Kiat Menang Pilkada ala Intelijen
A
A
A
Stepi Anriani
Dosen Sekolah Manajemen Analisa Intelijen (SMAI) Stinduk Bogor
INTELIJEN dan politik adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Politik adalah ilmu atau cara-cara mendapatkan kekuasaan, merebut atau mempertahankan kekuasaan, membagi kekuasaan dan menjalankannya, sedangkan intelijen merupakan serangkaian kegiatan yang dapat dilakukan untuk mencapai dan merebut kekuasaan itu sendiri.
Intelijen dapat dimaknai menjadi enam hal: sebagai sebuah informasi, pengetahuan, proses, kegiatan, organisasi maupun profesi. Sebagai sebuah informasi yang akurat, sesuatu yang dilaporkan harus dapat dipertanggung jawabkan.
Sebagai sebuah pengetahuan, intelijen dapat menjadi sebuah studi yang dipelajari secara formal dengan berbagai pendalaman materi, jelas secara ontologi, epistemologi, dan aksiologinya. Sebagai sebuah proses, intelijen punya tahapan atau roda perputaran (cycle of intelligence) dari penerimaan instruksi atau perintah, pengumpulan informasi, seleksi data, analisis, pelaporan, dan evaluasi.
Sebagai sebuah kegiatan, intelijen dapat menjadi aktivitas penelitian, spionase, penyamaran, kontra dan operasi intelijen. Adapun profesi intelijen secara garis besar dapat dibagi menjadi agen lapangan dan analis intelijen.
Aktivitas intelijen sebetulnya dapat ditelusuri melalui sejarah pergantian kekuasaan baik sejak zaman kerajaan maupun di berbagai negara. Intelijen bahkan sangat menentukan pertempuran dan peperangan.
Pada buku Intelijen dan Pilkada: Pendekatan Strategis Menghadapi Dinamika Pemilu, saya menuliskan beberapa kisah dari Ken Arok, Sun Tsu, Matahari, Tokyo Rose, Ali Moertopo, dan Benny Moerdani yang mewakili zaman masing-masing. Ini diharapkan dapat menjadi bahan berpikir reflektif mengenai dinamika intelijen. Hal ini menjadi penting bagi pembelajar intelijen, utamanya bagi insan yang ingin memahami betul dunia intelijen.
Intelijen, seperti yang disebutkan di awal, sangat berkaitan dengan politik. Persaingan dalam dunia politik merupakan hal yang sangat kompleks dan membutuhkan banyak energi dan uang. Politik yang hari ini dirasakan oleh sebagian besar masyarakat tidak luput dari hal-hal negatif seperti penyebaran isu yang tidak benar, pembunuhan karakter, politik uang, dan sering kali menyedot perhatian yang menguras energi bangsa dan negara.
Indonesia yang terus bergerak memenuhi takdirnya sebagai sebuah bangsa dan negara berdaulat tidak lepas dari perebutan kekuasaan dan hiruk-pikuk politik di Tanah Air. Berbagai momentum konstitusional maupun yang tidak terkait konstitusi telah berlangsung jauh lebih lama dari umur republik ini.
Bagaimana upaya-upaya Ken Arok merebut kekuasaan dari Tunggul Ametung tanpa melalui sebuah pertempuran dan darah di tangannya? Cara efektif dengan pendekatan intelijen ditempuh Ken Arok saat itu. Kisah yang dianggap sebagai mitologi ini juga banyak dibenarkan beberapa pakar dan dipelajari sebagai bagian dari sejarah. Kisah ini juga dicatat dalam Kitab Pararaton yang merupakan kitab sastra kerajaan Singosari-Majapahit.
Perebutan kekuasaan dengan cara intelijen tidak hanya dilakukan di Nusantara. Dalam buku Sun Tzu (Art of War) dijelaskan banyaknya perebutan kekuasaan dan pertempuran dengan pendekatan intelijen. Di era Orde Baru, Presiden Soeharto juga banyak terbantu oleh intelijen dalam menjalankan kekuasaan dan keberlangsungan pembangunan selama 32 tahun, salah satunya adalah berbagai upaya dan pengabdian dari Letjen TNI (Purn) Ali Moertopo dan Jenderal TNI (Purn) LB Moerdani.
