Kepahlawanan Masa Kini
A
A
A
Dr H Jazuli Juwaini MA
Ketua Fraksi PKS DPR RI
BANGSA yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa-jasa pahlawannya, demikian kita diajarkan oleh orang tua dan para pendahulu kita. Maknanya bukan saja kita diminta untuk menjaga hasil perjuangan para pahlawan, tetapi lebih dari itu, kita diminta untuk mewarisi nilai-nilai dan semangat kepahlawanan yang telah dicontohkan oleh para pahlawan bangsa. Dengan demikian, jiwa-jiwa kepahlawanan tetap bersemayam dalam diri/pribadi bangsa ini.
Dengan pemahaman tersebut, bisa dimaknai bahwa pahlawan dan kepahlawanan adalah mereka yang rela berjuang untuk memerdekakan Indonesia, mempertahankan kemerdekaan Indonesia, dan mereka yang memajukan Indonesia serta mengisi kemerdekaan dengan karya dan kontribusi nyata bagi bangsa. Artinya apa, nilai dan semangat kepahlawanan selalu hidup sepanjang republik ini ada.
Dus, kepahlawanan bukan sekadar soal sejarah bangsa, tapi panggilan tanggung jawab untuk menjaga dan memajukan Indonesia. Hanya manusia-manusia berjiwa pahlawan yang bisa membawa negara ini adil dan sejahtera, gemah ripah loh jinawi, baldatun toyyibatun wa robbun ghafur.
Sadar Warisan
Untuk menjadi manusia dengan jiwa kepahlawanan, setiap warga bangsa dituntut untuk "sadar warisan" tentang keindonesiaan dalam segala aspeknya: konsepsinya, penduduk atau sumber daya manusianya, kekayaan alamnya, kesatuan wilayahnya, keberagamannya, dan lain sebagainya. Inilah kebesaran bangsa Indonesia yang tidak dimiliki oleh negara-bangsa mana pun di dunia.
Manusia Indonesia yang sadar warisan akan menjaganya dengan penuh tanggung jawab. Menjaga konsepsi bangsa yang sering kita sebut sebagai empat pilar bernegara: Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Menjaga bukan hanya dengan lisan dan slogan dengan merasa "paling Indonesia", tapi dengan sikap dan perbuatan nyata.
Bagaimana misalnya komitmen kita sebagai warga bangsa untuk senantiasa menghadirkan nilai Ketuhanan Yang Mahaesa dengan menjadikan seluruh sikap dan perbuatan kita sesuai dengan nilai ajaran agama (apa pun agamanya). Dengan demikian, bangsa ini seharusnya menjadi bangsa yang beragama, bermoral, dan berakhlak mulia. Maka dengan tegas kita katakan bahwa setiap tindakan amoral, asusila, dan melanggar fitrah manusia itu bukan mencerminkan watak dan karakter bangsa Indonesia.
Kita juga dituntut untuk menampilkan dan mempromosikan nilai persatuan dan kesatuan Indonesia. Konsepsi sila ketiga Pancasila ini tidak lahir dalam ruang hampa, melainkan didasari oleh realitas keberagaman masyarakat dan bangsa Indonesia. Tanpa nilai persatuan dan kesatuan, bangsa ini tidak akan pernah ada.
Kita bisa melakukan refleksi atas realitas kebangsaan kita hari ini di mana sesama warga acap kali saling bermusuhan (saling serang, berkata kasar, menghina, hate speech, persekusi), baik di dunia nyata, lebih-lebih di dunia maya (media sosial), hanya karena perbedaan persepsi dan kepentingan politik sehingga menimbulkan ketidakharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Padahal, para pahlawan pendiri bangsa telah memberikan pelajaran, betapa pun tajam perbedaan pandangan dan pendirian mereka tetap mengedepankan dialog, musyawarah, dan kebersamaan. Tengoklah debat tajam dan silang pendapat dalam rapat-rapat persiapan kemerdekaan Indonesia di BPUPKI ataupun PPKI antara Bung Karno, Hatta, Syahrir, Supomo, Kasman, Ki Bagus Hadikusumo, Agus Salim, dan lain-lain dalam rangka menentukan dasar-dasar Indonesia merdeka. Semua debat tajam itu pun berakhir dengan konsensus demi kepentingan yang lebih besar.
Para pendiri bangsa yang notabene berbeda partai dan pendirian politik, beda latar daerah dan ormas, tetap menghormati dan menghargai satu sama lain bahkan bersahabat karib hingga akhir hayat tanpa ada celaan dan caci maki. Perdebatan tajam mereka berhenti di ruang-ruang sidang/rapat panitia kemerdekaan dan ketika keputusan telah diambil dengan musyawarah mufakat, semuanya menghormati dan tunduk melaksanakan. Itu semua terjadi karena semangat persatuan dan kesatuan bangsa lebih dikedepankan daripada ego/kepentingan pribadi.
