Asian Games dan Jiwa Nasionalisme
A
A
A
Badiyo
Pemerhati Politik dan Pencinta Olahraga
Kurang lima bulan lagi Indonesia akan menjadi tuan rumah Asian Games XVIII. Pesta olahraga bangsa-bangsa se-Asia ini digelar 18 Agustus-2 September 2018. Kompetisi olahraga multievent itu akan digelar di Jakarta dan Palembang. Selain dua kota itu, beberapa tempat juga disiapkan sebagai tuan rumah pendukung seperti Lampung, Banten, dan Jawa Barat.
Ini merupakan kali kedua Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games. Sebelumnya Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games IV pada 1962. Untuk menyelenggarakan Asian Games 1962, Presiden Soekarno membangun Stadion Utama Senayan yang kini bernama Stadion Utama Gelora Bung Karno. Sebagai tuan rumah, saat itu Indonesia bisa dikatakan berhasil, baik sebagai tuan rumah maupun dalam hal prestasi. Pada Asian Games 1962 Indonesia bertengger di peringkat kedua di bawah Jepang. Saat itu atlet-atlet Merah Putih meraih 77 medali dengan rincian 21 emas, 26 perak, dan 30 perunggu.
Sejarah Asian Games
Asian Games berawal dari ajang olahraga di Asia bernama Far Estern Championship Games. Ajang itu diadakan dengan tujuan untuk menunjukkan kesatuan dan kerja sama di antara tiga negara di Asia timur jauh, yaitu Kekaisaran Jepang, Kepulauan Filipina, dan Republik Tiongkok. Far Estern Championship pertama diselenggarakan di Manila, Filipina. Pada 1934 Tiongkok mengundurkan diri dari ajang tersebut karena ada konflik dengan Kekaisaran Jepang saat itu.
Setelah Perang Dunia II berakhir, beberapa negara di Asia memperoleh kemerdekaan, termasuk Indonesia. Negara-negara yang telah merdeka tersebut menginginkan sebuah kompetisi baru di mana unjuk kekuatan tidak dilakukan melalui kekerasan dan peperangan. Ajang olahraga menjadi salah satu pilihan. Setiap negara bisa unjuk kekuatan melalui kompetisi olahraga.
Pada saat Olimpiade London, Agustus 1948, perwakilan India Guru Dutt Sondhi mengusulkan kepada para pimpinan kontingen negara-negara Asia untuk menyenggarakan kompetisi olahraga. Seluruh perwakilan tersebut setuju dan sebagai langkah awal akan dibentuk Federasi Atletik Asia. Pada Februari 1949, Federasi Atletik Asia terbentuk dan menggunakan nama Federasi Asian Games. Panitia menyepakati untuk menyelenggarakan Asian Games I di New Delhi, India. Mereka juga sepakat bahwa Asian Games akan diselenggarakan setiap empat tahun sekali.
Jika melihat sejarahnya, tujuan awal diselenggarakannya Asian Games adalah mengganti atau mengalihkan cara unjuk kekuatan antarnegara. Jika sebelumnya unjuk kekuatan dilakukan dengan cara berperang, maka Guru Dutt Sondhi sebagai penggagas menginginkan unjuk kekuatan dengan cara yang lain, yakni melalui kompetisi olahraga. Peperangan bisa dilakukan dengan alasan sepihak dan sering kali tidak adil. Sementara kompetisi olahraga dilakukan secara fair play sesuai aturan yang telah disepakati bersama. Sebuah gagasan yang sangat mulia.
Karena itu, Asian Games adalah ajang unjuk kekuatan antarnegara melalui kompetisi olahraga. Bisa juga dikatakan, Asian Games adalah “perang” antarnegara Asia di era modern. Tak heran jika setiap negara akan mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menghadapi pesta olahraga multievent ini. Setiap negara ingin menjadi yang terbaik dengan meraup medali sebanyak mungkin.
Atlet-atlet yang berjuang di lapangan sejatinya mereka adalah para prajurit yang membela negaranya masing-masing. Mereka berjuang dengan penuh semangat dan pantang menyerah sejak babak penyisihan hingga babak berikutnya. Jika bisa sampai di final dan berhasil menang, maka rasa suka cita bercampur haru menyelimuti wajah-wajah para juara. Tak jarang di antara mereka ada yang sampai meneteskan air mata saat dikumandangkan lagu kebangsaan dan pengibaran bendera negara masing-masing. Haru bercampur bangga.
