Harga Gas untuk Listrik

Senin, 02 Juli 2018 - 08:27 WIB
Harga Gas untuk Listrik
Harga Gas untuk Listrik
A A A
Komaidi Notonegoro

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute

PEMERINTAH me­mu­­tuskan bahwa se­lama 2018-2019 tidak akan terda­pat penyesuaian harga jual te­naga listrik. Dalam perspektif ma­kroekonomi dan sosial, ke­bijakan pemerintah tersebut po­sitif. Menjelang tahun poli­tik, stabilitas sosial dan eko­nomi masyarakat memang pen­ting untuk dijaga. Karena itu relatif dapat dipahami jika pe­merintah kemudian me­ng­am­bil kebijakan tersebut.

Akan tetapi pada kondisi har­ga energi primer pem­bang­kit yang sedang meningkat se­perti saat ini, kebijakan pe­me­rintah tersebut berpotensi me­ne­kan kinerja keuangan pe­nye­dia te­na­ga listrik, terutama PLN. Ketika harga energi pri­mer pembang­kit, terutama ener­gi fosil, me­ningkat, ke­bi­jakan yang se­ha­rusnya di­la­ku­kan adalah me­naik­kan harga jual listrik.

Kebijakan pemerintah un­tuk tidak menaikkan harga jual listrik pada saat harga energi primer pembangkit meningkat hanya dapat dilakukan dalam dua pilihan. Pertama, me­nu­run­kan harga energi primer yang masih memungkinkan untuk di­intervensi pemerintah. Ke­dua, me­ngorbankan aspek ke­se­hat­an keuangan badan usaha pe­nye­dia listrik baik PLN maupun badan usaha penyedia tenaga listrik yang lain dengan ber­bagai konsekuensinya.

Harga Gas Pembangkit

Mencermati kondisi yang ada, melakukan intervensi ter­hadap harga energi primer pem­bangkit (khususnya gas) me­rupakan opsi yang masih mung­kin untuk dilakukan jika pe­me­rintah menghendaki tidak me­naikkan harga jual listrik ketika harga energi primer meningkat seperti saat ini. Hal itu me­ng­ingat peran gas dalam bauran energi primer pembangkit ter­catat relatif cukup signifikan.

Pada tahun 2017, porsi te­na­ga listrik yang diproduksi pem­bangkit listrik yang meng­gu­nakan gas tercatat sekitar 27,86% dari total produksi listrik PLN. Konsumsi gas yang diperlukan untuk mempr­o­duk­si listrik da­lam porsi tersebut tercatat se­kitar 368,49 juta MMBTU.

Dengan volume konsumsi gas­ tersebut, dengan asumsi ni­lai tu­kar rupiah di kisaran Rp14.000/­USD, setiap penu­runan har­ga gas sebesar USD1/ MMBTU akan menurunkan bia­­ya pengadaan energi primer pembangkit PLN sekitar Rp5 tri­liun. Selain itu pe­nu­run­an harga gas tersebut juga akan berdampak terhadap me­nu­run­nya biaya produksi listrik dari pembangkit yang meng­gu­nakan gas sekitar Rp125/kWh.

Selain harga yang dite­tap­kan BPH Migas, harga gas untuk konsumen domestik Indonesia tercatat terbagi menjadi tiga kelompok pengguna utama, yai­tu pembangkit listrik, indus­tri tertentu, dan industri umum.

Rata-rata harga gas yang di­terima pembangkit listrik ter­catat di antara harga gas un­tuk industri tertentu dan industri umum. Harga gas untuk pem­bangkit lebih tinggi dari harga untuk industri tertentu, tetapi lebih rendah dari industri umum. Pada 2016 misalnya rata-rata har­ga gas untuk pembangkit lis­trik tercatat sekitar USD6,10/ MMBTU. Sementara harga gas untuk industri tertentu dan industri umum masing-masing sekitar USD5,30/MMBTU dan USD11,20/MMBTU.

Untuk kawasan Asia Teng­gara, harga gas untuk pem­bang­kit listrik di Indonesia tercatat lebih tinggi dari harga gas pem­bangkit listrik di Malaysia dan Vietnam. Pada tahun 2016, har­ga gas untuk pembangkit di Ma­laysia dan Vietnam masing-ma­sing sekitar USD4,70/MMBTU dan USD3,80/MMBTU.

Pemerintah Malaysia dan Viet­nam tercatat memberikan sub­sidi harga gas untuk pem­ban­g­kit listrik di negara me­reka. Hal tersebut dimak­sud­kan agar har­ga jual listrik murah sehingga mam­pu mendorong dan mening­kat­kan daya saing industri mereka.

Berdasarkan kondisi yang ada tersebut dapat dikatakan pada dasarnya masih terdapat ruang bagi pemerintah untuk dapat melakukan penurunan harga gas untuk pembangkit. Jika peme­rin­tah dapat mem­ber­lakukan harga gas yang re­latif lebih murah untuk industri tertentu seperti industri pupuk dan industri pe­trokimia, se­ha­rus­nya juga ter­dapat peluang untuk mem­be­rikan harga gas yang lebih murah untuk pem­bangkit listrik.

Tantangan utama pe­nu­run­an harga gas untuk pembangkit lis­trik kemungkinan akan be­r­ada pada kerelaan pemerintah un­tuk “berkorban” mengurangi Pen­da­pat­an Negara Bukan Pajak (PNBP) dari pengusahaan gas. Jika pe­merintah masih sulit merelakan pengurangan pene­ri­ma­an dari pengusahaan gas, na­sib penu­run­an harga gas un­tuk pem­bang­kit listrik ke­mung­kinan akan sama dengan ke­bi­jakan pe­nu­runan harga gas un­tuk industri. Dalam hal ini, mes­kipun payung hukum yaitu Per­pres Nomor 40/2016, Permen ESDM Nomor 6/2016, dan Per­men ESDM No­mor 16/2016 te­lah diterbitkan, sampai saat ini implementasi penurunan harga gas untuk industri dapat dika­ta­kan belum berjalan se­penuhnya.

Hal lain yang perlu dila­ku­kan terkait dengan penurunan harga gas untuk pembangkit ada­lah perlu dilakukan revisi ter­hadap Permen ESDM No­mor 45/2017 tentang Peman­faat­an Gas Bumi untuk Pem­bang­kit Listrik. Jika mengacu pada formula yang ditetapkan permen ini, dengan kondisi le­vel harga minyak (ICP) saat ini, harga gas yang harus diber­la­ku­kan untuk pem­bang­kit listrik justru lebih tinggi dari rata-rata harga gas yang saat ini diterima pembangkit listrik.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5690 seconds (0.1#10.140)