Momentum Menumpas Terorisme hingga Tuntas
A
A
A
Harris Turino Kurniawan
Pengamat Terorisme
BELUM selesai drama kebiadaban teroris yang membunuh petugas dengan sangat keji di Mako Brimob, Depok, kemarin kembali dipertontonkan tindakan terorisme yang sangat biadab. Tanpa rasa kemanusiaan secuil pun pelaku meledakkan 3 gereja di Surabaya yang menimbulkan korban jiwa dan luka-luka. Bahkan celakanya pelaku bom bunuh diri ini menggunakan anak kecil yang berusia 10 tahun, seorang bocah polos yang pasti belum mengerti arti hidup dan kehidupan. Ini sudah melewati batas peri kemanusiaan.
Aneh, bangsa yang dulu dikenal sebagai bangsa yang sangat beradab dan ramah kini seolah menjadi bangsa yang keji, sadis, dan intoleran. Ke mana sirnanya keberadaban yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Kenapa amok yang selalu dikedepankan dalam penyelesaian setiap masalah? Kenapa orang-orang tak berdosa harus dikorbankan hanya demi satu cita-cita yang jelas tidak diridai sang Khalik?
Dengan menggunakan teori AMO (Ability, Motivation and Opportunity) yang dikemukakan Blumberg dan Prigle 1982 serta Boxall dan Purcell 2003 pada ranah strategik manajemen, sebenarnya ini adalah saat yang paling tepat bagi pemerintah untuk menumpas habis terorisme dan radikalisme yang berkembang di Indonesia. Dari sisi ability (kemampuan), pemerintah memiliki seluruh perangkat untuk melaksanakan hal tersebut. Bukan hanya dari kemampuan dan kesiapan aparat penegak hukum, tetapi juga dari sisi perangkat hukumnya itu sendiri. Mahkamah Konstitusi sudah mengeluarkan keputusan untuk menolak permohonan penggugat dalam uji materiil tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2 Tahun 2017. Ini bisa menjadi payung hukum yang jelas untuk menumpas akar-akar gerakan radikalisme yang bertentangan dengan dasar negara dan falsafah hidup bangsa Indonesia, Pancasila.
Di samping itu, untuk meningkatkan legitimasi dan kemampuan pemerintah dalam menumpas aksi teror, sudah saatnya pemerintah mengeluarkan Perppu Antiterorisme karena selama ini pembahasan RUU Antiterorisme masih berlarut-larut. Alasan keterdesakan untuk menerbitkan perppu dalam hal ini jelas terpenuhi. Ini sekaligus bisa menjadi payung hukum yang sangat efektif yang mungkin tidak diperhitungkan oleh orang-orang yang selama ini melancarkan gerakan teror. Perppu ini akan menjadi senjata pemungkas, bukan hanya untuk menumpas terorisme, tetapi juga untuk memberikan pemetaan yang jelas terhadap pihak yang memang serius mendukung pemerintah dalam memberantas terorisme atau bahkan bermain di balik layar.
Dari sisi motivation (motivasi), jelas pemerintah bukan hanya memiliki motivasi, tetapi bahkan kewajiban yang diamanatkan dalam UUD 1945, yaitu bahwa negara harus melindungi segenap bangsa Indonesia. Kewajiban ini tidak boleh dibiarkan dan bentuk perlindungan yang paling nyata adalah dengan menumpas terorisme sampai ke akar-akarnya.
Dari sisi opportunity (kesempatan), ini adalah kesempatan yang paling baik bagi pemerintah untuk bertindak. Pernyataan para tokoh agama di media seluruhnya mengutuk aksi terorisme ini. Seluruh komponen bangsa, apa pun agamanya, mendukung langkah pemerintah dalam memberantas terorisme ini karena memang tidak ada satu agama pun yang mengajarkan untuk membunuh warga masyarakat yang tidak berdosa, perempuan, anak-anak, dan anggota kepolisian. Jelas bahwa terorisme ini musuh semua agama. Ini adalah sebuah kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak berperikemanusiaan.
Maka dari itu inilah saatnya di mana negara harus lebih tegas menggunakan seluruh kewenangan dan memobilisasi seluruh kekuatan yang dimilikinya. Pelaku teror ini harus diusut sampai ke akar-akarnya. Negara tidak boleh kalah oleh aksi terorisme.
