Mencermati Forum Infrastruktur India-Indonesia
A
A
A
Fatma Puspitasari
Publication Head Public Relations Div Coordinating
Ministry of Maritime Affairs Republic of Indonesia
FORUM Infrastruktur India-Indonesia ke-1 digelar di Jakarta pada 19 Maret 2018. Forum yang digagas kedua negara menarik dicermati. Apakah segera ada kesepakatan antara India-Indonesia untuk pembangunan infrastruktur di dua negara tersebut? Pada 2017, China berada di posisi ketiga 10 besar investor asing di Indonesia. Akankah setelah forum ini India akan masuk dalam daftar 10 besar investor asing di Indonesia?
Pada akhir 2017, China telah membuka dua proposal lagi di bawah Belt and Road Initiative (BRI) sebelumnya One Belt One Road Initiative (OBOR). Proposal pertama adalah perpanjangan Koridor Ekonomi China-Pakistan (China-Pakistan Economic Corridor- CPEC) ke Afghanistan. Kedua, menghubungkan pelabuhan Chabahar di Iran dengan pelabuhan Gwadar di Pakistan. Sementara China sibuk membuat berita dengan proyek-proyek di atas, India mengerjakan proyek NSTC (North South Transportation Corridor) yang lebih dikenal dengan Koridor Transportasi Utara-Selatan.
Tahun lalu pada acara sampingan KTT ASEAN dan Asia Timur di Manila sebagaimana dilaporkan Reuters, Amerika Serikat juga mendorong untuk menghidupkan kembali pembicaraan dengan Jepang, India, dan Australia untuk memperdalam kerja sama keamanan dan berkoordinasi untuk menyiapkan alternatif dari proyek Belt and Road China. Orang hanya bisa membayangkan persaingan sehat untuk pengaruh global yang berkembang antara China dan India.
Indonesia telah secara terbuka menunjukkan kecenderungan pada China dalam berbagai proyek infrastruktur. Pada Agustus 2017, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro menjelaskan, di Sumatera Utara, pemerintah menawarkan proyek investasi senilai USD86,2 miliar ke China untuk investasi di Pelabuhan Hub Internasional Kuala Tanjung dan Kawasan Industri dan Ekonomi Khusus Sei Mangke Zone (KEK), Bandara Internasional Kualanamu serta Aerocity, dan Danau Toba MICE dan Pariwisata.
Sementara di Kalimantan Utara, pemerintah juga menawarkan proyek investasi senilai USD45,98 miliar untuk investasi di industri smelter alumina dan aluminium cluster, energy cluster, Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Tanah Kuning. Sedangkan di Sulawesi Utara, Pemerintah Indonesia menawarkan proyek investasi senilai USD69,45 miliar untuk investasi di Bitung International Port, Bitung Industrial Estate, serta Manado dan Selat Lembeh MICE and Tourism. Singkat cerita, ada megaproyek yang ditawarkan di piring perak.
Tahun lalu China berada di posisi ketiga 10 besar investor asing di Indonesia. Sementara India tidak ada dalam daftar tersebut. Namun, ada banyak hal bisa ditawarkan India. Jalan tar plastik (aspal campur plastik) merupakan terobosan India untuk mengatasi limbah plastik. Selain itu, teknologi informasi, energi bersih, dan konektivitas di Asia. Sangat mungkin India plus dengan dukungan Amerika Serikat dan Jepang akan masuk daftar tahun ini.
India dan Indonesia Poros Maritim Dunia
India memiliki megaproyek kepelabuhanan yakni Sagar Mala Project ketika Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo menggaungkan Poros Maritim Dunia. Megaproyek Sagar Mala bertujuan untuk memodernisasi Pelabuhan India sehingga pembangunan yang terkoneksi pelabuhan dapat ditambah dan garis pantai dapat dikembangkan untuk berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi India. Ini juga untuk mengubah pelabuhan yang ada menjadi pelabuhan kelas dunia yang modern dan mengintegrasikan pengembangan pelabuhan, industri, dan daerah pedalaman.
Juga sistem evakuasi yang efisien melalui jalur darat, kereta api, perairan pedalaman, dan pesisir sehingga pelabuhan menjadi pendorong aktivitas ekonomi di daerah pesisir.
Ada semangat yang mirip antara Sagar Mala dan Poros Maritim Dunia. India telah diminta Amerika Serikat untuk mengambil peran militer yang lebih aktif di laut selatan. Amerika Serikat menyadari bahwa Samudra Afro-India adalah titik strategis China. Akibatnya Amerika harus merancang solusi tepat sebagai antisipasi fakta bahwa Beijing telah mereduksi peran zona “Selat Malaka” karena Koridor Ekonomi China-Pakistan (CPEC) akan menjadi alternatif dengan akses tanpa hambatan ke wilayah ini.
Karena klaim China atas Laut China Selatan tidak bisa dielakkan, cepat atau lambat Indonesia harus memainkan peran lebih aktif. Untuk menjadi titik tumpu maritim global, Indonesia harus mengelola hubungan antara kekuatan besar lainnya di Asia tidak hanya China. Ini bisa menjelaskan mengapa Indonesia akan menjadi tuan rumah forum infrastruktur dengan India. Menyusul keberhasilan forum tersebut, mungkin akan segera ada kesepakatan antara India-Indonesia untuk pembangunan infrastruktur di kedua negara.
Orang bijak mengatakan, selalu ada waktu pertama dalam segala hal. Sedangkan untuk India dan Indonesia, langkah per-tama sudah sesuai jadwal, yakni menggelar Forum Infrastruktur India-Indonesia yang pertama di Jakarta hari ini. Jangan sampai ketinggalan!
