Menimbang Usulan Kenaikan Gaji PNS

Rabu, 07 Maret 2018 - 07:36 WIB
Menimbang Usulan Kenaikan Gaji PNS
Menimbang Usulan Kenaikan Gaji PNS
A A A
Bagong Suyanto Guru Besar Departemen Sosiologi FISIP Universitas Airlangga

PEMERINTAH dikabarkan tengah menggodok ren­ca­na perubahan struktur gaji pegawai negeri sipil (PNS). Se­perti ditulis dalam Tajuk KORAN SINDO 1 Maret 2018, Badan Kepegawaian Negara (BKN) melalui Direktorat Kom­pen­sasi ASN saat ini tengah me­nyusun konsep usulan ke­naik­an gaji pokok bagi pegawai ne­geri sipil (PNS) untuk 2019. BKN menyebut pengajuan usul­an kenaikan gaji pokok tersebut akan dibahas dalam forum an­tar­kementerian/lembaga (K/L) dengan menganalisis kebu­tuh­an anggaran berikut simulasi dampak fiskalnya.

Komposisi penghasilan PNS yang selama ini lebih besar dari pos tunjangan daripada gaji pokok, menurut rencana akan diubah. Bagi para PNS, kabar ini ten­tu menjadi angin segar, ka­re­na seperti diketahui sejak 2016 gaji PNS tidak naik. Ini artinya su­dah selama tiga tahun ber­tu­rut-turut gaji PNS tetap seperti tiga tahun lalu, sehingga kalau pemerintah jadi mengubah struk­tur gaji tentu yang diha­rap­kan kesejahteraan PNS akan terdongkrak naik.

Berbeda dengan gaji pekerja pabrik dan karyawan swasta yang setiap tahun naik, para PNS harus puas dengan gaji yang tak berubah selama tiga ta­hun terakhir. Pada 2018 ini, jika gaji pekerja pabrik naik sekitar 8,6%, untuk gaji PNS sama se­kali tidak bertambah. Namun de­mikian, untuk PNS aktif dan pen­siunan, seperti tahun sebe­lumnya diberikan tambahan gaji ke-13 dan THR (tunjangan hari raya). Kebijakan tidak me­naik­kan gaji PNS, tetapi hanya mem­beri gaji ke-13 dan THR ini di­pilih pe­me­rintah sebagai ba­gi­an dari upa­ya untuk meng­he­mat anggaran pembangunan.

Dengan jumlah PNS yang men­capai 4,3 juta lebih, tam­pak­nya kemampuan keuangan negara tidak memungkinkan untuk menambah gaji PNS se­tiap tahunnya. Lebih dari se­ka­dar beban jumlah PNS yang dirasa terlalu besar, kebijakan pe­me­rintah selama tiga tahun tidak menaikkan gaji PNS se­be­tulnya ada kaitan de­ngan struk­tur dan ke­mam­puan anggaran yang rapuh. Benarkah demi­kian?

Beban Negara
Sejak harga minyak dunia anjlok dan sumber pe­ma­sukan ang­­gar­an pembangunan tidak lagi mam­pu mengan­dal­kan pa­da pe­ma­suk­an dari ke­un­tung­an migas, diakui atau tidak kondisi ang­garan negara me­mang men­jadi rapuh.

Berbagai upaya yang dilaku­kan pe­me­rintah untuk mencari sumber-sumber alter­natif pe­ma­­sukan negara, seperti me­la­lui kebi­jak­an tax amnesty dan mengintensifkan sumber pe­ma­sukan pajak da­lam negeri, ternyata gagal. Se­mentara itu, di saat yang sama kondisi ke­uangan negara men­jadi lebih rapuh ketika jumlah utang luar negeri dari waktu ke waktu terus bertambah.

Di 2018, jumlah utang luar negeri diperkirakan akan terus naik hingga menjadi Rp4.300 tri­liun. Ketika program tax amnesty hanya mampu merea­li­sa­si tidak lebih dari 20% dari tar­get yang ditetapkan, jumlah utang luar negeri yang terus meningkat tentu membuat be­ban anggaran negara menjadi makin berat.

Alih-alih mampu memenuhi kebutuhan dana pem­ba­ngun­an, fokus pemerintahan Joko­wi-JK yang berusaha mem­per­ce­pat pembangunan infra­struk­tur fisik di berbagai dae­rah, dan kebutuhan dana untuk program-program pem­ba­ngun­­an yang sifatnya amal-ka­ri­­tatif menyebabkan ke­mam­puan keuangan nasional ter­ancam tekor. Katakanlah jika untuk tahun 2018 gaji PNS di­naikkan 3,5% saja, maka ke­bu­tuhan alokasi anggaran un­tuk PNS akan menyedot dana APBN sebesar Rp105,79 triliun.

