Sepenuh Hati Menunaikan Panggilan Tugas

Sabtu, 09 Desember 2017 - 08:04 WIB
Sepenuh Hati Menunaikan...
Sepenuh Hati Menunaikan Panggilan Tugas
A A A
Ir Dwi Badarmanto, MT
Mantan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara

Pelantikan Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan sebuah peristiwa sejarah yang menarik untuk disimak. Pak Hadi yang saya kenal secara personal adalah sosok pekerja keras yang santun dan tegas. Kesan tersebut sangat kuat memancar darinya. Tampaknya begitu pula publik mengenal sosok sang panglima.

Bagi saya, Marsekal Hadi Tjahjanto memberikan kesan tersendiri yang unik. Setidaknya ada dua hal yang menarik untuk dibahas secara mendalam seputar panglima TNI yang paling unik ini. Dua hal itu adalah perjalanan kariernya serta prospeknya ke depan. Kedua hal ini penting dibahas karena menjadi pembelajaran bahwa karier dan pencapaian profesional adalah hal yang sudah digariskan oleh Tuhan. Tugas manusia hanya berusaha sepenuh hati dan bertawakal. Hal inilah yang menjadi modal Pak Hadi.

Pertama, Hadi Tjahjanto berangkat dengan memulai titik penugasan lika-liku karier dari bawah yang bersahaja, sederhana. Hadi bukanlah seorang tentara yang sejak awal disebut sebagai bintang. Hadi juga bukan penerbang pesawat fighter, bomber, maupun freighter Hercules yang selama ini biasanya menempati posisi-posisi elite di Angkatan Udara. Kariernya diwarnai dengan penugasan yang terkait personel, yang membuatnya memiliki kemampuan interpersonal yang sangat baik. Perjalanan kariernya rela­tif sedang dengan beberapa milestone yang baik. Namun, seluruh alur karier tersebut dilakoni dengan penuh semangat, serta penuh kesetiaan paripurna dalam menjalani seluruh pos tugas yang dibebankan.

Hadi Tjahjanto memulai kariernya sebagai perwira korps penerbang angkut pada Skuadron Udara 4 di Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh, Malang, Jawa Timur. Pada saat itu skuadronnya memiliki tugas utama untuk mengoperasikan pesawat angkut ringan bagi operasi dukungan udara, SAR terbatas, serta kursus penerbang pesawat angkut. Hadi Tjahjanto muda memiliki tugas sebagai pilot pesawat angkut Cassa, pos penugasan yang relatif bersahaja, tetapi dilakukannya dengan kesetiaan dan dedikasi yang paripurna.

Karier Hadi muda kemudian bergeser dengan menunaikan penugasan sebagai komandan unit pesawat angkut berat flight ops A di Flightlat Skuadron Udara 32, Wing Udara 2, Pangkalan Udara TNI AU Abdulrachman Saleh. Selepas itu, Hadi muda menimba ilmu dan mengalami berbagai penugasan dan penempatan atas berbagai posisi yang bersahaja. Setiap penugasan dilakukannya dengan ceria, penuh dengan kesungguhan hati mengabdi kepada negara dan bangsa.
Sepenuh Hati Menunaikan Panggilan Tugas

Barangkali, satu penugasan yang paling memorable adalah saat dia diberikan kepercayaan untuk menimba ilmu dan pengalaman untuk memimpin sebagai komandan Satuan Udara Pertanian Komando Operasi Angkatan Udara I. Ini adalah pos penugasan yang amat bersahaja. Hadi hanya memimpin dua unit pesawat Pilatus Porter dengan tugas utama sebagai bantuan dalam penyemprotan obat hama. Tugas tersebut jauh dari kesan elite. Tugas yang dilakoninya ini berbeda dengan sebagian koleganya yang mendapatkan kesempatan dalam penugasan pos-pos yang kerap dianggap prestisius dan strategis. Tetapi, justru di titik inilah beliau menempa diri dengan berbagai pengalaman dan berinteraksi dengan masyarakat, senantiasa rendah hati, dan belajar memimpin dengan penuh keikhlasan.

