Kepemimpinan Gizi

Rabu, 28 Februari 2018 - 10:01 WIB
Kepemimpinan Gizi
Kepemimpinan Gizi
A A A
Herwin Yatim
Bupati Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah

Pada 1 Februari lalu saya men­dapat undangan mem­berikan materi da­lam Indonesian Young Nutrition Leaders Camp yang dise­leng­ga­ra­kan oleh Ikatan Sarjana Gizi (Isagi) bekerja sama dengan Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan (Pergizi Pangan). Ju­dul materi saya, yakni Penting­nya Strong Leadership dalam Imple­mentasi Program Gizi.

Kenapa saya dipilih jadi pem­­bicara? Alas­an panitia ka­re­na saya dianggap menun­juk­kan kepedu­lian yang kuat ter­ha­dap pem­bangunan gizi. Sa­ya ke­mu­dian baru sadar se­te­lah ta­hu bahwa koordinator pe­lak­sa­nanya adalah seorang do­sen muda yang sempat ber­te­mu pada International Cong­gres of Nutrition (ICN) ke-21 di Ar­gen­­tina, Oktober 2017.

Bagi do­sen tadi, mungkin keha­dir­an seorang bupati pada sebuah kongres gizi adalah hal yang istimewa sehingga patut di­apre­siasi. Apalagi, pada kong­res tersebut saya menyajikan ma­teri berjudul Multisectoral Action to Improve Nutrition in Banggai District.

Bila dianggap sebagai ben­tuk komitmen mungkin tidak ada salahnya. Namun, keha­dir­an saya pada perhelatan gizi ber­skala internasional itu bu­kanlah sesuatu yang datang tiba-tiba. Ini adalah buah dari kerja-kerja program gizi yang selama ini kami laksanakan.

Meskipun belum maksimal, saya yakin program gizi yang berfokus pada 1.000 hari per­ta­ma kehidupan (1.000 HPK) di daerah kami telah berada di jalur tepat. Ini karena sangat sesuai dengan salah satu misi pe­merintahan kami, yakni me­ningkatkan kualitas sumber daya manusia dan daya saing daerah.

Tentang bagaimana kaitan gizi dengan kualitas manusia tentu bukan kapasitas saya menjelaskannya. Yang ingin saya sampaikan adalah bagai­ma­na saya mendapatkan pemahaman itu kemudian men­jadi sangat termotivasi untuk meng­ga­lak­kan pembangunan gizi.

Inovasi
Ketertarikan saya pada gizi bermula ketika men­de­ngar­kan penjelasan seorang pro­fe­sor tentang pentingnya gizi pa­da 1.000 HPK di forum NGO. Penjelasannya sangat gam­blang dan masuk akal bagi orang awam. Meski banyak me­ngutip teori ahli gizi serta jur­nal ilmiah, penjelasan itu mem­buat saya terkesima.

Hal paling menarik dari uraian­nya adalah bagaimana gizi pada saat ibu hamil sampai dengan anak berusia 2 tahun itu berpengaruh pada tinggi badan anak, kecerdasan, pro­duk­tivitas, serta penyakit yang bakal diderita saat dewasa nan­ti. Saat itulah saya pertama kali mengenal istilah 1.000 HPK. Saat itu pula saya ber­ke­simpulan bahwa jika ingin me­ningkatkan kualitas manusia dan daya saing, perbaikan gizi pa­da 1.000 HPK harus menjadi prio­ritas.

Informasi lain yang saya peroleh adalah pentingnya ker­ja sama lintas sektor. Ma­sa­lah gizi ternyata tidak berdiri sendiri. Ini terkait dengan ke­mis­kinan, penyediaan air ber­sih, ketersediaan pangan, pen­di­dikan, kesetaraan gender, bah­kan dengan usia per­ni­kah­an pertama seorang wanita. Saat itu pula saya disadarkan akan pentingnya meng­him­pun kekuatan organisasi perang­kat daerah agar pro­gram­nya terkoordinasi untuk me­nye­lesaikan masalah gizi.