Harapan pada Generasi Muda
Kita butuh manusia-manusia Indonesia dengan jiwa dan semangat kepahlawanan yang kuat. Tumpuan harapan untuk itu ada pada generasi muda. Bukan tanpa alasan, karena mereka akan mewarisi kebesaran bangsa ini, memimpin bangsa ini, dan mengarahkannya pada kemajuan.
Zaman kesempatan ini ada di tangan mereka (generasi masa kini atau generasi zaman "now") dengan segala karakter dan tantangan zamannya sendiri. Satu hal yang pasti, nilai-nilai keindonesiaan tidak boleh luntur dan harus tetap terjaga betapa pun generasi zaman ini terpapar globalisasi dan kemajuan teknologi informasi yang secara eksesif menggerus nilai-nilai tersebut.
Para pemuda diharapkan menjadi pahlawan masa kini yang taat beragama dan religius oleh sebab keyakinan yang kuat atas nilai-nilai Ketuhanan Yang Mahaesa sebagai dasar negara ini. Mereka menghargai betul nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, tidak menghina sesama manusia, apalagi sampai menistakannya. Saling menyayangi dan aktif berkolaborasi (gotong royong) dalam kemajuan.
Mereka cinta persatuan dan kesatuan bangsa lebih dari kepentingan dan ambisi pribadi atau kelompoknya. Tidak akan menyulut konflik, memulai permusuhan, menyebarkan kebencian, dan melakukan tindakan yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Jika pun ada perbedaan pendapat atau persepsi, mereka akan mengedepankan dialog, persuasi, toleransi atau tasummuh, serta musyawarah untuk mufakat daripada cara-cara persekusi (pembubaran paksa), provokasi, dan diskriminasi karena hal ini jelas akan menimbulkan konflik dan permusuhan yang meluas di antara sesama anak bangsa.
Hal itu dilakukan karena mereka memahami bahwa ada warisan besar yang harus dijaga, ada kepentingan yang lebih besar untuk diperjuangkan, dan ada tujuan bersama yang harus diutamakan yaitu terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dus, generasi zaman now yang berjiwa pahlawan adalah pribadi-pribadi yang selalu berpikir dan berjiwa besar, yang mana pikiran dan jiwa besarnya itu akan menghasilkan karya, kontribusi, dan tanggung jawab besar terhadap bangsanya.
Ketua Fraksi PKS DPR RI
BANGSA yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa-jasa pahlawannya, demikian kita diajarkan oleh orang tua dan para pendahulu kita. Maknanya bukan saja kita diminta untuk menjaga hasil perjuangan para pahlawan, tetapi lebih dari itu, kita diminta untuk mewarisi nilai-nilai dan semangat kepahlawanan yang telah dicontohkan oleh para pahlawan bangsa. Dengan demikian, jiwa-jiwa kepahlawanan tetap bersemayam dalam diri/pribadi bangsa ini.
Dengan pemahaman tersebut, bisa dimaknai bahwa pahlawan dan kepahlawanan adalah mereka yang rela berjuang untuk memerdekakan Indonesia, mempertahankan kemerdekaan Indonesia, dan mereka yang memajukan Indonesia serta mengisi kemerdekaan dengan karya dan kontribusi nyata bagi bangsa. Artinya apa, nilai dan semangat kepahlawanan selalu hidup sepanjang republik ini ada.
Dus, kepahlawanan bukan sekadar soal sejarah bangsa, tapi panggilan tanggung jawab untuk menjaga dan memajukan Indonesia. Hanya manusia-manusia berjiwa pahlawan yang bisa membawa negara ini adil dan sejahtera, gemah ripah loh jinawi, baldatun toyyibatun wa robbun ghafur.
Sadar Warisan
Untuk menjadi manusia dengan jiwa kepahlawanan, setiap warga bangsa dituntut untuk "sadar warisan" tentang keindonesiaan dalam segala aspeknya: konsepsinya, penduduk atau sumber daya manusianya, kekayaan alamnya, kesatuan wilayahnya, keberagamannya, dan lain sebagainya. Inilah kebesaran bangsa Indonesia yang tidak dimiliki oleh negara-bangsa mana pun di dunia.
Manusia Indonesia yang sadar warisan akan menjaganya dengan penuh tanggung jawab. Menjaga konsepsi bangsa yang sering kita sebut sebagai empat pilar bernegara: Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Menjaga bukan hanya dengan lisan dan slogan dengan merasa "paling Indonesia", tapi dengan sikap dan perbuatan nyata.
