Menakar Aspek Sosial Gadget
A
A
A
Asep Abdurrohman
Mahasiswa Program Doktor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Dosen Muhammadiyah Tangerang
DI zaman digital ini, siapa yang tidak mempunyai perangkat canggih HP smartphone. Semua kalangan, tua maupun muda. Ekonomi atas, menengah, maupun bawah. Orang kota maupun desa. Anak-anak, remaja, pemuda, sampai orang tua. Mayoritas masyarakat pasti memiliki HP smartphone.
Ke mana pun kita pergi, perangkat canggih tersebut selalu menemani kita. Saat kerja, pegang HP. Saat di mobil, pegang HP. Saat di jalan, pegang HP. Sambil menunggu angkutan umum, pegang HP. Sambil mengendarai motor, megang HP. Bahkan, di saat momen penting pun seperti sedang kuliah, mengajar, rapat, makan, bersama keluarga, beranjak tidur, dan lain-lain, sambil pegang HP.
Hampir di semua lini kehidupan, HP selalu menemani dalam setiap detak hidupan. Maklum saja HP di era digital ini sudah menjadi barang wajib sebagai bagian dari masyarakat digital. Menurut Sri Edi Swasono (2017), yang disampaikan dalam perkuliahan sistem ekonomi Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beberapa bulan yang lalu, mengatakan bahwa HP smartphone dan kuota sudah menjadi kebutuhan primer yang harus dipenuhi.
Penggunaannya pun tak terbatas ruang dan waktu. Tak terbatas momen tertentu. Selama masih ada kesempatan, kuota, sinyal, dan persediaan baterai, selama itu pula akses internet tetap bisa jalan. Ditambah lagi perang harga kuota antaroperator dan teknis pemesannya yang berbau daring membuat kenyamanan pengguna semakin termanjakan.
Akibatnya, semua orang sibuk dengan dunianya sendiri. Sibuk melakukan komunikasi jarak jauh. Sementara orang-orang yang ada di sekelilingnya menjadi terabaikan. Jika sudah begini, di satu sisi lingkungan sosial dalam jaringan terjaga. Namun, di sisi lain lingkungan sosial yang nyata justru malah terabaikan.
Berbagai Wajah Penggunaan Gadget
Sekitar setengah dekade ke belakang, sebelum marak HP smartphone terjangkau, masyarakat telah lebih dulu mengenal HP BlackBerry (BB) messenger. Waktu itu, di kalangan masyarakat begitu familier. Setiap perkenalan dengan orang baru, setelah mengenai identitasnya pada ujungnya terucap, ”boleh minta PIN BB-nya?”
Kalimat tersebut sering kali terucap dalam perkenalan. Hatta sekalipun dalam reklame dan spanduk berbau iklan sering mencantumkan nomor PIN BlackBerry. Setelah perkembangan teknologi cukup pesat, lambat laun keberadaan BlackBerry mulai tergeser dengan aplikasi WhatsApp yang datang dari Amerika. Serikat.
Sampai sekarang, keberadaan HP BlackBerry sudah tinggal sejarah. Empat tahun yang lalu tutup alias gulung tikar, karena tak mampu bertahan melawan kerasnya persaingan teknologi informasi. Kini, aplikasi WhatsApp menjadi tuan di negeri majemuk ini.
Penggunaan HP smartphone bagi masyarakat memang berbagai macam kepentingan di dalamnya. Tidak sedikit masyarakat menggunakan HP untuk sekadar melepas kepenatan setelah seharian berjibaku dengan pekerjaan di kantor.
Penggunaan HP untuk melepas kepenatan boleh dibilang wajar-wajar saja. HP di era sekarang ini ibaratnya sahabat yang paling dekat dengan semua pihak yang ada di sekeliling kita. Hatta sekalipun orang-orang tercinta di keluarga.
Sambil senderan, selonjor, atau tiduran ditemani secangkir kopi dengan khusyuk secara seksama memelototi kotak ajaib. Sesekali tersenyum, tertawa, dan cemberut merespons berbagai informasi, baik di grup WhatsApp atau media sosial.
