Pancasila Jiwa Kebijakan

Rabu, 01 November 2017 - 08:30 WIB
Pancasila Jiwa Kebijakan
Pancasila Jiwa Kebijakan
A A A
Benny Susetyo
Penasihat UKPancasila

DI tengah arus politik identitas yang masih deras menggerus kehidupan demokrasi, tema peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-89 tahun ini terasa sangat relevan. Tema "Pemuda Indonesia Berani Bersatu" membuka ruang refleksi sekaligus dialogis, terutama bagi generasi milenial tentang bagaimana kesadaran berbangsa para pemuda zaman itu dan bagaimana estafet itu harus mereka teruskan sesuai konteks zaman.

Ketika bangsa ini mengalami miskinnya keteladanan yang diakibatkan oleh suara hati tak lagi nyaring, generasi hari ini dituntut untuk kembali mampu mendengarkan suara hati. Sesuatu yang sebenarnya ada dalam diri setiap orang. Seperti halnya etika, dia bukanlah milik satu agama tertentu dan tidak pula abstrak. Etika hadir dalam aktivitas menjalankan kebaikan serta meninggalkan keburukan. Begitu pula bila dikaitkan dengan seleksi politik negeri ini.

Etika itu bersifat umum, yang baik dijalankan dan yang buruk ditinggalkan. Ia perintah, maka jadilah etika sebuah kewajiban. Jadi etika itu sesuatu yang ada dalam setiap orang yang punya suara hati. Dengan berpegang pada etika dan mendengarkan suara hati inilah generasi zaman ini akan dimampukan untuk menjawab masalah-masalah politik, ekonomi, budaya, lingkungan hidup, kesehatan, dan semua dimensi kehidupan di Indonesia.

Kita patut bersyukur karena etika politik yang kita butuhkan semuanya sudah tertanam dalam jiwa Pancasila. Ketika nilai-nilai Pancasila diyakini kebenarannya, maka kesadaran relasional akan tumbuh bersama dengan kesadaran bahwa Pancasila adalah kewajiban yang harus dijalankan. Dalam hal ini Pancasila adalah perintah sekaligus moralitas.

Karenanya, pendidikan politik harus selalu bertumpu pada Pancasila sebab arena dengan seperti itulah keadaban politik akan menjadi habitus bangsa; sebuah spirit untuk berpikir dan bertindak. Secara politik, demokrasi akan utuh bilamana Pancasila telah menjadi pedoman hidup manusia Indonesia. Tak lain berarti hidup di atas dasar kemanusiaan yang berketuhanan dan berkeadilan. Karena ketika kita mempunyai rasa kemanusiaan dan keadilan, maka kita mencintai Tuhan.

Ketika kita mencintai Tuhan, berarti kita akan konsisten menjaga kemanusiaan. Dalam ruh persatuan, maka tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah. Tak ada minoritas maupun mayoritas, itulah musyawarah. Musyawarah itu win-win , bukan win-lose .

Pancasila untuk Keadaban Politik
Dalam langgam politik, pembatinan Pancasila tidaklah hanya menjadi tugas lembaga negara, seperti UKP-Pancasila. Lebih dari itu, seluruh elemen bangsa harus terlibat. Pancasila dalam aktivitas politik ditempatkan pada tempat suci bernama moralitas. Ini suatu keharusan karena kesadaran bahwa ini baik dan harus dijalankan. Pendidikan politik adalah pembatinan Pancasila yang tercermin dalam sikap dan ekspresi manusia Indonesia. Seperti itulah penggambarannya pada keadaban politik.

Bila Pancasila ingin menjelma dalam keadaban politik, ia harus menjadi arus utama dalam penentuan kebijakan publik. Ini kerja berat. Karena itu, kebijakan politik harus bertumpu pada sebuah kriteria tertentu. Sebagai contoh, untuk mengukur pembangunan yang mengembangkan Pancasila di sebuah kota, menjadi penting untuk menentukan kota itu toleran atau tidak. Pendidikan politik yang demikian ini adalah bagian dari proses pembudayaan.

Di dalamnya ada riset yang bertolak dari fakta dan data. Keragaman harus dijaga. Kita harus sadar betul bahwa ada keragaman dalam batang tubuh Indonesia. Keragaman adalah salah satu kesaktian yang dimiliki Pancasila. Sebab sejatinya Pancasila dihayati dalam kultur budaya lokal Nusantara yang memang beragam. Nalar politik demikian ini harus menjadi habitus yang ada dalam diri manusia Indonesia.

Walau di sana-sini masih banyak masalah, melalui pendidikan politik diharapkan seluruh sumber daya bisa mulai saling terhubung. Kekayaan yang melimpah ruah bisa dengan maksimal diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat. Di sinilah pentingnya pendidikan politik harus diterapkan dengan metode berbeda di arus lokal. Harus cocok dengan konteksnya.

Kalau konteksnya kelautan, maka generasi harus paham betul dengan dunia laut dan politik kelautan. Begitu seterusnya. Kita kerap kali tidak demikian sehingga membuat generasi terasing dengan realitasnya. Akhirnya, SDM yang luar biasa tidak bisa dikelola karena kita tidak beriringan dalam konteks realitasnya.

Generasi Milenial dan Spirit Sumpah Pemuda
Untuk menjawab krisis multidimensi yang melanda negeri ini, para pemegang kebijakan harus berani mengonkretkan Pancasila dalam kebijakan publik. Jika tidak, ideologi tak ada guna. Inilah relasi kuasa antara pengambil kebijakan dengan masyarakatnya. Tak lain kesejahteraan adalah akibat dari pendidikan politik yang berkualitas.

Semangat Sumpah Pemuda selalu penting bagi kita semua, baik tua maupun muda, untuk terus terlibat dalam mewujudkan paradigma baru tata kelola bangsa ini yang diawali dengan terciptanya habitus baru dalam berpikir dan berperilaku bersama, yang mana harus selalu bertumpu pada Pancasila guna membawa bangsa ini ke arah lebih baik.

Sementara bagi generasi zaman ini, sesuai dengan tema peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun ini, mereka harus berani bersatu. Bersatu sebagaimana para pemuda tahun 1928 mengusung tekad bersatu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia. Generasi milenial dalam tuntutan zaman ini ditantang untuk kembali menggelorakan semangat kemerdekaan. Kemerdekaan dari rongrongan politik identitas, politik primordialisme, apatisme, agitasi-agitasi yang memecah belah, dan dari segala upaya mengancam NKRI.

Selaras dengan karakter generasi milenial yang bervisi global, bersemangat memerdekakan, dan tidak begitu peduli dengan identitas, rupanya sama dengan semangat para pemuda kala itu dalam konteks zamannya. Besar harapannya akan mampu untuk secara politik mengaktualisasi Pancasila dalam konteks lokal, tapi dalam pemikiran global.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6146 seconds (0.1#10.140)