Jiwa Nasionalisme
Nasionalisme adalah perasaan cinta yang begitu kuat terhadap negara dan bangsanya. Nasionalisme akan membuat seseorang merasa memiliki dan bangga akan negara dan bangsanya. Seseorang yang telah memiliki jiwa nasionalisme, dia akan selalu membela negara dan bangsanya, kapan pun dan di mana pun. Nasionalisme adalah sebuah sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Namun, adakalanya jiwa nasionalisme itu terkikis karena berbagai hal salah satunya adalah arus globalisasi. Masuknya berbagai budaya dan produk asing seiring arus globalisasi berdampak pada memudarnya jiwa nasionalisme terutama pada generasi muda. Banyak generasi muda Indonesia saat ini lebih tahu dan mencintai budaya asing dari pada budaya-budaya asli Indonesia. Padahal, untuk menjadi bangsa yang maju dan kuat, jiwa nasionalisme harus dimiliki oleh setiap warganya. Dengan jiwa nasionalisme, setiap warga negara akan merasa cinta dan bangga dengan bangsa dan negaranya. Begitu sebaliknya, setiap warga negara merasa terusik jika ada bangsa lain yang meremehkan atau bahkan menghina bangsanya. Inilah jiwa nasionalisme yang harus dimiliki oleh setiap rakyat Indonesia.
Membangkitkan Kembali Jiwa Nasionalisme
Sehari setelah perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-73, pesta olahraga terbesar di benua Asia akan dimulai. Ini adalah momentum untuk membangkitkan kembali jiwa nasionalisme rakyat Indonesia. Semangat patriotisme para pahlawan saat memperjuangkan kemerdekaan dulu diharapkan akan menular kepada para atlet Indonesia yang berlaga.
Perjuangan para pahlawan kemerdekaan dan perjuangan para atlet Asian Games 2018 pada hakikatnya sama. Berjuang demi bangsa dan negara Indonesia. Dengan jiwa nasionalisme, mereka akan berjuang habis-habisan di lapangan. Mereka akan mengerahkan segenap kemampuannya untuk meraih kemenangan bagi bangsa dan negara Indonesia.
Bukan hanya para atlet, seluruh rakyat Indonesia juga harus memberikan dukungan dan doa bagi perjuangan dan kemenangan kontingen Indonesia. Mari jadikan Asian Games 2018 yang kebetulan berdekatan dengan perayaan ulang tahun kemerdekaan ke-73 RI sebagai momentum untuk membangkitkan kembali jiwa nasionalisme. Saatnya semua rakyat bersatu padu mendukung perjuangan atlet-atlet Indonesia. Demi berkibarnya merah putih, demi berkumandangnya lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Pemerhati Politik dan Pencinta Olahraga
Kurang lima bulan lagi Indonesia akan menjadi tuan rumah Asian Games XVIII. Pesta olahraga bangsa-bangsa se-Asia ini digelar 18 Agustus-2 September 2018. Kompetisi olahraga multievent itu akan digelar di Jakarta dan Palembang. Selain dua kota itu, beberapa tempat juga disiapkan sebagai tuan rumah pendukung seperti Lampung, Banten, dan Jawa Barat.
Ini merupakan kali kedua Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games. Sebelumnya Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games IV pada 1962. Untuk menyelenggarakan Asian Games 1962, Presiden Soekarno membangun Stadion Utama Senayan yang kini bernama Stadion Utama Gelora Bung Karno. Sebagai tuan rumah, saat itu Indonesia bisa dikatakan berhasil, baik sebagai tuan rumah maupun dalam hal prestasi. Pada Asian Games 1962 Indonesia bertengger di peringkat kedua di bawah Jepang. Saat itu atlet-atlet Merah Putih meraih 77 medali dengan rincian 21 emas, 26 perak, dan 30 perunggu.
Sejarah Asian Games
Asian Games berawal dari ajang olahraga di Asia bernama Far Estern Championship Games. Ajang itu diadakan dengan tujuan untuk menunjukkan kesatuan dan kerja sama di antara tiga negara di Asia timur jauh, yaitu Kekaisaran Jepang, Kepulauan Filipina, dan Republik Tiongkok. Far Estern Championship pertama diselenggarakan di Manila, Filipina. Pada 1934 Tiongkok mengundurkan diri dari ajang tersebut karena ada konflik dengan Kekaisaran Jepang saat itu.
Setelah Perang Dunia II berakhir, beberapa negara di Asia memperoleh kemerdekaan, termasuk Indonesia. Negara-negara yang telah merdeka tersebut menginginkan sebuah kompetisi baru di mana unjuk kekuatan tidak dilakukan melalui kekerasan dan peperangan. Ajang olahraga menjadi salah satu pilihan. Setiap negara bisa unjuk kekuatan melalui kompetisi olahraga.