Inilah juga saat bagi kita untuk tidak lagi diam dan mendiamkan. Mari kita galang solidaritas kemanusiaan sekaligus menolak segala bentuk kekerasan. Persatuan Indonesia dan keutuhan NKRI terlalu mahal untuk dipertaruhkan. Demi anak cucu kita, sang pemilik masa depan Indonesia yang sebenarnya. l
Pengamat Terorisme
BELUM selesai drama kebiadaban teroris yang membunuh petugas dengan sangat keji di Mako Brimob, Depok, kemarin kembali dipertontonkan tindakan terorisme yang sangat biadab. Tanpa rasa kemanusiaan secuil pun pelaku meledakkan 3 gereja di Surabaya yang menimbulkan korban jiwa dan luka-luka. Bahkan celakanya pelaku bom bunuh diri ini menggunakan anak kecil yang berusia 10 tahun, seorang bocah polos yang pasti belum mengerti arti hidup dan kehidupan. Ini sudah melewati batas peri kemanusiaan.
Aneh, bangsa yang dulu dikenal sebagai bangsa yang sangat beradab dan ramah kini seolah menjadi bangsa yang keji, sadis, dan intoleran. Ke mana sirnanya keberadaban yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Kenapa amok yang selalu dikedepankan dalam penyelesaian setiap masalah? Kenapa orang-orang tak berdosa harus dikorbankan hanya demi satu cita-cita yang jelas tidak diridai sang Khalik?
Dengan menggunakan teori AMO (Ability, Motivation and Opportunity) yang dikemukakan Blumberg dan Prigle 1982 serta Boxall dan Purcell 2003 pada ranah strategik manajemen, sebenarnya ini adalah saat yang paling tepat bagi pemerintah untuk menumpas habis terorisme dan radikalisme yang berkembang di Indonesia. Dari sisi ability (kemampuan), pemerintah memiliki seluruh perangkat untuk melaksanakan hal tersebut. Bukan hanya dari kemampuan dan kesiapan aparat penegak hukum, tetapi juga dari sisi perangkat hukumnya itu sendiri. Mahkamah Konstitusi sudah mengeluarkan keputusan untuk menolak permohonan penggugat dalam uji materiil tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2 Tahun 2017. Ini bisa menjadi payung hukum yang jelas untuk menumpas akar-akar gerakan radikalisme yang bertentangan dengan dasar negara dan falsafah hidup bangsa Indonesia, Pancasila.
Di samping itu, untuk meningkatkan legitimasi dan kemampuan pemerintah dalam menumpas aksi teror, sudah saatnya pemerintah mengeluarkan Perppu Antiterorisme karena selama ini pembahasan RUU Antiterorisme masih berlarut-larut. Alasan keterdesakan untuk menerbitkan perppu dalam hal ini jelas terpenuhi. Ini sekaligus bisa menjadi payung hukum yang sangat efektif yang mungkin tidak diperhitungkan oleh orang-orang yang selama ini melancarkan gerakan teror. Perppu ini akan menjadi senjata pemungkas, bukan hanya untuk menumpas terorisme, tetapi juga untuk memberikan pemetaan yang jelas terhadap pihak yang memang serius mendukung pemerintah dalam memberantas terorisme atau bahkan bermain di balik layar.
Dari sisi motivation (motivasi), jelas pemerintah bukan hanya memiliki motivasi, tetapi bahkan kewajiban yang diamanatkan dalam UUD 1945, yaitu bahwa negara harus melindungi segenap bangsa Indonesia. Kewajiban ini tidak boleh dibiarkan dan bentuk perlindungan yang paling nyata adalah dengan menumpas terorisme sampai ke akar-akarnya.
Dari sisi opportunity (kesempatan), ini adalah kesempatan yang paling baik bagi pemerintah untuk bertindak. Pernyataan para tokoh agama di media seluruhnya mengutuk aksi terorisme ini. Seluruh komponen bangsa, apa pun agamanya, mendukung langkah pemerintah dalam memberantas terorisme ini karena memang tidak ada satu agama pun yang mengajarkan untuk membunuh warga masyarakat yang tidak berdosa, perempuan, anak-anak, dan anggota kepolisian. Jelas bahwa terorisme ini musuh semua agama. Ini adalah sebuah kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak berperikemanusiaan.
Maka dari itu inilah saatnya di mana negara harus lebih tegas menggunakan seluruh kewenangan dan memobilisasi seluruh kekuatan yang dimilikinya. Pelaku teror ini harus diusut sampai ke akar-akarnya. Negara tidak boleh kalah oleh aksi terorisme.
Inilah juga saat bagi kita untuk tidak lagi diam dan mendiamkan. Mari kita galang solidaritas kemanusiaan sekaligus menolak segala bentuk kekerasan. Persatuan Indonesia dan keutuhan NKRI terlalu mahal untuk dipertaruhkan. Demi anak cucu kita, sang pemilik masa depan Indonesia yang sebenarnya. l
(wib)