Pada medio tahun 2010, tak disangka suratan takdir kemudian membawanya pada titik penugasan sebagai pimpinan Pangkalan Udara TNI AU Adisumarmo, Surakarta. Ada cerita yang unik terkait hal ini. Pada mulanya Hadi Tjahjanto hendak ditugaskan sebagai komandan Pangkalan Udara TNI AU Husein Sastranegara, namun karena satu dan lain hal suratan nasib telah membawanya sebagai komandan Pangkalan Udara TNI AU Adi Sumarmo. Walau di Angkatan Udara, Lanud Husein Sastranegara memang lebih strategis, Hadi tetap menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati dan tak lupa tetap bersosialisasi dengan baik.

Tak dinyana, justru karena bertugas di Surakarta suratan takdir mempertemukannya dengan Wali Kota Solo Joko Widodo (Jokowi) yang saat ini menjadi presiden. Kalau saat itu Hadi Tjahjanto ditugaskan Bandung mungkin takdirnya akan berbeda. Jika saja saat itu kekecewaan menelan semangat Hadi, mungkin beliau tak akan bisa memupuk ketertarikan Presiden Jokowi terkait profesionalitasnya.

Titik sejarah perjalanan karier Hadi Tjahjanto telah membuktikan bahwa beliau sanggup untuk berkarya yang terbaik dengan penempatan pos tugas di mana pun. Panglima Hadi Tjahjanto menjalani penugasan demi penugasan dengan standar profesionalisme yang tinggi, semangat kerja keras tiada henti, serta memiliki pola komunikasi sosial yang baik dalam berhubungan dengan pihak-pihak mana pun. Pengalaman hidupnya yang memulai penugasan demi penugasan betul-betul dari bawah memberikannya modal empati yang tak mudah dibangun. Tidak pernah ada yang menyangka perwira yang tampak biasa-biasa saja mampu menempati posisi tertinggi di Angkatan Udara dan kini di posisi tertinggi TNI.

Tantangan ke Depan
Kini karier Hadi Tjahjanto menapaki tantangan yang baru. Tantangan dan hambatan ke depan telah menanti untuk dibenahi oleh tangan dinginnya antara lain sebagai berikut. Pertama, wacana hubungan sipil dan militer yang kembali muncul dalam arena publik, persoalan yang diwariskan dari pendahulunya. Bagi sebagian publik, pemimpin militer terdahulu dianggap membawa militer dekat dengan isu sosial dan politik sehingga ke depan menjadi penting bagi sebagian elemen masyarakat sipil untuk memahami sejauh mana posisi panglima TNI sebagai refleksi kehadiran pemimpin militer dalam arena publik. Tentu Hadi Tjahjanto akan memiliki pendekatan-pendekatan khusus tersendiri bagi masalah ini.

Kedua, sejauh mana Hadi Tjahjanto diharapkan untuk menjaga soliditas militer. Sebagai panglima TNI yang berasal dari unsur militer udara, Hadi nantinya bakal dihadapkan pada situasi yang mengharuskannya mengonsolidasikan matra darat dan matra laut. Sejauh mana kepemimpinan Hadi Tjahjanto efektif dalam mengurus persoalan-persoalan pada matra darat dan matra laut?

Ketiga, tantangan ke depan yang dihadap oleh Hadi Tjahjanto adalah menyesuaikan standar-standar pasukan militer sesuai dengan skala blue print alat perang dan persenjataan program Minimum Essential Force (MEF) alias Kekuatan Pokok Minimum TNI, apalagi saat ini mendekati titik akhir dari jadwal dari perencanaan MEF yang akan jatuh pada 2024.

Keempat, sejalan dengan kebutuhan untuk menyesuaikan standar MEF, panglima baru juga menghadapi tantangan prioritas modernisasi peralatan angkatan bersenjata. Prioritas untuk modernisasi peralatan tempur angkatan bersenjata tentu harus menyesuaikan diri dengan strategi pertahanan negara dan postur pertahanan negara, yakni postur pertahanan negara kepulauan yang menitikberatkan pada fokus pengembangan modernisasi peralatan matra laut dan matra udara.

Kelima, persoalan penataan sumber daya manusia menjadi fokus utama untuk pengembangan militer yang profesional ke depan. Perencanaan sebaran sumber daya manusia dengan keahlian yang spesifik, bagus, dan tepat menjadi keunggulan utama dalam pengembangan visi militer Indonesia yang profesional dan berdaya saing tinggi.

Selamat bertugas, Marsekal! Semoga TNI makin profesional sebagai penjaga NKRI di bawah komandomu.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1273 seconds (0.1#10.140)