Setelah bosan merespons berbagai informasi dan selancar media sosial, tak sedikit para pengguna HP smartphone mengalihkan perhatiannya ke games, yang pada umum disukai oleh sebagian besar anak remaja dan dewasa, namun sedikit sekali orang tua.
Bosan dari kegiatan games, dari sebagian masyarakat sedikit sekali untuk akses ilmu pengetahuan, di antara mereka lebih banyak mengakses media sosial. Menurut hasil survei INFID (Internasional NGO Forum on Indonesia Development) tahun 2016, di enam kota besar di Indonesia, yakni Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Pontianak, dan Makassar menyebutkan bahwa penggunaan lini masa (media sosial) yang paling dominan digunakan adalah Facebook, Twitter, dan YouTube untuk bertukar informasi secara cepat dan murah.
Lalu, hasil survei tersebut mengatakan dari total responden, 1.200 responden berusia 15-30 tahun, 60,4% setiap hari mengakses internet, 7,4% 3-4 hari seminggu, 2,1% 1-2 hari seminggu, 16,4% jarang mengakses internet, dan 13,8% tidak tahu menahu soal dunia maya. Aktivitas yang paling sering dilakukan anak muda adalah membuka laman media sosial 31,3%, 21,8% komunikasi surat elektronik, 18,1 % akses portal berita, 13,2% hiburan, 7,7% belanja kebutuhan sehari-hari, 8% tidak tahu cara mengakses internet.
Dan flatform linimasa yang digunakan meliputi FaceBook 64,8%, YouTube 6,3%, Twitter 5,9%, Blog 0,5%, 22, 5% lain-lain. Untuk mengakses internet anak muda saat ini lebih banyak menggunakan HP 87,8%, jasa warnet 5,8%, jaringan internet di rumah 3,6%, kantor 1,6%, dan 1,3% tidak menjawab sebagaimana yang dikutip oleh media cetak Suara Muhammadiyah edisi 16-31 Januari 2017.
Sementara menurut hasil survei CSIS, sebagaimana yang dikutip oleh media cetak Suara Muhammadiyah edisi 2 Januari 2018, menyebutkan bahwa 81,7% milenialis memiliki Facebook , 70,3% menggunakan WhatsApp , 54,7% memiliki Instagram. Alhasil, penggunaan media sosial menempati angka yang paling tinggi jauh dari keperluan untuk mencari ilmu pengetahuan.
Di kalangan penggiat dakwah dan pendidikan, media sosial menjadi sarana untuk mengedukasi warganet yang kebanyakan anak-anak muda yang sedang mencari jati diri. Bahkan, beberapa tokoh banyak fokus menggarap media sosial seperti KH Abdullah Gymnastiar yang banyak mengupas manajemen Qolbu, KH Arifin Ilham dengan zikir dan nasihatnya. Ustaz Yusuf Mansur dengan upload video-videonya. Ustaz Felix Siau dengan nasihat gaya remajanya.
Belakangan, muncul nama Ustaz Adi Hidayat, Ustaz Hanan Ataki, dan Ustaz fenomenal, yaitu Ustaz Abdul Somad yang kini sedang sibuk safari dakwah ke berbagai daerah di Indonesia bahkan mancanegara. Lengkap dengan segala penerimaan dan penolakannya terhadap dakwah UAS tersebut.
Di tengah-tengah hiruk-pikuk penggunaan media sosial dan aplikasi HP smartphone, ada juga masyarakat yang memanfaatkan untuk kegiatan jual-beli online, pengawasan kerja lewat grup WhatsApp, iklan berbagai macam kepentingan, transportasi online, kuliah online, mobilisasi massa untuk kepentingan tertentu sampai kegiatan negatif yang belakangan ada akun media sosial digunakan untuk kegiatan LGBT dan transaksi gelap lainnya.
Menurut Yunahar Ilyas, orang baik tidak boleh banyak diam. Di antara untuk mengimbangi akun yang menyebar informasi negatif maka masyarakat hendaklah membuat tulisan mencerahkan, memotivasi, menggugah, dan menyadarkan.
Satu berita negatif dilawan dengan sepuluh berita positif. Jika diam saja, khawatir berita-berita yang tidak sehat dianggap sehat. Berita yang tidak baik dianggap baik. Tulisan tersebut tak usah panjang-panjang, tetapi singkat, padat, dan jelas.
