Mengembalikan Koperasi Sebagai Soko Guru Ekonomi

Rabu, 12 Juli 2017 - 09:01 WIB
Mengembalikan Koperasi...
Mengembalikan Koperasi Sebagai Soko Guru Ekonomi
A A A
Dr Tika Widastuti SE MSi
Dosen Departemen Ekonomi Syariah Universitas Airlangga dan Pengurus Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI)

JAWA timur merupakan provinsi yang memiliki jumlah koperasi terbanyak di Indonesia. Berdasarkan data dilansir dari BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2015, jumlah koperasi di Jawa Timur mencapai angka 27.472 dan disusul Provinsi Jawa Tengah pada urutan kedua dengan jum­lah koperasi 23.059. Sedangkan jumlah keseluruhan koperasi di Indonesia adalah 150.223.

Jumlah koperasi dari kedua provinsi tersebut saja telah mencapai lebih dari sepertiga jumlah keseluruhan koperasi di Indonesia. Fenomena ini menunjukkan betapa besarnya potensi koperasi di Jawa Timur khususnya. Mengingat koperasi merupakan lembaga keuangan berorientasi pada kesejahteraan anggota dan sebagian besar anggota koperasi merupakan rakyat kecil, maka benarkah Jawa Timur selaku provinsi yang memiliki jumlah koperasi terbanyak di Indonesia telah merepresentasikan kondisi tersebut?

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro saat mengisi Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbag) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Timur tahun 2018 yang dilaksanakan pada April 2017 mengungkapkan, penduduk miskin di Jawa Timur tinggi, khususnya pada wilayah perdesaan. Kondisi ini merupakan sebuah kondisi berbanding terbalik dengan yang diharapkan, mengingat jumlah koperasi di Jawa Timur merupakan yang terbesar dan fungsi utama koperasi adalah menyejahterakan ang­gota secara ekonomi. Karena itu, timbullah sebuah permasalahan. Ada sesuatu yang salah dalam mekanisme perkoperasian di Jawa Timur.

Dalam pelatihan manajemen koperasi yang diseleng­garakan Kementerian Koperasi dan UMKM RI di Malang pada Maret 2016 lalu disebutkan setidaknya ada enam permasalahan perkoperasian di Jawa Timur. Enam masalah tersebut adalah kurangnya kerja sama antar­koperasi, lemahnya SDM, pengelolaan koperasi yang belum profesional, pelatihan tenaga koperasi belum efektif, dan terakhir adalah bank belum percaya pada koperasi dan UMKM sehingga meminimalkan bantuan modal yang dapat disalurkan.

Dari keenam masalah tersebut setidaknya terdapat dua masalah utama yang dihadapi perkoperasian di Jawa Timur. Permasalahan tersebut, yaitu pendidikan profesional bagi para tenaga koperasi dan kerja sama antarkoperasi yang masih lemah. Setiap koperasi yang ber­diri masih berpikir bahwa koperasi lain juga berdiri merupakan lawan atau rival menjadi saingan dalam perkoperasian yang dimiliki.

Mekanisme kerja koperasi jadi seperti pertokoan atau pusat perbelanjaan berorientasi pada konsumen dan pembeli di luar anggota koperasi. Padahal tujuan utama koperasi adalah pertama untuk menyejahterakan anggotanya. Selama setiap koperasi memiliki anggota yang berbeda, maka tujuan mereka pun akan berbeda dan tidak perlu bersaing.

Hal ini dipertegas dengan pernyataan owner koperasi warga di Kota Malang, Priyanto Budi Santoso yang menyatakan, sejauh ini kebanyakan koperasi di Jawa Timur masih melakukan transaksi dengan masyarakat umum, bukan dengan anggotanya. Ketika sebuah koperasi fokus berorientasi pada kesejahteraan anggotanya, maka tidak akan sulit mengintegrasikan koperasi-koperasi tersebut sehingga bisa menjadi koperasi besar dan bermain di pasar lebih besar.

Ketika kerja sama ini dilakukan dan perkoperasian bisa menjadi lebih besar, maka pendidikan terhadap anggota koperasi akan menjadi prioritas baru. Tentu akan diusahakan sebaik mungkin, mengingat skala koperasi telah sangat besar dan diperlukan kualitas skill yang lebih tinggi bagi para tenaga koperasi. Ketika masalah ini bisa diatasi, bukan tidak mungkin bank akan melirik industri perkoperasian untuk mendapatkan penawaran modal bagi pengembangan usaha mereka.

Merayakan Hari Koperasi Indonesia pada 12 Juli ini, marilah kita semua kembali ke jati diri koperasi yang sebenarnya. Satukan kekuatan koperasi dan tidak saling berkompetisi untuk berebut konsumen. Karena sejatinya yang harus disejahterakan adalah anggota koperasi itu sendiri, bukan pembeli atau konsumen di luar sana. Sebab telah banyak perusahaan besar dunia yang berangkat dari koperasi. Jika kekuatan koperasi besar ini bisa disatukan, bukan tidak mungkin suatu saat nanti menjadi sebuah kekuatan ekonomi baru bagi Jawa Timur dalam pasar nasional maupun internasional.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0711 seconds (0.1#10.140)