Pada saat Olimpiade London, Agustus 1948, perwakilan India Guru Dutt Sondhi mengusulkan kepada para pimpinan kontingen negara-negara Asia untuk menyenggarakan kompetisi olahraga. Seluruh perwakilan tersebut setuju dan sebagai langkah awal akan dibentuk Federasi Atletik Asia. Pada Februari 1949, Federasi Atletik Asia terbentuk dan menggunakan nama Federasi Asian Games. Panitia menyepakati untuk menyelenggarakan Asian Games I di New Delhi, India. Mereka juga sepakat bahwa Asian Games akan diselenggarakan setiap empat tahun sekali.
Jika melihat sejarahnya, tujuan awal diselenggarakannya Asian Games adalah mengganti atau mengalihkan cara unjuk kekuatan antarnegara. Jika sebelumnya unjuk kekuatan dilakukan dengan cara berperang, maka Guru Dutt Sondhi sebagai penggagas menginginkan unjuk kekuatan dengan cara yang lain, yakni melalui kompetisi olahraga. Peperangan bisa dilakukan dengan alasan sepihak dan sering kali tidak adil. Sementara kompetisi olahraga dilakukan secara fair play sesuai aturan yang telah disepakati bersama. Sebuah gagasan yang sangat mulia.
Karena itu, Asian Games adalah ajang unjuk kekuatan antarnegara melalui kompetisi olahraga. Bisa juga dikatakan, Asian Games adalah “perang” antarnegara Asia di era modern. Tak heran jika setiap negara akan mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menghadapi pesta olahraga multievent ini. Setiap negara ingin menjadi yang terbaik dengan meraup medali sebanyak mungkin.
Atlet-atlet yang berjuang di lapangan sejatinya mereka adalah para prajurit yang membela negaranya masing-masing. Mereka berjuang dengan penuh semangat dan pantang menyerah sejak babak penyisihan hingga babak berikutnya. Jika bisa sampai di final dan berhasil menang, maka rasa suka cita bercampur haru menyelimuti wajah-wajah para juara. Tak jarang di antara mereka ada yang sampai meneteskan air mata saat dikumandangkan lagu kebangsaan dan pengibaran bendera negara masing-masing. Haru bercampur bangga.
Jiwa Nasionalisme
Nasionalisme adalah perasaan cinta yang begitu kuat terhadap negara dan bangsanya. Nasionalisme akan membuat seseorang merasa memiliki dan bangga akan negara dan bangsanya. Seseorang yang telah memiliki jiwa nasionalisme, dia akan selalu membela negara dan bangsanya, kapan pun dan di mana pun. Nasionalisme adalah sebuah sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Namun, adakalanya jiwa nasionalisme itu terkikis karena berbagai hal salah satunya adalah arus globalisasi. Masuknya berbagai budaya dan produk asing seiring arus globalisasi berdampak pada memudarnya jiwa nasionalisme terutama pada generasi muda. Banyak generasi muda Indonesia saat ini lebih tahu dan mencintai budaya asing dari pada budaya-budaya asli Indonesia. Padahal, untuk menjadi bangsa yang maju dan kuat, jiwa nasionalisme harus dimiliki oleh setiap warganya. Dengan jiwa nasionalisme, setiap warga negara akan merasa cinta dan bangga dengan bangsa dan negaranya. Begitu sebaliknya, setiap warga negara merasa terusik jika ada bangsa lain yang meremehkan atau bahkan menghina bangsanya. Inilah jiwa nasionalisme yang harus dimiliki oleh setiap rakyat Indonesia.
Membangkitkan Kembali Jiwa Nasionalisme
Sehari setelah perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-73, pesta olahraga terbesar di benua Asia akan dimulai. Ini adalah momentum untuk membangkitkan kembali jiwa nasionalisme rakyat Indonesia. Semangat patriotisme para pahlawan saat memperjuangkan kemerdekaan dulu diharapkan akan menular kepada para atlet Indonesia yang berlaga.
Perjuangan para pahlawan kemerdekaan dan perjuangan para atlet Asian Games 2018 pada hakikatnya sama. Berjuang demi bangsa dan negara Indonesia. Dengan jiwa nasionalisme, mereka akan berjuang habis-habisan di lapangan. Mereka akan mengerahkan segenap kemampuannya untuk meraih kemenangan bagi bangsa dan negara Indonesia.
Bukan hanya para atlet, seluruh rakyat Indonesia juga harus memberikan dukungan dan doa bagi perjuangan dan kemenangan kontingen Indonesia. Mari jadikan Asian Games 2018 yang kebetulan berdekatan dengan perayaan ulang tahun kemerdekaan ke-73 RI sebagai momentum untuk membangkitkan kembali jiwa nasionalisme. Saatnya semua rakyat bersatu padu mendukung perjuangan atlet-atlet Indonesia. Demi berkibarnya merah putih, demi berkumandangnya lagu kebangsaan Indonesia Raya.
(zik)