Aspek Sosial Gadget yang Terancam
Penggunaan beragam HP smartphone yang tidak terbatas pada ruang dan waktu itu. Lambat laun menggusur ruang sosial di sekelilingnya. Meski dengan dalih untuk kepentingan pekerjaan, tetap saja ruang sosial di mana ia tinggal dan bergaul jadi semakin sempit.
Dalam jangka panjang, perilaku menggunakan kuota HP smartphone yang tidak terkontrol dilihat dari sisi finansial akan menjadi masalah berupa pemborosan. Bagi pasutri, mungkin saja dapat mengganggu keharmonisan rumah yang tidak sedikit berujung pada penceraian. Bahkan, menurut Kemenag, angka penceraian di Indonesia cukup tinggi.
Dari tahun ke tahun angkanya terus mengalami kenaikan. Di Cianjur, data Agustus 2017, angka gugatan penceraian mencapai 6.000 kasus dan 2.500 sudah ditangani pihak terkait serta sisanya masih dalam tahap proses. Sebagian besar gugatan karena masalah ekonomi yang berujung KDRT dan di daerah lain seperti Indramayu, Bekasi, Depok, Sukabumi, Sulteng, NTB, dan lain-lain.
Penggunaan kuota HP smartphone, bagi yang belum punya pasangan memungkinkan berbagai peluang akan didapatinya. Pertama, kuota paket internet yang ia beli akan memudahkan untuk mencari informasi dalam rangka mengembangkan potensi jati dirinya.
Misalnya, mengikuti berbagai lomba, audisi bakat dan minat, mengirimkan paper, informasi seputar usaha, dll. Kedua, kuota yang dibeli memungkinkan akan digunakan untuk sesuatu yang kurang bernilai positif. Pilihan orang membuka internet, pada posisi krusial akan mengerucut menjadi dua kepentingan. Pertama untuk kegiatan positif dan kedua untuk kegiatan negatif. Semua berpulang bagaimana mendudukan peran internet tersebut.
Selain itu, pada posisi manusia sebagai makhluk sosial. Sering kita temukan berbagai keadaan yang kurang enak dipandang. Pada saat kita naik bus hampir dipastikan semua orang asyik dengan HP smartphone masing-masing. Hampir tak peduli dengan keberadaan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Begitu naik kereta pun hampir sama asyik dengan dunianya sendiri. Walaupun di antara mereka ada mencoba untuk menjalin interaksi sosial, tentu minim jumlahnya. Begitu juga di tempat-tempat umum lainnya hampir bisa dipastikan dalam kondisi yang sama.
Di sisi lain, orang-orang yang melakukan demikian tentunya mempunyai kepentingan utama dibandingkan sekedar berbincang dengan orang yang ada di sekitarnya. Asyiknya dengan dunia sendiri terkadang membawa manfaat yang besar untuk keamanan diri sendiri di tempat umum. Pada situasi yang lain justru bisa membawa dampak negatif bagi dirinya manakala bermain HP di tempat umum yang kurang aman.
Dalam konteks tersebut, berpulang bagaimana kita mengelola keadaan agar tidak menimbulkan ancaman keamanan bagi dirinya. Namun, di era digital sekarang ini, bermain HP di tempat umum sudah lumrah terjadi bahkan seperti parade bermain HP di tempat-tempat umum yang sebenarnya dilihat dari kacamata sosiologi kurang elok dipandang.
Namun, bagi para pemangku kebijakan di tiap-tiap instansi atau karyawan tertentu, penggunaan HP di tempat-tempat umum justru sebagai bukti tanggung jawab pekerjaan yang bisa diinformasikan lewat grup WhatsApp.
Oleh karena itu, hadirnya grup WhatsApp bagi sebagian kalangan sangat membantu dalam pekerjaan sehari-hari, tanpa terjun langsung ke lapangan. Bagi pimpinan bisa mendapatkan informasi walaupun untuk memastikan harus cek langsung ke lapangan. Tapi, setidaknya sudah mendapatkan gambaran umum akan kondisi sesuatu yang terjadi di lapangan.
