum. Ketiga memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Ketiga tugas pokok tersebut memosisikan Polri sebagai pilar utama dalam penegakan hukum, penjagaan keamanan, dan perlindungan masyarakat.
Untuk menjalankan tugas pokok tersebut, UU Polri memberikan 12 kewenangan. Mulai dari melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan hingga kewenangan melakukan penyitaan terhadap sebuah objek barang. Kewenangan yang diberikan tentu dalam rangka menjaga terlaksananya tertib hukum di Indonesia. Melalui kewenangan tersebut diharapkan akan dapat dilaksanakan prinsip negara hukum sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Penegasan ketentuan konstitusi ini bermakna bahwa segala aspek kehidupan dalam kemasyarakatan, kenegaraan, dan pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum.
Negara berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) ditandai dengan beberapa asas, di antaranya bahwa semua perbuatan atau tindakan seseorang baik individu maupun kelompok, rakyat maupun pemerintah harus didasarkan pada ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum perbuatan atau tindakan itu dilakukan atau didasarkan pada peraturan yang berlaku. Negara berdasarkan atas hukum harus didasarkan pada hukum yang baik dan adil tanpa membeda-bedakan. Untuk penyelenggaraan negara, hukum tersebut terdapat tiga fungsi yang dilaksanakan negara, yaitu legislasi, penegakan hukum, dan yudikasi. Pada konteks tersebut Polri memiliki peran dalam bidang penegakan hukum. Ini adalah sebuah proses untuk memastikan bahwa segenap komponen negara mematuhi tertib norma hukum yang telah diundangkan.
Namun penyelenggaraan kewenangan tersebut bukan berarti tidak tak terbatas. Pelaksanaan kewenangan Polri dalam penegakan hukum harus tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum itu sendiri. Dalam bekerja mereka selalu selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan. Setiap tindakan yang diambil harus patut, masuk akal, dan tidak boleh berlebihan. Apabila perlu dilakukan tindakan ekstra seperti penembakan, haruslah dengan pertimbangan yang layak dan berdasarkan keadaan yang memaksa. Tentu semua proses penegakan hukum tersebut harus selalu menghormati hak asasi manusia.
Selain negara hukum, Indonesia juga merupakan negara demokrasi sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) yang dikatakan bahwa kedaulatan negara Indonesia berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Oleh karenanya Indonesia sebagai negara hukum dan negara demokrasi adalah saling melengkapi, keduanya seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Karena aturan norma hukum di Indonesia lahir dari proses legislasi, sedangkan legislator pembuatnya terpilih dari proses demokrasi. Karenanya dapat dikatakan bahwa cikal bakal aturan hukum adalah dari proses demokrasi.
Pada proses demokrasi, Polri juga memiliki peran penting yang lahir dari tugas tambahan, yaitu menjadi salah satu unsur penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia. Setidaknya ada tiga peran penting yang harus dilaksanakan Polri dalam penyelenggaraan pemilu. Pertama melakukan pengamanan pada setiap tahapan pelaksanaan pemilu agar peyelenggaraan pemilu dapat berjalan dengan aman dan lancar. Kedua melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pemilu yang dilaporkan kepada Polri melalui Bawaslu. Ketiga melakukan tugas lain menurut UU yang berlaku seperti melaksanakan tugas pelayanan penerimaan pemberitahuan kegiatan kampanye dan atau pemberian izin kepada peserta pemilu.
Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis harus berjalan searah dan tidak dapat dipisahkan, dalam hal ini Polri harus dapat menempatkan diri secara tepat. Banyak dinamika lapangan yang kemudian menjadi batu uji sikap Polri dalam menjalankan tugasnya. Semisal mengenai pengangkatan anggota aktif Polri sebagai pejabat gubernur dalam masa pilkada. Ide penempatan perwira tinggi Polri yang masih aktif banyak mendapat penolakan karena dinilai tidak sejalan dengan MPR Nomor 7/MPR/2000 dan UU Polri. Setelah beberapa kali dibatalkan, ternyata praktik tersebut tetap terjadi pada pengangkatan Pejabat Gubernur Jawa Barat.
Sikap hati-hati lain yang harus pula diambil Polri adalah saat ada anggotanya yang maju dalam perhelatan pilkada. Dalam pilkada 2018, setidaknya terlihat ada tiga anggota Polri yang kemudian berlaga dalam pemilihan gubernur. Misalkan saja Irjen Pol Safaruddin yang maju di Pilgub Kaltim bersama Sekda Provinsi Kalimantan Timur Rusmadi Wongso. Kemudian ada Irjen Pol Anton Charliyan yang maju di Pilgub Jabar bersama anggota Komisi I DPR RI TB Hasanudin. Selain itu ada Irjen Murad Ismail bersama Barnabas Ornoyang yang maju di Pilgub Maluku. Tentunya sikap netral dan profesional Polri akan diuji ketika ada anggotanya (yang kemudian mengajukan pengunduran diri) berlaga dalam pemilihan umum.
Di tengah negara hukum dan demokratis, ada empat hal yang harus dijaga Polri. Pertama adalah transparansi atau keterbukaan informasi hukum. Keterbukaan ini meliputi akses informasi peraturan, persyaratan maupun prosedur. Dalam negara hukum yang demokratis, Polri harus mampu memberikan akses yang sama terhadap semua lapisan masyarakat. Karenanya masyarakat harus mendapatkan jaminan untuk bisa mengetahui setiap tahap penegakan hukum yang dilakukan Polri.
Kedua, Polri harus dapat mempertahankan netralitasnya. Aspek netralitas Polri menjadi unsur penting dalam sebuah negara hukum yang demokratis. Karena pada posisi tersebut Polri diberi peran sebagai penegak hukum serta sebagai unsur anggota pengawas, pengaman, dan pelaksana pemilu. Oleh karenanya untuk memenuhi tanggung jawab tersebut Polri harus dapat berbuat, berkehendak, dan bekerja secara baik dan netral dalam keberadaan, peran maupun tugasnya. Dalam wujud penampilannya Polri juga dituntut harus dapat memainkan peranan yang mandiri, proporsional, dan profesional.
Ketiga, dalam menjalankan fungsi penegakan hukum Polri harus dapat menghadirkan rasa adil dalam bentuk persamaan di depan hukum, perlakuan yang sama, dan adanya standar. Melalui prosedur yang standar diharapkan akan diperoleh perlakuan yang sama di depan hukum atau equality before the law. Perlakukan yang sama akan menjunjung rasa keadilan dan demokratis secara bersamaan. Kondisi ini hanya bisa tercapai jika ada transparansi dan netralitas sebagaimana disampaikan pada poin sebelumnya.
Keempat adalah adanya stabilitas, hukum harus dapat menciptakan stabilitas atau mengakomodasi menyeimbangkan kepentingan yang saling bersaing di masyarakat. Tanpa ada stabilitas keamanan, tentunya proses demokrasi maupun penegakan hukum tidak dapat dijalankan dengan baik. Sebaliknya pula proses demokrasi dan penegakan hukum juga harus selalu mengacu pada orientasi penjagaan stabilitas keamanan. Karenanya kedua proses tersebut harus dilakukan secara terbuka dengan cara yang adil dan aparat yang netral. Dengan demikian persaingan yang terjadi di masyarakat akan dapat diseimbangkan dalam koridor negara hukum yang demokratis.
Selamat HUT Bhayangkara ke-72, semoga Polri semakin profesional, modern, dan tepercaya.
(mhd)