Dalam konteks hajatan politik dan demokrasi di Indonesia hari ini, pendekatan intelijen dapat menjadi sebuah tawaran pendekatan bagi kandidat maupun tim suksesnya agar tidak melakukan upaya instan dengan money politic. Bersamaan dengan kekuatan media sosial (medsos) yang menjadi arena baru kampanye dan kaum milenial yang memegang peranan penting di dalam arus informasi, perlu dilakukan upaya-upaya baru dalam proses pemenangan. Salah satunya dengan pendekatan intelijen.
Pendekatan intelijen dapat dilakukan sejak rekrutmen tim sukses, pembuatan strategi pemenangan, dari mobilisasi massa sampai penggalangan. Hal ini juga dapat ditempuh dengan personal branding kandidat yang menggunakan marketing politik maupun mendayagunakan leadership kandidat dengan komunikasi politik yang baik. Pendekatan intelijen dapat dilakukan juga melalui kontra-propaganda melalui pembuatan tim siber, menentukan kawan dan lawan yang tepat, dan merancang strategi perang siber.
Hal ini merupakan sebuah tawaran pendekatan ataupun konsep pemenangan agar perhelatan akbar Pilkada 2018, Pilpres 2019, Pemilu Legislatif 2019 atau pemilihan langsung di Indonesia tidak mengandalkan money politic. Money politic atau politik uang hanya akan menjerumuskan masyarakat, menjadikan masyarakat berpikir pragmatis, memicu korupsi, dan jika terus dipelihara akan menjadi penyakit dalam berdemokrasi.
Pendekatan strategis dalam menghadapi pemilu menawarkan sebuah pendekatan strategis atau dapat dikatakan pendekatan intelijen penting agar pemilu tidak melulu mengandalkan uang atau jual beli suara masyarakat. Pendekatan ini dimaksudkan agar generasi muda yang berkualitas, para aktivis, tokoh muda yang cerdas mampu memanajemeni organisasi dengan baik, mau terjun ke politik tanpa harus mengkhawatirkan “saya tidak punya uang”. Selain tim yang solid, kandidat juga harus terus dikuatkan baik dengan marketing politik maupun komunikasi politik.
Dosen Sekolah Manajemen Analisa Intelijen (SMAI) Stinduk Bogor
INTELIJEN dan politik adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Politik adalah ilmu atau cara-cara mendapatkan kekuasaan, merebut atau mempertahankan kekuasaan, membagi kekuasaan dan menjalankannya, sedangkan intelijen merupakan serangkaian kegiatan yang dapat dilakukan untuk mencapai dan merebut kekuasaan itu sendiri.
Intelijen dapat dimaknai menjadi enam hal: sebagai sebuah informasi, pengetahuan, proses, kegiatan, organisasi maupun profesi. Sebagai sebuah informasi yang akurat, sesuatu yang dilaporkan harus dapat dipertanggung jawabkan.
Sebagai sebuah pengetahuan, intelijen dapat menjadi sebuah studi yang dipelajari secara formal dengan berbagai pendalaman materi, jelas secara ontologi, epistemologi, dan aksiologinya. Sebagai sebuah proses, intelijen punya tahapan atau roda perputaran (cycle of intelligence) dari penerimaan instruksi atau perintah, pengumpulan informasi, seleksi data, analisis, pelaporan, dan evaluasi.
Sebagai sebuah kegiatan, intelijen dapat menjadi aktivitas penelitian, spionase, penyamaran, kontra dan operasi intelijen. Adapun profesi intelijen secara garis besar dapat dibagi menjadi agen lapangan dan analis intelijen.
Aktivitas intelijen sebetulnya dapat ditelusuri melalui sejarah pergantian kekuasaan baik sejak zaman kerajaan maupun di berbagai negara. Intelijen bahkan sangat menentukan pertempuran dan peperangan.
Pada buku Intelijen dan Pilkada: Pendekatan Strategis Menghadapi Dinamika Pemilu, saya menuliskan beberapa kisah dari Ken Arok, Sun Tsu, Matahari, Tokyo Rose, Ali Moertopo, dan Benny Moerdani yang mewakili zaman masing-masing. Ini diharapkan dapat menjadi bahan berpikir reflektif mengenai dinamika intelijen. Hal ini menjadi penting bagi pembelajar intelijen, utamanya bagi insan yang ingin memahami betul dunia intelijen.