Bagi pemerintah Kabupaten Lebak, misalnya, pada saat terjadi gempa (23/01/2018) pukul 13.34 WIB dengan tidak langsung menyaksikan kondisi di lapangan. Sudah bisa menyaksikan lewat foto atau video yang di-publish di grup WhatsApp.
Dalam momen-momen tertentu yang membutuhkan konsentrasi, kita masih banyak menyaksikan seseorang yang asyik sedang bermain HP. Sekalipun dalam momen rapat, seminar, kuliah, mengajar, diskusi, dan lain-lain tetap mencari celah untuk bisa membuka HP.
Pemandangan yang tidak enak dipandang pun bisa kita saksikan pada saat pejabat pemerintah diundang ke stasiun televisi dalam rangka mendiskusikan persoalan bangsa, masih bersikap asyik dengan dunianya masing-masing. Sementara persoalan yang ada di depannya menunggu untuk dituntaskan dan persoalan lain yang masih dalam bayang-bayang teknologi informasi mendapat giliran berikutnya.
Jika sudah seperti yang sudah dijelaskan di atas, posisi manusia sebagai makhluk sosial akan terancam kesehatan sosialnya. Secara sosiologis sudah banyak penelitian yang mengungkap masalah interaksi sosial.
Salah satunya bahwa orang yang sering terlibat aktif dengan kelompok sosial masyarakat, banyak berinteraksi, berada di tengah-tengah kerumunan sosial masyarakat, menghadiri acara-acara tertentu mempunyai dampak pada kondisi kesehatan mental psikis yang dapat menurunkan tingkat stres. Dan, jika stres bisa ditekan, penyakit pun bisa terhindar dari keadaan jiwa kita.
Jalinan interaksi sosial yang merupakan tabiat manusia tidak bisa hidup sendiri akan terbuka dengan sendirinya. Manakala mau menyadari pentingnya bermasyarakat dalam berbagai lapisan sosial masyarakat. Semoga kehadiran HP smartphone membawa jalinan yang lebih erat, tidak mengikis aspek sosial yang selama ini ditengarai banyak terjadi.
Mahasiswa Program Doktor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Dosen Muhammadiyah Tangerang
DI zaman digital ini, siapa yang tidak mempunyai perangkat canggih HP smartphone. Semua kalangan, tua maupun muda. Ekonomi atas, menengah, maupun bawah. Orang kota maupun desa. Anak-anak, remaja, pemuda, sampai orang tua. Mayoritas masyarakat pasti memiliki HP smartphone.
Ke mana pun kita pergi, perangkat canggih tersebut selalu menemani kita. Saat kerja, pegang HP. Saat di mobil, pegang HP. Saat di jalan, pegang HP. Sambil menunggu angkutan umum, pegang HP. Sambil mengendarai motor, megang HP. Bahkan, di saat momen penting pun seperti sedang kuliah, mengajar, rapat, makan, bersama keluarga, beranjak tidur, dan lain-lain, sambil pegang HP.
Hampir di semua lini kehidupan, HP selalu menemani dalam setiap detak hidupan. Maklum saja HP di era digital ini sudah menjadi barang wajib sebagai bagian dari masyarakat digital. Menurut Sri Edi Swasono (2017), yang disampaikan dalam perkuliahan sistem ekonomi Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beberapa bulan yang lalu, mengatakan bahwa HP smartphone dan kuota sudah menjadi kebutuhan primer yang harus dipenuhi.
Penggunaannya pun tak terbatas ruang dan waktu. Tak terbatas momen tertentu. Selama masih ada kesempatan, kuota, sinyal, dan persediaan baterai, selama itu pula akses internet tetap bisa jalan. Ditambah lagi perang harga kuota antaroperator dan teknis pemesannya yang berbau daring membuat kenyamanan pengguna semakin termanjakan.
Akibatnya, semua orang sibuk dengan dunianya sendiri. Sibuk melakukan komunikasi jarak jauh. Sementara orang-orang yang ada di sekelilingnya menjadi terabaikan. Jika sudah begini, di satu sisi lingkungan sosial dalam jaringan terjaga. Namun, di sisi lain lingkungan sosial yang nyata justru malah terabaikan.