Sekembalinya dari forum tersebut saya berdiskusi de­ngan kepala Dinas Kesehatan. Karena baru sekitar 5 bulan menjabat sebagai bupati, saya ingin mendengar bagaimana pro­gram gizi dilaksanakan. Ter­nyata, di daerah kami, pro­gram 1.000 HPK ini telah di­lak­­sanakan sejak 2015, se­ta­hun sebelum saya menjadi bu­pati. Implementasinya pun bu­kan saja dimulai saat ibu ha­mil, me­lainkan sejak calon pe­ngan­tin. Calon suami-istri telah dibe­ka­li informasi gizi saat kursus calon pengantin.

Sejak itu calon pengantin wa­nita diberi kap­sul multi­vi­ta­min dan mineral untuk men­ce­gah anemia. Lalu mereka ber­temu sebulan se­ka­li de­ngan petugas kesehatan un­tuk mempersiapkan ke­ha­m­ilannya. Kegiatan ini di­na­ma­kan posyandu prakonsepsi. Pada sebuah festival prak­tik cerdas yang dise­leng­ga­ra­kan oleh Wahana Visi Indo­ne­sia, inovasi posyandu pra­kon­sepsi ini mendapat juara per­ta­ma.

Prestasi ini meng­ang­kat na­­ma baik daerah dan sudah pasti bupatinya. Jujur saja, se­telah meraih prestasi tersebut saya makin ber­se­mangat un­tuk memberikan perhatian ke­pa­da gizi. Diini­siasi oleh kepala Di­nas Ke­se­hat­an, kami mem­ben­tuk gu­gus tugas 1.000 HPK. Di bawah koordinasi ke­pa­la Bappeda, seluruh pe­rang­kat daerah ter­kait dihimpun dalam gugus kerja ini. Gugus ini meng­iden­ti­fikasi program masing-ma­sing perangkat daerah terkait dengan per­baik­an gizi pada 1.000 HPK lalu fo­kus me­nye­lenggarakannya.

Setelah setahun hasilnya di­evaluasi. Beberapa indikator menunjukkan perbaikan. Con­tohnya cakupan air bersih, usia pernikahan, cakupan KB. Demikian pula terhadap indi­ka­tor anemia ibu hamil, bayi berat lahir rendah, serta ke­ma­ti­an ibu. Inilah yang kemudian ka­mi sajikan saat kongres gizi di Argentina.

Pengakuan
Poin penting yang mem­buat saya berkomitmen mem­bangun gizi adalah penjelasan yang sangat baik tentang gizi pada 1.000 HPK. Inilah yang ke­mudian membangun kes­a­dar­an saya akan pentingnya gizi. Be­ri­kut adanya peng­aku­an terhadap apa yang kami la­ku­kan. Pernah suatu saat di Uni­v­ersitas Ha­sa­nuddin, Ma­kassar, saya diminta mema­par­kan pen­capaian program gizi di ha­dap­an rektor dan men­teri ke­se­hat­an. Kami juga per­nah ber­ce­ramah tentang gizi pada sebuah se­minar na­sio­nal ke­pendu­duk­an di Ja­karta. Ini membuat ka­mi me­ra­sa bangga karena di­per­ca­ya.

Di tengah keseriusan pe­me­rintah mengatasi masalah gizi, apa yang saya alami kira­nya dapat menjadi model peng­galangan komitmen pim­pinan tertinggi di semua level. Saat ini Indonesia sedang meng­hadapi ma­salah gizi se­rius. Kasus gizi buruk di Asmat belum lepas dari ingatan kita. Masalah lain, ada sekitar 37% anak Indonesia me­ngalami stun­ting. Karena itu, program gizi harus benar-benar men­da­pat perhatian dari pemimpin di daerah.

Pada sambutannya di rapat kerja kesehatan na­sio­nal yang saya baca di media, Pre­siden Joko Wi­do­do mene­gas­kan bahwa ti­dak boleh ada sa­tu pun anggota keluarga yang menderita gizi buruk. De­mi­kian pula pada sebuah pidato kenegaraan, Presiden jelas-jelas menyebut pentingnya mening­kat­kan kua­litas manusia de­ngan mem­per­ha­tikan gizi pada 1.000 HPK. Komitmen pre­si­den ini tentu sa­ngat patut di­con­toh oleh gu­ber­­nur dan bu­pati se-Indonesia.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5090 seconds (0.1#10.140)