Publication Head Public Relations Div Coordinating
Ministry of Maritime Affairs Republic of Indonesia
FORUM Infrastruktur India-Indonesia ke-1 digelar di Jakarta pada 19 Maret 2018. Forum yang digagas kedua negara menarik dicermati. Apakah segera ada kesepakatan antara India-Indonesia untuk pembangunan infrastruktur di dua negara tersebut? Pada 2017, China berada di posisi ketiga 10 besar investor asing di Indonesia. Akankah setelah forum ini India akan masuk dalam daftar 10 besar investor asing di Indonesia?
Pada akhir 2017, China telah membuka dua proposal lagi di bawah Belt and Road Initiative (BRI) sebelumnya One Belt One Road Initiative (OBOR). Proposal pertama adalah perpanjangan Koridor Ekonomi China-Pakistan (China-Pakistan Economic Corridor- CPEC) ke Afghanistan. Kedua, menghubungkan pelabuhan Chabahar di Iran dengan pelabuhan Gwadar di Pakistan. Sementara China sibuk membuat berita dengan proyek-proyek di atas, India mengerjakan proyek NSTC (North South Transportation Corridor) yang lebih dikenal dengan Koridor Transportasi Utara-Selatan.
Tahun lalu pada acara sampingan KTT ASEAN dan Asia Timur di Manila sebagaimana dilaporkan Reuters, Amerika Serikat juga mendorong untuk menghidupkan kembali pembicaraan dengan Jepang, India, dan Australia untuk memperdalam kerja sama keamanan dan berkoordinasi untuk menyiapkan alternatif dari proyek Belt and Road China. Orang hanya bisa membayangkan persaingan sehat untuk pengaruh global yang berkembang antara China dan India.
Indonesia telah secara terbuka menunjukkan kecenderungan pada China dalam berbagai proyek infrastruktur. Pada Agustus 2017, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro menjelaskan, di Sumatera Utara, pemerintah menawarkan proyek investasi senilai USD86,2 miliar ke China untuk investasi di Pelabuhan Hub Internasional Kuala Tanjung dan Kawasan Industri dan Ekonomi Khusus Sei Mangke Zone (KEK), Bandara Internasional Kualanamu serta Aerocity, dan Danau Toba MICE dan Pariwisata.
Sementara di Kalimantan Utara, pemerintah juga menawarkan proyek investasi senilai USD45,98 miliar untuk investasi di industri smelter alumina dan aluminium cluster, energy cluster, Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Tanah Kuning. Sedangkan di Sulawesi Utara, Pemerintah Indonesia menawarkan proyek investasi senilai USD69,45 miliar untuk investasi di Bitung International Port, Bitung Industrial Estate, serta Manado dan Selat Lembeh MICE and Tourism. Singkat cerita, ada megaproyek yang ditawarkan di piring perak.
Tahun lalu China berada di posisi ketiga 10 besar investor asing di Indonesia. Sementara India tidak ada dalam daftar tersebut. Namun, ada banyak hal bisa ditawarkan India. Jalan tar plastik (aspal campur plastik) merupakan terobosan India untuk mengatasi limbah plastik. Selain itu, teknologi informasi, energi bersih, dan konektivitas di Asia. Sangat mungkin India plus dengan dukungan Amerika Serikat dan Jepang akan masuk daftar tahun ini.
India dan Indonesia Poros Maritim Dunia
India memiliki megaproyek kepelabuhanan yakni Sagar Mala Project ketika Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo menggaungkan Poros Maritim Dunia. Megaproyek Sagar Mala bertujuan untuk memodernisasi Pelabuhan India sehingga pembangunan yang terkoneksi pelabuhan dapat ditambah dan garis pantai dapat dikembangkan untuk berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi India. Ini juga untuk mengubah pelabuhan yang ada menjadi pelabuhan kelas dunia yang modern dan mengintegrasikan pengembangan pelabuhan, industri, dan daerah pedalaman.
Juga sistem evakuasi yang efisien melalui jalur darat, kereta api, perairan pedalaman, dan pesisir sehingga pelabuhan menjadi pendorong aktivitas ekonomi di daerah pesisir.
Ada semangat yang mirip antara Sagar Mala dan Poros Maritim Dunia. India telah diminta Amerika Serikat untuk mengambil peran militer yang lebih aktif di laut selatan. Amerika Serikat menyadari bahwa Samudra Afro-India adalah titik strategis China. Akibatnya Amerika harus merancang solusi tepat sebagai antisipasi fakta bahwa Beijing telah mereduksi peran zona “Selat Malaka” karena Koridor Ekonomi China-Pakistan (CPEC) akan menjadi alternatif dengan akses tanpa hambatan ke wilayah ini.
Karena klaim China atas Laut China Selatan tidak bisa dielakkan, cepat atau lambat Indonesia harus memainkan peran lebih aktif. Untuk menjadi titik tumpu maritim global, Indonesia harus mengelola hubungan antara kekuatan besar lainnya di Asia tidak hanya China. Ini bisa menjelaskan mengapa Indonesia akan menjadi tuan rumah forum infrastruktur dengan India. Menyusul keberhasilan forum tersebut, mungkin akan segera ada kesepakatan antara India-Indonesia untuk pembangunan infrastruktur di kedua negara.
Orang bijak mengatakan, selalu ada waktu pertama dalam segala hal. Sedangkan untuk India dan Indonesia, langkah per-tama sudah sesuai jadwal, yakni menggelar Forum Infrastruktur India-Indonesia yang pertama di Jakarta hari ini. Jangan sampai ketinggalan!
(rhs)