Berbagai Wajah Penggunaan Gadget
Sekitar setengah dekade ke belakang, sebelum marak HP smartphone terjangkau, masyarakat telah lebih dulu mengenal HP BlackBerry (BB) messenger. Waktu itu, di kalangan masyarakat begitu familier. Setiap perkenalan dengan orang baru, setelah mengenai identitasnya pada ujungnya terucap, ”boleh minta PIN BB-nya?”
Kalimat tersebut sering kali terucap dalam perkenalan. Hatta sekalipun dalam reklame dan spanduk berbau iklan sering mencantumkan nomor PIN BlackBerry. Setelah perkembangan teknologi cukup pesat, lambat laun keberadaan BlackBerry mulai tergeser dengan aplikasi WhatsApp yang datang dari Amerika. Serikat.
Sampai sekarang, keberadaan HP BlackBerry sudah tinggal sejarah. Empat tahun yang lalu tutup alias gulung tikar, karena tak mampu bertahan melawan kerasnya persaingan teknologi informasi. Kini, aplikasi WhatsApp menjadi tuan di negeri majemuk ini.
Penggunaan HP smartphone bagi masyarakat memang berbagai macam kepentingan di dalamnya. Tidak sedikit masyarakat menggunakan HP untuk sekadar melepas kepenatan setelah seharian berjibaku dengan pekerjaan di kantor.
Penggunaan HP untuk melepas kepenatan boleh dibilang wajar-wajar saja. HP di era sekarang ini ibaratnya sahabat yang paling dekat dengan semua pihak yang ada di sekeliling kita. Hatta sekalipun orang-orang tercinta di keluarga.
Sambil senderan, selonjor, atau tiduran ditemani secangkir kopi dengan khusyuk secara seksama memelototi kotak ajaib. Sesekali tersenyum, tertawa, dan cemberut merespons berbagai informasi, baik di grup WhatsApp atau media sosial.
Setelah bosan merespons berbagai informasi dan selancar media sosial, tak sedikit para pengguna HP smartphone mengalihkan perhatiannya ke games, yang pada umum disukai oleh sebagian besar anak remaja dan dewasa, namun sedikit sekali orang tua.
Bosan dari kegiatan games, dari sebagian masyarakat sedikit sekali untuk akses ilmu pengetahuan, di antara mereka lebih banyak mengakses media sosial. Menurut hasil survei INFID (Internasional NGO Forum on Indonesia Development) tahun 2016, di enam kota besar di Indonesia, yakni Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Pontianak, dan Makassar menyebutkan bahwa penggunaan lini masa (media sosial) yang paling dominan digunakan adalah Facebook, Twitter, dan YouTube untuk bertukar informasi secara cepat dan murah.
Lalu, hasil survei tersebut mengatakan dari total responden, 1.200 responden berusia 15-30 tahun, 60,4% setiap hari mengakses internet, 7,4% 3-4 hari seminggu, 2,1% 1-2 hari seminggu, 16,4% jarang mengakses internet, dan 13,8% tidak tahu menahu soal dunia maya. Aktivitas yang paling sering dilakukan anak muda adalah membuka laman media sosial 31,3%, 21,8% komunikasi surat elektronik, 18,1 % akses portal berita, 13,2% hiburan, 7,7% belanja kebutuhan sehari-hari, 8% tidak tahu cara mengakses internet.
Dan flatform linimasa yang digunakan meliputi FaceBook 64,8%, YouTube 6,3%, Twitter 5,9%, Blog 0,5%, 22, 5% lain-lain. Untuk mengakses internet anak muda saat ini lebih banyak menggunakan HP 87,8%, jasa warnet 5,8%, jaringan internet di rumah 3,6%, kantor 1,6%, dan 1,3% tidak menjawab sebagaimana yang dikutip oleh media cetak Suara Muhammadiyah edisi 16-31 Januari 2017.
Sementara menurut hasil survei CSIS, sebagaimana yang dikutip oleh media cetak Suara Muhammadiyah edisi 2 Januari 2018, menyebutkan bahwa 81,7% milenialis memiliki Facebook , 70,3% menggunakan WhatsApp , 54,7% memiliki Instagram. Alhasil, penggunaan media sosial menempati angka yang paling tinggi jauh dari keperluan untuk mencari ilmu pengetahuan.
