Tarik Ulur Penetapan Harga Saham Freeport

Jum'at, 13 Oktober 2017 - 07:38 WIB
Tarik Ulur Penetapan...
Tarik Ulur Penetapan Harga Saham Freeport
A A A
Fahmy Radhi
Pakar Ekonomi Energi UGM dan Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas

Kendati Freeport sudah menyetujui kerangka dasar kesepakatan, ter­masuk persetujuan divestasi 51% saham, namun tarik-ulur dalam penetapan harga saham antara Freeport dan pemerintah masih saja terjadi.

Tarik-ulur itu terkuak di publik saat bocornya surat tanggapan Chief Executive Officer Freeport McMoRan Richard C Adkerson kepada pemerintah. Lima poin yang dikemukakan dalam surat tanggapan tersebut, isinya menolak semua usulan pemerintah dalam penetapan harga saham divestasi.

Melalui suratnya, Freeport menolak usulan pemerintah dalam penetapan harga saham, yang menghitung harga saham berdasarkan nilai aset dan cadangan hanya sampai 2021.

Sementara Freeport menghendaki penetapan harga sa­ham yang mencerminkan nilai pasar wajar dengan memasukan nilai aset dan cadangan hingga 2041.

Usulan pemerintah dalam penetapan harga saham itu sesungguhnya didasarkan pada Peraturan Menteri (Permen) ESDM 27/2013 tentang Tata Cara dan Penetapan Harga Divestasi Saham.

Pasal 13 ayat 1 dan 2 menyebutkan bahwa har­ga divestasi saham dari peme­gang IUPK yang ditawarkan kepada pemerintah Indonesia ditetapkan berdasarkan biaya penggantian (replacement cost) atas investasi pemegang IUPK.

Biaya penggantian itu dihitung dari jumlah akumulasi biaya investasi yang dikeluarkan sejak tahap eksplorasi sampai dengan keputusan divestasi. Akumulasi biaya investasi tersebut masih dikurangi: (1) akumulasi penyusutan dan amortisasi, dan (2) kewajiban keuangan hingga akhir tahun saat divestasi.

Berdasarkan Pasal 13 ayat 1 dan 2 Permen ESDM 27/2013, perhitungan nilai aset dan ca­dangan dalam penetapan harga saham diperhitungkan hingga 2021, bukan 2041 seperti usulan Freeport.

Saat Freeport menawarkan divestasi 10% sahamnya tahun lalu, Tim Kementerian (TK) ESDM meng­hitung harga saham yang ditawarkan Freeport.

Dengan menggunakan metode replacement cost, dengan asumsi perhitungan aset dan cadangan hingga 2021, TK ESDM menetapkan harga 100% saham Freeport sekitar USD5,90 miliar atau Rp79,65 triliun (USD1 setara Rp13.500).

Saat ini pemerintah sudah me­miliki 9,64% saham Freeport sehingga untuk mencapai 51% saham Freeport, pemerintah masih membutuhkan sekitar 41,36% saham. Dengan menggunakan dasar perhitungan TK ESDM, yang memperhitungkan aset dan cadangan hingga 2021, harga 41,36% saham diperkirakan senilai USD2,44 miliar atau Rp32,94 triliun.

Kalau Freeport memperhitungkan nilai aset dan cadangan hingga 2041, harga saham ditetapkan pasti jauh lebih tinggi ketimbang harga saham yang ditetapkan oleh TK ESDM.

Pada saat itu Freeport menawarkan 10,64% sahamnya senilai USD1,7 miliar atau sekitar Rp22,95 triliun (USD1 setara Rp13.500). Berdasarkan perhitungan Freeport itu, harga 100% saham ditetapkan senilai USD10,70 miliar atau diperkirakan setara dengan Rp144,45 triliun.

Dengan demi­kian, harga 41,36% saham, diperkirakan sekitar USD4,43 miliar atau sekitar Rp58,32 triliun.

Perhitungan Ignasius Jonan

Adanya perbedaan besaran harga saham yang ditetapkan oleh TK ESDM dan Freeport tidak bisa dihindari. Pasalnya, adanya perbedaan asumsi dalam perhitungan aset dan cadangan yang berbeda.

Di tengah tarikulur penetapan harga saham, Menteri ESDM Ignasius Jonan menggunakan metode penetapan harga saham yang berbeda dengan penetapan harga oleh Freeport maupun oleh TK ESDM. Dalam penetapan harga saham, Jonan tidak memasukan variabel aset dan cadangan.

Jonan menetapkan fair market price yang didasarkan pada nilai kapitalisasi pasar saham Freeport McMoran (FCX) di bursa New York, dan kontribusi keuntungan Freeport Indonesia terhadap induk perusahaan. '

Dia memperkirakan nilai kapitalisasi pasar FCX senilai USD20,74 miliar saat penutupan perdagangan, Senen (9/10). Sementara kontribusi keuntungan Freeport Indonesia dalam 5-10 tahun terakhir di­perkirakan rata-rata sebesar 40%.

Dengan perhitungan tersebut, Jonan memperkirakan nilai 100% saham Freeport Indonesia sebesar USD8,01 atau sekitar Rp108 triliun. Untuk mendapatkan 41,36% saham, Jonan memperkirakan USD3,31 miliar atau setara Rp44,67 triliun.

Kalau dibandingkan besar­an harga saham ditetapkan oleh Freeport dan TK ESDM, ada selisih harga 41,36% saham sekitar USD4,80 atau setara Rp26,80 triliun.

Namun, jika dibandingkan penetapan harga saham oleh Freeport dan Jonan, masih ada selisih, tetapi selisihnya relatif kecil, sekitar USD2,70 miliar atau Rp15,07 triliun.

Berdasarkan arahan Pre­si­den Joko Widodo kepada Menteri ESDM, perundingan dengan Freeport diupayakan dapat mencapai win-win solution dalam tempo sesingkatnya, paling lama 3 bulan.

Dari ketiga penetapan harga oleh Freeport, TK ESDM dan Jonan, maka harga saham yang ditetapkan oleh Jonan yang paling ideal dalam mencapai win-win solution.

Untuk mengakhiri tarikulur penetapan harga saham Freeport, hasil perhitungan Jonan dalam penetapan harga dapat ditawarkan kepada Freeport sebagai salah satu opsi.

Kalau ternyata Freeport masih juga menolak opsi perhitungan Jonan dan tetap menuntut penetapan Freeport, pemerintah harus tegas menolak tuntutan Freeport itu.

Kalau dalam tiga bulan Freeport tetap saja memaksakan kehendaknya, pemerintah sebaiknya memutuskan untuk mengambil alih Freeport pada 2021, saat KK berakhir.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0506 seconds (0.1#10.140)