Pemerintah telah me­nya­ta­kan bahwa besaran belanja ne­gara dalam APBN 2018 sebesar Rp.2.204,4 tri­liun. Rincian­nya terdiri dari Belanja pe­merintah pusat sebesar rp1.443,3 triliun, serta transfer ke daerah dan da­na desa se­be­sar Rp761,1 triliun. Se­men­ta­ra itu, iro­nis­nya jum­lah pen­da­pat­an negara da­lam APBN 2018 diper­ki­ra­kan ha­nya sebesar Rp1.878,4 tri­liun. Dari jum­lah ter­se­but, pe­ne­­ri­ma­an per­pa­jak­an di­ren­­ca­nakan sebe­sar Rp1.609,4 tri­­liun dan pe­ne­ri­ma­an negara bu­kan pajak se­be­sar Rp267,9 triliun.

Dengan perki­ra­an Penda­pat­an Ne­gara dan Belanja Ne­ga­ra pada 2018 yang lebih kecil da­ri kebutuhan dana pem­ba­ngun­an, defisit anggaran dalam RAPBN tahun 2018 di­per­ki­ra­kan sebesar Rp325,9 triliun atau setara dengan 2,19% dari PDB. Lantas, dari mana pe­me­rintah akan dapat menambal defisit anggaran pemba­ngun­an, jika bukan melalui penam­bah­an jumlah utang luar negeri?

Pekerjaan Rumah Pemerintah
Kebutuhan untuk mem­ba­yar gaji PNS selama ini memang cukup membebani APBN. Pe­merintah sendiri telah berkali-kali mengeluhkan soal gendut­nya anggaran belanja untuk membayar gaji PNS selama ini. Persoalannya di sini bukan se­kadar karena jumlah anggaran yang dinilai terlalu besar untuk gaji PNS, tetapi di luar itu ada dua hal yang menjadi sorotan.

Pertama, berkaitan dengan pararelitas besarnya alokasi ang­garan untuk gaji PNS de­ngan kinerja PNS. Sudah bukan rahasia lagi, di berbagai daerah kinerja PNS umumnya masih belum berkembang optimal, dan bahkan tidak sedikit PNS yang inefisien. Alih-alih mem­perli­hat­kan kinerja yang makin baik, di banyak kasus kinerja PNS acap masih mewarisi pola kerja di masa lalu yang jauh dari pro­fe­sio­nal. Keluhan bahwa PNS lebih banyak mengisi hari-hari kerja mereka dengan mem­baca koran, membaca dan mem­ba­las SMS, memeriksa media sosial, dan lain sebagainya ada­lah kritik yang selama ini di­lon­tarkan banyak pihak terhadap kinerja PNS.

Kedua, berkaitan dengan per­bedaan kesejahteraan anta­ra PNS departemen satu dengan PNS departemen lain, atau PNS daerah satu dengan daerah yang lain, yang tak jarang sangat sen­jang. PNS di Kementerian Ke­uangan, dan PNS yang dinas di kantor pemerintah daerah yang kaya seperti DKI Jakarta atau Su­ra­baya, misalnya, bukan ra­ha­sia lagi kalau gaji PNS-nya jauh lebih be­sar daripada gaji PNS daerah lain.

Jadi, kalau ada keluhan ten­tang tidak adanya kenaikan gaji PNS selama tiga tahun terakhir, sesungguhnya hal ini tidak ter­jadi pada semua PNS, karena di departemen dan daerah ter­ten­tu gaji PNS justru naik berkali-kali lipat. Di Jakarta dan Sura­ba­ya, gaji PNS Golongan IV bah­kan mengalahkan gaji seorang guru besar yang telah mengabdi selama 30 tahun lebih.

Bagi PNS yang berdinas di daerah yang telah melakukan remunerasi, sebenarnya kepu­tus­an pemerintah tidak me­naik­­kan gaji PNS selama tiga ta­hun terakhir, itu semua tidak men­jadi masalah karena take home pay yang mereka terima sudah jauh di atas UMR. Cuma, yang menjadi masalah adalah masih adanya ketidakmerataan kesejahteraan gaji PNS satu dengan yang lain, dan juga soal PNS yang beruntung berdinas di dinas yang “basah”, dan PNS yang bernasib sial karena ber­dinas di dinas yang “kering”.

Pekerjaan rumah (PR) pen­ting pemerintah di tahun-ta­hun mendatang bukan hanya ba­gaimana memperkuat APBN dan menyediakan alokasi dana yang cukup untuk gaji PNS, tetapi yang tak kalah penting adalah bagaimana mem­per­baiki mekanisme penggajian an­tardinas dan antardaerah, serta proses penempatan karier PNS yang benar-benar men­ja­min rasa keadilan. Tanpa ada­nya kepastian perlakuan yang adil, jangan harap kinerja PNS akan meningkat seperti yang diharapkan.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3850 seconds (0.1#10.140)