Di kalangan penggiat dakwah dan pendidikan, media sosial menjadi sarana untuk mengedukasi warganet yang kebanyakan anak-anak muda yang sedang mencari jati diri. Bahkan, beberapa tokoh banyak fokus menggarap media sosial seperti KH Abdullah Gymnastiar yang banyak mengupas manajemen Qolbu, KH Arifin Ilham dengan zikir dan nasihatnya. Ustaz Yusuf Mansur dengan upload video-videonya. Ustaz Felix Siau dengan nasihat gaya remajanya.
Belakangan, muncul nama Ustaz Adi Hidayat, Ustaz Hanan Ataki, dan Ustaz fenomenal, yaitu Ustaz Abdul Somad yang kini sedang sibuk safari dakwah ke berbagai daerah di Indonesia bahkan mancanegara. Lengkap dengan segala penerimaan dan penolakannya terhadap dakwah UAS tersebut.
Di tengah-tengah hiruk-pikuk penggunaan media sosial dan aplikasi HP smartphone, ada juga masyarakat yang memanfaatkan untuk kegiatan jual-beli online, pengawasan kerja lewat grup WhatsApp, iklan berbagai macam kepentingan, transportasi online, kuliah online, mobilisasi massa untuk kepentingan tertentu sampai kegiatan negatif yang belakangan ada akun media sosial digunakan untuk kegiatan LGBT dan transaksi gelap lainnya.
Menurut Yunahar Ilyas, orang baik tidak boleh banyak diam. Di antara untuk mengimbangi akun yang menyebar informasi negatif maka masyarakat hendaklah membuat tulisan mencerahkan, memotivasi, menggugah, dan menyadarkan.
Satu berita negatif dilawan dengan sepuluh berita positif. Jika diam saja, khawatir berita-berita yang tidak sehat dianggap sehat. Berita yang tidak baik dianggap baik. Tulisan tersebut tak usah panjang-panjang, tetapi singkat, padat, dan jelas.
Aspek Sosial Gadget yang Terancam
Penggunaan beragam HP smartphone yang tidak terbatas pada ruang dan waktu itu. Lambat laun menggusur ruang sosial di sekelilingnya. Meski dengan dalih untuk kepentingan pekerjaan, tetap saja ruang sosial di mana ia tinggal dan bergaul jadi semakin sempit.
Dalam jangka panjang, perilaku menggunakan kuota HP smartphone yang tidak terkontrol dilihat dari sisi finansial akan menjadi masalah berupa pemborosan. Bagi pasutri, mungkin saja dapat mengganggu keharmonisan rumah yang tidak sedikit berujung pada penceraian. Bahkan, menurut Kemenag, angka penceraian di Indonesia cukup tinggi.
Dari tahun ke tahun angkanya terus mengalami kenaikan. Di Cianjur, data Agustus 2017, angka gugatan penceraian mencapai 6.000 kasus dan 2.500 sudah ditangani pihak terkait serta sisanya masih dalam tahap proses. Sebagian besar gugatan karena masalah ekonomi yang berujung KDRT dan di daerah lain seperti Indramayu, Bekasi, Depok, Sukabumi, Sulteng, NTB, dan lain-lain.
Penggunaan kuota HP smartphone, bagi yang belum punya pasangan memungkinkan berbagai peluang akan didapatinya. Pertama, kuota paket internet yang ia beli akan memudahkan untuk mencari informasi dalam rangka mengembangkan potensi jati dirinya.
Misalnya, mengikuti berbagai lomba, audisi bakat dan minat, mengirimkan paper, informasi seputar usaha, dll. Kedua, kuota yang dibeli memungkinkan akan digunakan untuk sesuatu yang kurang bernilai positif. Pilihan orang membuka internet, pada posisi krusial akan mengerucut menjadi dua kepentingan. Pertama untuk kegiatan positif dan kedua untuk kegiatan negatif. Semua berpulang bagaimana mendudukan peran internet tersebut.
