KPK Tidak Sepakat dengan Rekomendasi Pansus Angket DPR

Rabu, 14 Februari 2018 - 22:29 WIB
KPK Tidak Sepakat dengan...
KPK Tidak Sepakat dengan Rekomendasi Pansus Angket DPR
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sependapat dan tidak sepakat dengan rekomendasi hasil kerja Panitia Khusus (Pansus) Angket DPR terhadap KPK yang dibacakan dan disahkan dalam rapat paripurna DPR.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, ada beberapa hal yang ingin disampaikan KPK terkait dengan rekomendasi hasil Panitia Khusus (Pansus) Angket DPR terhadap KPK.

Pertama, KPK mempersilakan Pansus memberikan rekomendasi tersebut kemudian dibacakan Ketua Pansus Angket Agun Gunandjar Sudarsa di hadapan rapat paripurna DPR kemudian disahkan pada Rabu (14/2/2018).

Kedua, KPK tetap menghormati fungsi pengawasan DPR serta putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) tentang Pansus yang diajukan pegawai KPK.

Ketiga, lima aspek yang disoroti serta direkomendasikan yakni kelembagaan, kewenangan, aspek tata kelola sumber daya manusia (SDM), dan anggaran KPK sebenarnya sudah berkali-kali dipertanyakan DPR dan disampaikan KPK saat rapat kerja maupun rapat dengar pendapat.

"‎Meski demikian, KPK berbeda pendapat dan tidak setuju dengan sejumlah temuan dan rekomendasi pansus. Namun dalam konteks hubungan kelembagaan kami hargai sejumlah poin di laporan tersebut," tegas Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Mantan pegawai fungsional Direktorat Gratifikasi KPK ini membeberkan, khusus untuk rekomendasi pembentukan lembaga pengawas eksternal independen terhadap KPK harus juga dilihat secara utuh.

Bagi KPK, tutur Febri, pengawasan terhadap KPK selama ini berjalan cukup efektif dan justru dilakukan dari internal dan eksternal. Misalnya dari pihak eksternal, salah satunya dilakukan oleh DPR juga. Kemudian, pengawasan keuangan dilakukan oleh BPK. Terakhir pengawasan secara keseluruhan itu dilakukan oleh publik.

"Jadi kalau dikatakan pengawasan terhadap KPK tidak optimal, kita perlu lihat siapa pihak pengawas yang tidak optimal melaksanakan tugasnya. Karena itu lebih baik ke depan, kita melakukan penguatan terhadap kelembagaan," tegasnya.

Febri menggariskan, kalau memang DPR punya komitmen kuat untuk mempertahankan KPK dan memperkuat kewenangan KPK serta memperkuat pemberantasan korupsi maka ada hal-hal substansial yang sudah disarankan kepada DPR. Bicara tentang pengawasan DPR, maka semua bisa tampak dan terlihat melalui rapat-rapat DPR dalam hal ini Komisi III dengan KPK.

"Pembentukan itu kan tidak bisa tiba-tiba ya. Dan juga harus ada analisis lebih lanjut, apalagi selama ini pengawasan terhadap KPK juga sudah cukup masif dilakuka," imbuhnya.

Dia menjelaskan, sebelum rekomendasi Pansus Angket dibacakan sebenarnya KPK sudah mengirimkan surat yang diteken Ketua KPK Agus Rahardjo tertanggal 13 Februari disertai 13 lampiran tentang pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi.

Surat dan lampiran tersebut dikirim ke DPR untuk menjawab surat yang dilayangkan Ketua DPR Bambang Soesatyo ke KPK tertanggal 9 Februari lalu. "Jadi informasi ini perlu disampaikan ke publik agar masyarakat menerima informasi secara berimbang dan proporsional," paparnya.

Secara umum di surat dan lampiran yang dilayangkan KPK berisi pertama, KPK mengingatkan bahwa tanggungjawab dalam pemberantasan korupsi, termasuk tentang Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia merupakan tanggungjawab DPR dan pemerintah juga serta pemangku kepentingan lain. Jadi ketika bicara tentang pemberantasan korupsi, haruslah dilihat sebagai kerja bersama.

Kedua, KPK juga mengajak DPR untuk melakukan hal-hal yang lebih substantial dan berdampak luas bagi kebaikan masyarakat serta mencegah pelemaham terhadap KPK.
Pasalnya, dalam pemberantasan korupsi, masih ada tugas pembentukan dan revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), RUU Perampasan Aset, RUU Pengawasan Administrasi Pemerintahan, dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai. Kesemua RUU tersebut sangt perlu diperhatikan oleh DPR.

Ketiga, KPK juga menegaskan sangat terbuka dengan evaluasi dan pengawasan. Hal yang sama juga kami harap menjadi perhatian DPR. "Mengingat dari 3 aktor terbanyak yang diproses KPK adalah dari pelaku korupsi dari swasta (184), eselon I-III (175) dan Anggota DPR/DPRD (144)," tegasnya.

Keempat, hasil survei-survei persepsi korupsi juga perlu diperhatikan, karena masyarakat masih melihat sejumlah sektor dipersepsikan korupsi. Termasuk di antaranya DPR. Karenanya KPK menegaskan, semua hal di atas diharapkan menjadi perhatian bersama agar benar-benar bisa berkontribusi pada rakyat Indonesia.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0544 seconds (0.1#10.140)