Intelijen, seperti yang disebutkan di awal, sangat berkaitan dengan politik. Persaingan dalam dunia politik merupakan hal yang sangat kompleks dan membutuhkan banyak energi dan uang. Politik yang hari ini dirasakan oleh sebagian besar masyarakat tidak luput dari hal-hal negatif seperti penyebaran isu yang tidak benar, pembunuhan karakter, politik uang, dan sering kali menyedot perhatian yang menguras energi bangsa dan negara.
Indonesia yang terus bergerak memenuhi takdirnya sebagai sebuah bangsa dan negara berdaulat tidak lepas dari perebutan kekuasaan dan hiruk-pikuk politik di Tanah Air. Berbagai momentum konstitusional maupun yang tidak terkait konstitusi telah berlangsung jauh lebih lama dari umur republik ini.
Bagaimana upaya-upaya Ken Arok merebut kekuasaan dari Tunggul Ametung tanpa melalui sebuah pertempuran dan darah di tangannya? Cara efektif dengan pendekatan intelijen ditempuh Ken Arok saat itu. Kisah yang dianggap sebagai mitologi ini juga banyak dibenarkan beberapa pakar dan dipelajari sebagai bagian dari sejarah. Kisah ini juga dicatat dalam Kitab Pararaton yang merupakan kitab sastra kerajaan Singosari-Majapahit.
Perebutan kekuasaan dengan cara intelijen tidak hanya dilakukan di Nusantara. Dalam buku Sun Tzu (Art of War) dijelaskan banyaknya perebutan kekuasaan dan pertempuran dengan pendekatan intelijen. Di era Orde Baru, Presiden Soeharto juga banyak terbantu oleh intelijen dalam menjalankan kekuasaan dan keberlangsungan pembangunan selama 32 tahun, salah satunya adalah berbagai upaya dan pengabdian dari Letjen TNI (Purn) Ali Moertopo dan Jenderal TNI (Purn) LB Moerdani.
Dalam konteks hajatan politik dan demokrasi di Indonesia hari ini, pendekatan intelijen dapat menjadi sebuah tawaran pendekatan bagi kandidat maupun tim suksesnya agar tidak melakukan upaya instan dengan money politic. Bersamaan dengan kekuatan media sosial (medsos) yang menjadi arena baru kampanye dan kaum milenial yang memegang peranan penting di dalam arus informasi, perlu dilakukan upaya-upaya baru dalam proses pemenangan. Salah satunya dengan pendekatan intelijen.
Pendekatan intelijen dapat dilakukan sejak rekrutmen tim sukses, pembuatan strategi pemenangan, dari mobilisasi massa sampai penggalangan. Hal ini juga dapat ditempuh dengan personal branding kandidat yang menggunakan marketing politik maupun mendayagunakan leadership kandidat dengan komunikasi politik yang baik. Pendekatan intelijen dapat dilakukan juga melalui kontra-propaganda melalui pembuatan tim siber, menentukan kawan dan lawan yang tepat, dan merancang strategi perang siber.
Hal ini merupakan sebuah tawaran pendekatan ataupun konsep pemenangan agar perhelatan akbar Pilkada 2018, Pilpres 2019, Pemilu Legislatif 2019 atau pemilihan langsung di Indonesia tidak mengandalkan money politic. Money politic atau politik uang hanya akan menjerumuskan masyarakat, menjadikan masyarakat berpikir pragmatis, memicu korupsi, dan jika terus dipelihara akan menjadi penyakit dalam berdemokrasi.
Pendekatan strategis dalam menghadapi pemilu menawarkan sebuah pendekatan strategis atau dapat dikatakan pendekatan intelijen penting agar pemilu tidak melulu mengandalkan uang atau jual beli suara masyarakat. Pendekatan ini dimaksudkan agar generasi muda yang berkualitas, para aktivis, tokoh muda yang cerdas mampu memanajemeni organisasi dengan baik, mau terjun ke politik tanpa harus mengkhawatirkan “saya tidak punya uang”. Selain tim yang solid, kandidat juga harus terus dikuatkan baik dengan marketing politik maupun komunikasi politik.
(kri)