Selain itu, pada posisi manusia sebagai makhluk sosial. Sering kita temukan berbagai keadaan yang kurang enak dipandang. Pada saat kita naik bus hampir dipastikan semua orang asyik dengan HP smartphone masing-masing. Hampir tak peduli dengan keberadaan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Begitu naik kereta pun hampir sama asyik dengan dunianya sendiri. Walaupun di antara mereka ada mencoba untuk menjalin interaksi sosial, tentu minim jumlahnya. Begitu juga di tempat-tempat umum lainnya hampir bisa dipastikan dalam kondisi yang sama.
Di sisi lain, orang-orang yang melakukan demikian tentunya mempunyai kepentingan utama dibandingkan sekedar berbincang dengan orang yang ada di sekitarnya. Asyiknya dengan dunia sendiri terkadang membawa manfaat yang besar untuk keamanan diri sendiri di tempat umum. Pada situasi yang lain justru bisa membawa dampak negatif bagi dirinya manakala bermain HP di tempat umum yang kurang aman.
Dalam konteks tersebut, berpulang bagaimana kita mengelola keadaan agar tidak menimbulkan ancaman keamanan bagi dirinya. Namun, di era digital sekarang ini, bermain HP di tempat umum sudah lumrah terjadi bahkan seperti parade bermain HP di tempat-tempat umum yang sebenarnya dilihat dari kacamata sosiologi kurang elok dipandang.
Namun, bagi para pemangku kebijakan di tiap-tiap instansi atau karyawan tertentu, penggunaan HP di tempat-tempat umum justru sebagai bukti tanggung jawab pekerjaan yang bisa diinformasikan lewat grup WhatsApp.
Oleh karena itu, hadirnya grup WhatsApp bagi sebagian kalangan sangat membantu dalam pekerjaan sehari-hari, tanpa terjun langsung ke lapangan. Bagi pimpinan bisa mendapatkan informasi walaupun untuk memastikan harus cek langsung ke lapangan. Tapi, setidaknya sudah mendapatkan gambaran umum akan kondisi sesuatu yang terjadi di lapangan.
Bagi pemerintah Kabupaten Lebak, misalnya, pada saat terjadi gempa (23/01/2018) pukul 13.34 WIB dengan tidak langsung menyaksikan kondisi di lapangan. Sudah bisa menyaksikan lewat foto atau video yang di-publish di grup WhatsApp.
Dalam momen-momen tertentu yang membutuhkan konsentrasi, kita masih banyak menyaksikan seseorang yang asyik sedang bermain HP. Sekalipun dalam momen rapat, seminar, kuliah, mengajar, diskusi, dan lain-lain tetap mencari celah untuk bisa membuka HP.
Pemandangan yang tidak enak dipandang pun bisa kita saksikan pada saat pejabat pemerintah diundang ke stasiun televisi dalam rangka mendiskusikan persoalan bangsa, masih bersikap asyik dengan dunianya masing-masing. Sementara persoalan yang ada di depannya menunggu untuk dituntaskan dan persoalan lain yang masih dalam bayang-bayang teknologi informasi mendapat giliran berikutnya.
Jika sudah seperti yang sudah dijelaskan di atas, posisi manusia sebagai makhluk sosial akan terancam kesehatan sosialnya. Secara sosiologis sudah banyak penelitian yang mengungkap masalah interaksi sosial.
Salah satunya bahwa orang yang sering terlibat aktif dengan kelompok sosial masyarakat, banyak berinteraksi, berada di tengah-tengah kerumunan sosial masyarakat, menghadiri acara-acara tertentu mempunyai dampak pada kondisi kesehatan mental psikis yang dapat menurunkan tingkat stres. Dan, jika stres bisa ditekan, penyakit pun bisa terhindar dari keadaan jiwa kita.
Jalinan interaksi sosial yang merupakan tabiat manusia tidak bisa hidup sendiri akan terbuka dengan sendirinya. Manakala mau menyadari pentingnya bermasyarakat dalam berbagai lapisan sosial masyarakat. Semoga kehadiran HP smartphone membawa jalinan yang lebih erat, tidak mengikis aspek sosial yang selama ini ditengarai banyak terjadi.
(mhd)