Bagaimana misalnya komitmen kita sebagai warga bangsa untuk senantiasa menghadirkan nilai Ketuhanan Yang Mahaesa dengan menjadikan seluruh sikap dan perbuatan kita sesuai dengan nilai ajaran agama (apa pun agamanya). Dengan demikian, bangsa ini seharusnya menjadi bangsa yang beragama, bermoral, dan berakhlak mulia. Maka dengan tegas kita katakan bahwa setiap tindakan amoral, asusila, dan melanggar fitrah manusia itu bukan mencerminkan watak dan karakter bangsa Indonesia.
Kita juga dituntut untuk menampilkan dan mempromosikan nilai persatuan dan kesatuan Indonesia. Konsepsi sila ketiga Pancasila ini tidak lahir dalam ruang hampa, melainkan didasari oleh realitas keberagaman masyarakat dan bangsa Indonesia. Tanpa nilai persatuan dan kesatuan, bangsa ini tidak akan pernah ada.
Kita bisa melakukan refleksi atas realitas kebangsaan kita hari ini di mana sesama warga acap kali saling bermusuhan (saling serang, berkata kasar, menghina, hate speech, persekusi), baik di dunia nyata, lebih-lebih di dunia maya (media sosial), hanya karena perbedaan persepsi dan kepentingan politik sehingga menimbulkan ketidakharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Padahal, para pahlawan pendiri bangsa telah memberikan pelajaran, betapa pun tajam perbedaan pandangan dan pendirian mereka tetap mengedepankan dialog, musyawarah, dan kebersamaan. Tengoklah debat tajam dan silang pendapat dalam rapat-rapat persiapan kemerdekaan Indonesia di BPUPKI ataupun PPKI antara Bung Karno, Hatta, Syahrir, Supomo, Kasman, Ki Bagus Hadikusumo, Agus Salim, dan lain-lain dalam rangka menentukan dasar-dasar Indonesia merdeka. Semua debat tajam itu pun berakhir dengan konsensus demi kepentingan yang lebih besar.
Para pendiri bangsa yang notabene berbeda partai dan pendirian politik, beda latar daerah dan ormas, tetap menghormati dan menghargai satu sama lain bahkan bersahabat karib hingga akhir hayat tanpa ada celaan dan caci maki. Perdebatan tajam mereka berhenti di ruang-ruang sidang/rapat panitia kemerdekaan dan ketika keputusan telah diambil dengan musyawarah mufakat, semuanya menghormati dan tunduk melaksanakan. Itu semua terjadi karena semangat persatuan dan kesatuan bangsa lebih dikedepankan daripada ego/kepentingan pribadi.
Harapan pada Generasi Muda
Kita butuh manusia-manusia Indonesia dengan jiwa dan semangat kepahlawanan yang kuat. Tumpuan harapan untuk itu ada pada generasi muda. Bukan tanpa alasan, karena mereka akan mewarisi kebesaran bangsa ini, memimpin bangsa ini, dan mengarahkannya pada kemajuan.
Zaman kesempatan ini ada di tangan mereka (generasi masa kini atau generasi zaman "now") dengan segala karakter dan tantangan zamannya sendiri. Satu hal yang pasti, nilai-nilai keindonesiaan tidak boleh luntur dan harus tetap terjaga betapa pun generasi zaman ini terpapar globalisasi dan kemajuan teknologi informasi yang secara eksesif menggerus nilai-nilai tersebut.
Para pemuda diharapkan menjadi pahlawan masa kini yang taat beragama dan religius oleh sebab keyakinan yang kuat atas nilai-nilai Ketuhanan Yang Mahaesa sebagai dasar negara ini. Mereka menghargai betul nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, tidak menghina sesama manusia, apalagi sampai menistakannya. Saling menyayangi dan aktif berkolaborasi (gotong royong) dalam kemajuan.
Mereka cinta persatuan dan kesatuan bangsa lebih dari kepentingan dan ambisi pribadi atau kelompoknya. Tidak akan menyulut konflik, memulai permusuhan, menyebarkan kebencian, dan melakukan tindakan yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Jika pun ada perbedaan pendapat atau persepsi, mereka akan mengedepankan dialog, persuasi, toleransi atau tasummuh, serta musyawarah untuk mufakat daripada cara-cara persekusi (pembubaran paksa), provokasi, dan diskriminasi karena hal ini jelas akan menimbulkan konflik dan permusuhan yang meluas di antara sesama anak bangsa.
Hal itu dilakukan karena mereka memahami bahwa ada warisan besar yang harus dijaga, ada kepentingan yang lebih besar untuk diperjuangkan, dan ada tujuan bersama yang harus diutamakan yaitu terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dus, generasi zaman now yang berjiwa pahlawan adalah pribadi-pribadi yang selalu berpikir dan berjiwa besar, yang mana pikiran dan jiwa besarnya itu akan menghasilkan karya, kontribusi, dan tanggung jawab besar terhadap bangsanya.
(rhs)